tag:blogger.com,1999:blog-26927591675637074892024-02-20T09:00:48.469-08:00Kuliah D3 FatekKuliah D3 Fatekhttp://www.blogger.com/profile/00648521442957317360noreply@blogger.comBlogger12125tag:blogger.com,1999:blog-2692759167563707489.post-22218332464582252422009-07-19T10:45:00.000-07:002009-07-19T12:42:46.269-07:00Laporan Praktikum Geologi StrukturBAB I<br />PENDAHULUAN<br /><br /><br />1.1 Latar Belakang<br />Geologi struktur adalah studi mengenai distribusi tiga dimensi tubuh batuan dan permukaannya yang datar ataupun terlipat, beserta susunan internalnya.<br /><br />Geologi struktur mencakup bentuk permukaan yang juga dibahas pada studi geomorfologi, metamorfisme dan geologi rekayasa. Dengan mempelajari struktur tiga dimensi batuan dan daerah, dapat dibuat kesimpulan mengenai sejarah tektonik, lingkungan geologi pada masa lampau dan kejadian deformasinya. Hal ini dapat dipadukan pada waktu dengan menggunakan kontrol stratigrafi maupun geokronologi, untuk menentukan waktu pembentukan struktur tersebut.<br /><br />Secara lebih formal dinyatakan sebagai cabang geologi yang berhubungan dengan proses geologi dimana suatu gaya telah menyebabkan transformasi bentuk, susunan, atau struktur internal batuan kedalam bentuk, susunan, atau susunan intenal yang lain.<br />Untuk memahami struktur geologi yang ada dan bagaimana proses terjadinya maka sangatlah perlu diadakan pengamatan secara langsung. Hal ini akan memudahkan dalam pemahaman serta dapat mengetahui secara langsung struktur geologi yang ada.<br /><br />1.2 Maksud dan Tujuan<br />Maksud dari pelaksanaan kegiatan Praktikum Geologi Struktur Program Studi Geologi Pertambangan (Diploma III) Fakultas Teknik, Universitas Kutai Kartanegara, ini, meliputi :<br />• Melatih mahasiawa dalam mengenali struktu-struktur yang ada.<br />• Untuk melatih dalam menganalisa persoalan - persoalan geologi struktur dengan melihat bentuk rill dilapangan.<br />• Untuk mahasiswa, / mahasiwi terampil dan mahir dalam, menggunakan peralatan geologi dilapangan.<br />Adapun tujuan diadakan praktikum ini, yaitu<br />• Agar melihat secara, langsung bentuk kekar dan lipatan yang rill dilapangan.<br />• Untuk mengetahui arah penyebaran, stretigrafi, formasi, geometri unsur struktur, struktur garis, struktur bidang, kedalaman dan ketebalan batuan.<br />• Untuk menganalisa, kekar dan lipatan yang menggunakan mitode Roset (kipas), histrogram dan lainnya.<br /> <br />BAB II<br />PEMBAHASAN<br /><br /><br />2.1 Geometri Unsur Struktur<br />Unsur-unsur struktur secara geometris pada dasarnya hanya terdiri dari dua unsur geometris yaitu :<br />1) Geometris Bidang/ Struktur Bidang<br />- Bidang perlapisan<br />- Kekar <br />- Sesar<br />- Foliasi<br />- Sumbu lipatan, dll.<br />2) Geometris Garis/ Struktur Garis<br />- Gores-garis<br />- Perpotongan dua bidang<br />- Liniasi, d1l.<br /><br />Pemecahan masalah-masalah yang berhubungan dengan geometri struktur bidang dan struktur garis seperti :<br />• Masalah besaran arah dan sudut, jarak dan panjang dari struktur bidang dan struktur garis, misalnya ; menentukan panjang dari segmen garis, sudut antara dua garis, sudut antara dua bidang, sudut antara gars dan bidang, jarak titik terhadap bidang, jarak titik terhadap garis.<br /><br />Kelemahan dari metode ini adalah ketelitiannya sangat tergantung pada faktor-faktor :<br />• Skala penggambaran, ketelitian alas gambar dan tingkat keterampilan sipengambar.Namun dibandingkan dengan metode-metode proyeksi yang lain (proyeksi perspektif dan proyeksi seterografi), metode ini lebih cepat untuk memecakan masalah struktur bidang dan struktur garis, karena secara langsung berhubungan dengan kenampakan tiga dimensi, sehingga mullah dipahami.<br />Didalam metode grafis ini, struktur bidang dan struktur garis digambarkan pada bidang proyeksi (bidang horisontal dan vertikal) dengan cara menarik garis¬-garis proyeksi yang tegak lurus terhadap bidang proyeksi dan saling sejajar satu sama lain.<br />Definisi istilah-istilah dalam proyeksi orothogmfi<br />- Image Plane (IP) adalah bidang yang tegak lurus garis pandang, terletak antara mata si pengamat dengan objek yang akan digambar.<br />- Line Of Sight (LS) adalah suatu garis yang berasal dari mata si pengamat sampai kesuatu titik tertentu dalam obyek, dan sifatnya saling sejajar.<br />- Horizontal Plane (HP) adalah bidang khayal yang kedudukannya horisontal dan merupakan tempat kedudukan titik-titik yang mempunyai ketinggian sama Garis proyeksi dari suatu titik sifatnya akan vertikal dan tegak lurus terhadap bidang ini.<br />- Front Plane (FP) adalah bidang khayal yang kedudukannya vertikal dan tegak lurus terhadap bidang horisontal. Garis proyeksi yang ditarik dari suatu titik sifatnya horisontal dan tegak lurus terhadap bidang ini. <br />- Profile Plane (PP) adalah bidang khayal yang kedudukannya vertikal dan tegak lurus terhadap "Horizontal Plane" (HP) dan "Front Plane" (FP). Garis vertikal yang ditarik dari suatu titik, sifatnya horisontal dan tegak lurus terhadap bidang ini.<br />- Folding Line (FL) adalah garis khayal yang merupakan perpotongan dua bidang proyeksi. Garis ini berfungsi sebagai sumber putar bidang proyeksi vertikal sehingga kedudukannya menjadi horisontal. Prinsip ini merupakan salah satu dasar dari proyeksi orthografi yang merubah gambaran tiga dimensi menjadi dua dimensi.<br /><br /><br />2.2 Struktur Bidang<br />Struktur bidang dalam geologi, struktur dapat dibedakan menjadi "Struktur Bidang Rill " dan "Struktur Bidang Semu ".<br />1. Struktur bidang riil artinya bentuk dan kedudukan dapat diamati secara langsung dilapangan, antara lain adalah<br />• Bidang perlapisan.<br />• Bidang ketidakselarasan.<br />• Bidang sesar.<br />• Foliasi.<br />• Bidang sayap lipatan. Bidang yang disebut terakhir ini sebenarnya merupakan kedudukan bidang yang terlipat.<br />2. Struktur bidang semu artinya bentuk dan kedudukannya hanya bisa diketahui atau didapatkan dari hasil analisa struktur bidang riil yang lain, contohnya adalah :<br />• Bidang poros lipatan.<br />Dikaitkan dengan penggolongan struktur menurut waktu pembentukannya, maka dibedakan menjadi struktur bidang primer dan struktur bidang sekunder. Bidang-bidang yang termasuk dalam struktur bidang primer adalah bidang perlapisan, bidang foliasi bidang rekah kerut ( Mud Crack ), bidang kekar kolom ( Colomnar Joint ) pada batuan beku, dan lain sebagainya. Sedangkan yang termasuk dalam struktur bidang sekunder adalah bidang kekar, bidang sesar, bidang sayap lipatan.<br />Pada umumnya struktur bidang dinyatakan istilah-istilah, yaitu<br />1) Jurus ( Strike)<br />2) Kemiringan (Dip).<br /><br />2.2.1 Definisi Istilah-istilah Struktur Bidang.<br />a. Jurus (Strike) adalah Arah dan gars horizontal yang merupakan perpotongan antara bidang yang bersangkutan dengan bidang horizontal.<br />b. Kemiringan (Dip) adalah Sudut kemiringan terbesar yang dibentuk oleh bidang miring dengan bidang horizontal dan diukur tegak lurus terhadap jurus.<br />c. Kemiringan Semu (Apparent Dip) adalah Arah tegak lurus jurus sesuai dengan arah miringnya bidang yang bersangkutan dan diukur dan arah utara.<br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br />Keterangan :<br />A – L : Struktur garis pada bidang ABCD<br />A – K : Arah Penunjaman (Trend)<br />A-K / K-A : Arah Kelurusan (Bearing) = Azimuth NAK<br />β : Penunjaman (Plunge)<br />т : Rake (Pitch)<br /><br /><br />Gambar 2.1. Proyeksi Bearing dan Plunge<br /><br />2.2.2 Cara Penulisan ( Notasi ) dan Simbol Struktur Bidang<br />Untuk menyatakan kedudukan suatu struktur bidang secara tertulis agar dengan mudah dan cepat dipahami, dibutuhkan suatu cara penulisan dan simbol pada pets geologi.<br />Penulisan ( Notasi ) struktur bidang dinyatakan dengan :<br />- Jurus / Kemiringan<br />- Besar Kemiringan, arah kemiringan<br /><br />a. Jurus / Kemiringan<br />• Sistem Azimuth, hanya mengenal satu tulisan yaitu N X°E/Y°, Besarnya X° antara 0° – 360° dan besarnya Y° antara 0° – 90°.<br />• Sistem Kwadran , penulisan tergantung kepada posisi kwadran yang diinginkan sehingga mempunyai beberapa cara penulisan, misalnya:<br />- Sistem Azimuth, N 145° E/30°, maka menurut sistem kwadrannya adalah : N 35° W/30° SW atau S 35° E/30° SW.<br />- Sistem Azimuth , N 90° E/45°, maka menurut sistem kwadrannya adalah : N 90° E/45° S atau N 90° W/45° S atau N 90° E/45° S atau S 90° W/45° S.<br /><br />b. Besar Kemiringan, Arah Kemiringan (Dip,Dip Direction)<br />Misalnya : Sistem azimuth N 145°E/30°, maka penulisan berdasarkan sistem "Dip, Dip deriction ", adalah : 30°, N 235°E.<br />Penggambaran Simbol Struktur Bidang :<br />1. Garis jurus hasil pengukuran diplot dengan tepat sesuai arah pembacaan kompas di titik lokasi dimana struktur bidang tersebut diukur.<br />2. Tanda arah kemiringan digambarkan pada tengah-tengah den tegak lurus garis jurus searah jarum jam atau harga jurus ditambah 90° searah jarum jam. Panjang tanda kemiringan ini kurang lebih sepertiga panjang garis jurus.<br />3. Tulis besar kemiringan pada ujung tanda kemiringan.<br /><br />2.2.3 Cara Mengukur Struktur Bidang dengan Kompas Geologi.<br />1) Pengukuran Jurus<br />Bagian sisi kompas (sisi "E") ditempelkan pada bidang yang diukur. Kedudukankompas dihorisontalkan, ditunjukkan oleh posisi level dari nivo "Mata Sapi" ( Bull's Eye Level ), maka hargayang ditunjuk oleh jarum utara kompas adalah harga jurus bidang yang diukur. Benlah tanda garis pada bidang tersebut sesuai dengan arah jurusnya.<br />2) Pengukuran Kemiringan.<br />Kompas pada posisi tegaktempelkan sisi 'W' kompas pada bidang yang diukur dengan posisi yang tegak lurus jurus pada garis jurus yang telah dibuat pada butir (1). Kemudian Dinometer dieter sehingga gelembung udaranya tepat berada ditengah (Posisi Level). Harga yang ditunjukkan oleh penunjuk pada skala klinometer adalah besarnya sudut kemiringan dari bidang yang diukur.<br />3) Pengukuran Arah Kemiringan.<br />Tempelkan sisi "S" kompas pada bidang yang diukur. Posisikan kompas, sehingga. horizontal (nivo "mata lembu" level), baca angka yang ditunjuk oleh jarum utara kompas. Harga ini merupakan arah kemiringan (dip direction) dari bidang yang diukur.<br /><br />2.2.4 Aplikasi Metode Grafis I untuk Struktur Bidang<br />Aplikasi yang diuraikan disini meliputi pemecahan masalah-masalah struktur bidang, antara lain :<br />1. Menentukan kemiringan semu.<br />2. Menentukan kedudukan bidang dari dua kemiringan semu pada ketinggian yang sama.<br />3. Menentukan kedudukan bidang dari dua kemiringan semu pada ketinggian yang berbeda.<br />4. Menentukan Kedudukan Bidang berdasarkan problems tiga titik (Three Point Problems).<br />Maksudnya menentukan kedudukan bidang dari tiga titik yang diketahui posisi dan ketinggiannya, dimana titik tersebut terletak pada bidang rata yang sama.Dan bidang tersebut tidak terlipat / terpatahkan serta ketiga titik tersebut ketinggiannya berbeda.<br /><br />2.3 Struktur Garis<br />Seperti halnya struktur bidang, struktur garis dalam geologi struktur dapat dibedakan menjadi dua yaitu:<br />• Struktur garis rill adalah struktur garis yang arah dan kedudukannya dapat diamati langsung dilapangan misalnya gores garis yang erdapat pada bidang sesar.<br />• Struktur garis semu adalah semua struktur garis yang arah atau kedudukannya ditafsirkan dari onentasi unsur- unsur struktur yang membentuk kelurusan atau laniasi.<br />Berdasarkan seat pembentukanya struktur garis dapat dibedakan menjadi struktur garis primer dan stn&w garis sekunder dari contoh-contoh struktur garis yang disebutkan diatas yang termasuk struktur garis primer adalah liniasi atau penjajaran mineral - mineral pada batuan beku tertentu ,arah liniasi struktur sedimen dan yang termasuk struktur garis sekunder adalah gores-garis , liniasi memanjang fragmen breksi sesar.garis poros lipatan dan kelurusan -kelurusan topografi, sungai, dsb.<br /><br />Kedudukan struktur garis dinyatakan dengan istilah – istilah:<br />- Arah penujaman (Trend) penunjaman (Plunge).<br />- Arah kelurusan (Bearing) dan Rake atau Pitch.<br /><br />2.3.1 Definisi Istilah – istilah dalam struktur garis.<br />Arah penujaman (Trend) adalah jurus dari bidang vertical yang melalui garis dan menunjukan arah penunjaman garis tersebut ( hanya menunjukkan suatu arah tertentu).<br />Arah kelurusan (Bearing) adalah jurus dari bidang vertical yang melahn gar's tetapi tidak menunjukan arah penunjaman garis tersebut (menunjukkan arah – arah dimana, salah satu arahnaya merupakan sudut pelurusnya).<br />Rake (Pith) adalah besar sudut antara garis dengan garis horisontal, yang diukur pada bidang dimana garis tersebut terdapat besamya rake sama dengan atau lebih kecil 90 .<br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br />Keterangan :<br />A-B : Jurus (Strike) bidang ABCD, diukur terhadap arah utara<br /> : Kemiringan (Dip) bidang ABCD, diukur terhadap arah utara<br />β : Kemiringan Semu (Apparent Dip)<br />O-A : Arah Kemiringan (Dip Direction)<br /><br />Gambar 2.2. Proyeksi Kemiringan dan kemiringan semu<br /><br /><br />2.3.2. Cara Penulisan (Notes) dan Simbol Strukur Garis<br />Untuk menyatakan kedudukan suatu sruktur garis secara, tertulis dan suatu cara penulisan simbol pada peta geologi.<br />Penulisan notes' sruktur garis dinyatakan dengan<br />• "Plunge, Trend ( arah penujaman)".<br />• Sistem Azimuth , hanya mengenal satu penulisan yaitu Y°,N X° E. <br />- Xo adalah "Trend',besarnya = 0° - 360°<br />- Y° adalah "Plunge", besarnya = 0° - 90° (sudut vertikal).<br />• Sistem Kwadran, Penulisan tergantung pada posisi kwadran yang diinginkan sehingga, mempunyai beberapa cara penulisan, misalnya:<br />- Sistem azimuth, 30°,N 45° E, make menurut sistem kwadrannya adalah 45°,N 45° E.<br />- Sistem azimuth, 45°,N 90° E, make menurut sistem kwadrannya adalah 45°, N 90° E, atau 45° S 90°E.<br /><br />2.3.3 Cara Pengukuran Struktur Garis dengan Kompas Geologi<br />a. Pengukuran struktur garis yang mempunyai "Trend”<br />Adapun yang termasuk struktur garis ini adalah gores garis pada bidang sesar, arah arus pembentukan struktur sedimen dan garis sumbu lipatan.<br />• Pengukuran Arah "Trend".<br />1. Tempelkan alat Bantu (buku lapanganl"Dipboard') pada posisi tegak dan sejajar dengan struktur garis yang akan diukur.<br />2. Tempelkan sisi "W' atau "E" kompas pada posisi kanan atau kiri alat Bantu dengan visir kompas ("Sighting Arm") mengarah kepenujaman struktur garis tersebut.<br />3. Levelkan/horisontalkan kompas (Nivo Mata Sapi, dalam keadaan horisontal), make harga yang ditunjuk oleh jarum utara, kompas adalah harga arah penunjamannya ("Trend").<br />• Pengukuran "Plunge" ( Sudut Penunjaman ).<br />1. Tempelkan sisi "W" kompas pada sisi etas alat bantu yang masih dalam keadaan vertikal.<br />2. Levelkan "Dinometer" dan baca besaran sudut vertikal yang ditunjukkan oleh penunjuk pada skala "Dinometer".<br />• Pengukuran "Pitch"( Rake ).<br />1. Buat garis horizontal pada bidang dimana sturktur garis tersebut terdapat (sama dengan jurus bidang tersebut) yang memotong struktur garis yang akan diukur "Rake " -nya.<br />2. Ukur besar sudut lancip yang dibentuk oleh garis horisontal, butir (1) dengan struktur garis tersebut mengguna-k-an busur derajat.<br />b. Pengukuran Struktur Garis yang tidak Mempunyai "Trend"(Horisontal).<br />Adapun yang termasuk dalam struktur garis ini pada umumnya berupa arah¬arah kelurusan (arah limasi fragmen breksi sesar, arah kelurusan sungai, arah kelurusan gawir sesar, d1l). Jadi yang perlu diukur hanya arah kelurusan (bearing) saja.<br />• Pengukuran "Bearing".<br />1. Arah visir kompas sejajar dengan unsur-unsur kelurusan struktur garis yang akan diukurmisalnya sumbu memanjang fragmen breksi sesar.<br />2. Pada posisi butir (1) levelkan kompas (nivo mata sapi dalam keadaan horisontal), make harga yang ditunjuk oleh jarum utara kompas adalah harga arah"Bearing"-nya.<br /><br />2.3.4 Aplikasi metoda grafis I untuk struktur garis<br />Aplikasi yang akan dibahas disini meliputi pemecahan masalah-masalah struktur garis antara lain :<br />1. Menentukan "Plunge" dan "Rake" sebuah garis pada suatu bidang.<br />2. Menentukan kedudukan struktur garis dari perpotongan dua bidang.<br /><br />2.4 Tebal dan Kedalaman<br />Penentuan tebal dan kedalaman dalam geologi struktur pada dasarnya merupakan aplikasi dari metode grafis dan goneometris.<br /><br />2.4.1 Tebal<br />Tebal merupakan jarak tegak lures antara dua bidang yang sejajar, yang merupakan batas lapisan batuan.<br /><br /><br /><br /> <br />Gambar 2.3. Proyeksi Ketebalan <br /><br />Secara garis besar, masalah–masalah penetuan ketebalan dapat dibedakan berdasarkan cara perhitungan nya menjadi :<br />1) Perhitungan berdasarkan pengukuran langsung<br />Perhitungan secara langsung hu dapat dilakukan dilapangan dengan syarat kemiringan lereng tegak lures dengan kemiringan lapisan,seperti :<br />- Medan datar/tak berelief dengan lapisan relatif tegak (Gambar 2.4.1.a).<br />- Medan vertical dengan lapisan relative horizontal, (Gambar 2.4.1.b).<br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br />Gambar 2.4. Pengukuran medan vertical dan horizontal<br /><br />2) Perhitungan berdasarkan pengukuran tidak langsung.<br />Perhitungan secara tidak langsung im dapat dilakukan dengan macam-macam cara tergantung pada<br />1. Keadaan topografi.<br />2. Kedudukan lapisan batuan.<br />Unsur-unsur yang dijumpai dilapangan yang dipakai sebagai data perhitungan geometri adalah:<br />1. Lebar singkapan (s).<br />2. Kedudnkan /kemiringan lapisan batuan (o).<br />3. Besar sudut lintasan arahjums lapisan ().<br />4. Besar sudut kemiringan lereng /slope (β).<br /><br />3) Menentukan Tebal Batuan <br />Diilustrasikan sebagai berikut:<br /> <br />Dimana :<br />w : Tebal Semu <br />o : Dip/Kemiringan Semu<br />β : Slope/ Kemiringan Lereng<br /><br />Dip > Slope<br />Rumus : t = w sin (180o - o – β})<br />t = w sin β<br />t = w cos β<br />Dimana : w = Tebal Semu<br /> o = Dip/Kemiringan Lapisan<br /> β = Slope/Kemiringan Lereng<br /> t = Tebal Sebenarnya<br /><br />2.4 Kedalaman <br />Kedalaman merupakan jarak vertical dari ketinggian tertentu (permukaan air laut) ke arah bawah terhadap suatu titik, garis atau bidang. <br /><br /> <br />Gambar 2.6. Proyeksi Kedalaman<br /><br />Secara, garis besar, masalah – masalah penentuan kedalaman dapat dibedakan /dibagi berdasarkan cara perhitungan nya menjadi :<br />1. Perhitungan berdasaarkan pengukuran tegak lurus jurus lapisan.<br />2. Perhitungan berdasarkan pengukuran tidak tegak lurus jurus lapisan. <br /><br />2.4.1 Pengukuran kedalaman pada, arah lintasan tegak lurus jurus lapisan<br />1. Medan datar/topografi tidak berelief<br />d = 1 tg o<br /> keterangan :<br />d : Kedalaman<br />I : Panjang lintasan pengukuran<br /><br /><br />2. Medan /topografi dengan slope<br />a. Dip searah dengan slope.<br />d = I (cos βo. tg o - sin βo) (Gambar 2.4.3)<br />b. Dip berlawanan dengan slope.<br />d = I (cos βo . tg o + sin βo) (Gambar2.4.4)<br /><br /><br /><br />2.4.2 Pengukuran kedalaman pada arah tidak tegak lurus jurus lapisan<br />a. Dip searah dengan slope<br />d = I (tg o. cos βo. - sin o – sin βo)<br />b. Dip berlawanan dengan slope<br />d = I (tg o. cos βo. - sin o + sin βo)<br /><br /><br />2.5 Pola Singkapan dan Peta Geologi<br />Pola singkapan adalah suatu bentuk penyebaran batuan dan struktur yang tergambarkan dalam peta geologi .<br />Peta geologi adalah suatu peta yang menggambarkan keadaan geologi daerah tersebut, meliputi penyebaran batuan (litologi), penyebaran struktur dan bentuk morfologinya.<br />Besar dan bentuk dari pola singkapan tergantung dari beberapa hal, yakni:<br />1. Tebal lapisan.<br />2. Topografi/morfologi.<br />3. Besar kemiringan (Dip) lapisan.<br />4. Bentuk struktur lipatan.<br /><br />Hukum " V" (V Rule)<br />Hubungan antara lapisan yang mempunyai kemiringan dengan bentuk topografi berelief akan menghasillcan .suatu pola singkapan yang beraturan, diamana aturan tersebut dikenal dengan hukum "V". Aturan-aturan tersebut adalah sebagai berikut :<br />a) Lapisan horizontal akan membentuk pola singkapan yang mengikuti pola garis kontur.<br />b) Lapisan dengan kemiringan yang berlawanan dengan arah kemiringan lereng maka kenampakan lapisan akan memotong lembah dengan pola singkapan membentuk huruf "V" yang berlawanan dengan arah kemiringan lembah.<br />c) Pada lapisan tegak akan membentuk pola singkapan berupa garis lurus dimana pola singkapan ini tidak dipengaruhi oleh keadaan topografi.<br />d) Lapisan yang miring searah dengan arah kemiringan lereng dimana kemumgan lapisan lebih besar danpada kemiringan lereng akan membentuk pola smgkapan dengan huruf "V" mengarah sama (searah) dengan arah kemiringan lereng.<br />e) Lapisan dengan kemiringan yang searah dengan kemiringan lereng dimana besar kemiringan lapisan lebih kecil dari kemiringan lereng , maka pola singkapannya akan membentuk huruf "V" yang berlawanan dengan arah kemiringan lereng /lembah.<br />f) Lapisan yang kemiringan nya searah dengan kemiringan lembah dan besarnya kemiringan lapisan sama dengan kemiringan lereng/lembah maka pola singkapan tampak .<br /><br /><br /><br />2.5.1 Metoda Pembuatan Pola Singkapan dan Peta Geologi<br />Dalam pembuatan peta geologi, dilakukan dengan cara mengamati singkapan-singkapan batuan yang dijumpai. Pengamatan singkapan batuan biasanya dilakukan dengan mengambil jalur disekitar aliran sungai disepanjang aliran sungai inilah dapat dijumpai smgkapan batuan dengan baik.<br />Pengamatan yang dilakukan meliputi jenis batuan, penyebaran, kedudukanya, hubungan antar satuan (litologi), strukturnya (baik struktur primer maupun skunder).<br />a) Data singkapan dari flap lokasi pengamatan diplotkan pada peta dasar (peta topogmfi) berupa simbol, tanda, warns.<br />b) Batas litologi, garis sesar, sumbu lipatan dapat berupa garis penuh (tegas) bila diketahui dengan pasti atau berupa garis putus-putus jiak diperkirakan.<br />c) Legenda peta diurutkan sesuai dengan urutan stratigmfi (hukum superposisi).<br />d) Penyebaran satuan batuan (pola singakapannya dapat ditarik batasnya diantara satuan batuan yang berlamw dengan memperhatikan hukum "V". <br /><br />2.5.2 Pembuatan Penampang Geologi<br />Suatu gambaran yang memperlihatkan keadaan geologi secara vertical, sehingga diketahui hubungan satu dengan lamnya. Dalam pembuatan penampang geologi dipilih suatu jalur tertentu sedemikian rupa, sehingga dapat memperlihatkan dengan jelas semua keadaan geologinya secara vertikal. Dalam hal ini dipilih atau dibuat suatu jalur yang arahnya tegak lurus terhadap jurus umum lapisan batuan, sehingga dalam penampang akan tergambarkan keadaan kemiringan lapisan yang asli (true dip).Namun pembuatan penamapang terkadang jugs melalui jalur yang tidak tegak lurus terhadap jurus lapisan batuan maka disini penggambaran besar kemiringan lapisan nya adalah merupakan kemiringan lapisan semu (apparent dip) yang besarnya sesuai dengan arah sayatan terhadap jurus lapisan batuan.<br />Rekonstruksi :<br />a) Perhatikan arah sayatan penampang terhadap jurus umum lapisan (tegak lurus atau tidak).<br />b) Buat "base line" yang panjangnya sama dengan panjang garis penampang peta geologi.<br />c) Buat "end line" dan berikan angka – angka yang menunjukan ketinggian sesuai dengan skalanya.<br />d) Buat "profile line" dengan cara mengeplot ketinggian garis kontur yang terpotong garis penampang, dan kemudian hubungkan.<br />e) Gambarkan keadaan geologinya, meliputi batas lapisan, batas struktur dan lainnya, yang terpotong oleh garis penampang.<br /><br />2.6 Metoda Statistik<br />Metoda, statistik, yakni suatu metoda, yang diterapkan untuk mendapatkan kisaran harga rata – rata atau harga maksimum dari sejumlah data acak satu jenis struktur . dari sim kemudian dapat diketahui kecenderungan – kecenderungan, bentuk pola, ataupun kedudukan umum dari jenis struktur yang sedang dianalisa .<br />Metoda, statistik yang sering atau umum dipakai dalam kegiatan analisa struktur, terdiri dari 2 (dua) metoda, yang pengelompokannya, didasarkan etas banyaknya parameter yang akan diketahui hasil statistiknya. <br />Metoda statistik dengan satu, parameter yakni pembuatan diagram yang didasarkan atas, sejumlah data struktur yang hanya, memiliki satu, parameter saja.<br />Metoda statistik dengan dua parameter yakm pembuatan diagram --diagram, bedasarkan sejumlah data struktur yang memiliki parameter.<br /><br />2.6.1 Diagram Kipas<br />Tujuan diagram ini dimaksudkau untuk mengetahui arah kelurusan umum dari unsur – unsur struktur yang data-datanya, hanya, terdiri dari satu unsure pengukuran.<br />Tabulasi data - data pengukuran yang terkumpul dimasukan kedalam suatu. table (tabulasi data),dengan tujuan untuk mempermudah proses dalam pembuatan diagramnya. Dalam hal ini jumlah data tidak terdapat batasan mengenai banyak nya data yang harus dikumpulkan. Semakin banyak data lapangan dalam analisa, make hasilnya akan mendekati keadaan sebenarnya.<br /><br /><br />Pembuatan Diagram Kipas<br />Dari pemasukan data-data pengukuran kedalam data suatu tabel diperoleh harp prosentase maksimum 24%. Harga ini dipakai sebgai patokan untuk menetukan panjang jari –jari diagram setengah lingkaran .<br />Panjang jari–jari Dari harga maksimum 24% = 6 cm. kemudian panjang jari–jari tersebut dibagi enam , sehingga, setiap satu, interval berharga, 4%. Selanjutnya dari setiap interval dibuat busurnya, dengan pusat titik nol dan panjang jari–jari sama, dengan interval yang bersangkutan. kemudian bagilah sisi paling luar dari busur sesuai dengan pembagian arahnya. Melalui pembagian interval tersebut tariklah garis- garis kearah pusat busur.<br /><br />2.6.2. Diagram roset.<br />Tujuan diagram ini dimaksudkan untuk mengetahui arah kelurusan umum dari unsur – unsur struktur yang data – datanya hanya memiliki satu pengarahan.<br />Tabulasi data –data pengukuran lapangan yang terkumpul dimasukan kedalam suatu table dengan tujuan untuk mempermudah pembuatan diagramnya. <br /><br />Pembuatan diagram roset<br />Pada prinsipnya cara pembuatan diagram roset ini sama dengann cara pembuatan diagram kipas . perbedaanya hanya terletak pada bentuknya, diagram kipas berbentuk setengah lingkaran sedangkan diagram roset merupakan lingkaran penuh.<br /><br />2.7 Kekar<br />Suatu rekahan yang relative tanpa mengalami pergesaran pada bidang rekahannya . penyebab tedadinya kekar dapat disebabkan oleh gejala tektonik maupun non tektonik. Klasifikasi kekar ada beberapa macam, tergantung dasr klasifikasi yang digunakan, diantaranya :<br />a) Berdasarkan bentuknya.<br />b) Berdasarkan ukurannya.<br />c) Berdasarkan kerapatannya.<br />d) Berdasarkan cara terjadinya (genesanya).<br />2.7.1 Klasifikasi kekar berdasarkan genesanya<br />a. Shear joint (kekar gerus), tedadinya akibat adanya tegasan tekanan (compressive stress).<br /><br /> <br />Gambar 2.8. Kekar Gerus<br /><br />• Tanda-tanda untuk mengetahui kekar genus ini<br />- Bidang kekar rata (lurus)<br />- Adakala terdapat struktur "Pumice" akibat pergeseran yang sangat kecil.<br />- Bidang kekar rata dan rapat, tak ada pengisian walau memotong batuan yang bermacam-macam maka dibidangnya tetap rata.<br /><br />b. Kekar tegangan (Tension joint) atau kekar tarik adalah kekar yang terjadi karena gaya tarik (tension) diman kekamya tegak lurus dengan gaya pembentuknya.<br /> <br />Gambar 2.9. Kekar Tarik<br />• Tanda-tanda kekar tarik di lapangan<br />- Sifatnya membuka<br />- Biasanya rekahanya terisi dengan batuan lain<br />- Bidang kekar tidak rata, sehingga jika memotong permukaan akan berupa garis yang tidak lurus.<br />Tension joint (tension stress), dibedakan atas ;<br />a. Extension joint, terjadi akibat pemekaran atau tarikan. <br />b. Release joint, terjadi akibat berhentinya gaya yang berkerja.<br /><br />2.7.2. Analisa Kekar<br />Secara skematis prosedur analisanya dalah sebagai berikut : Pengumpulan atau pencataan data – pengelompokan data- penyajian data- analisa data- interpretasi- diskusi.<br />Untuk analisa data , digunakan metoda statistic yang dilakukan dengan: <br />a. Diagram kipas.<br />- Pita radial.<br />- Garis radial.<br />b. Histogram.<br />Diagram kontur, dengan mengunakan proyeksi streografi dan proyeksi kutup.<br />Tujuan analisa : <br />- Menentukan kedudukan atau arah umum dari kekar.<br />- Menentukan arah umum dari gaya utama.<br /><br />2.8 Sesar<br />Suatu, bidang rekahan atau zona rekahan yang telah mengalami pergeseran. Beardasarkan tipe gerakannya secara umum dibedakan atas :<br />a. Sesar translasi, yaitu jenis sesar yang pergeseranya sepanjang garis lurus.<br />b. Sesar rotasi , yaitu jenis sesar yang pergeseranya, mengalami perputaran/ terputar.<br />Sifat pergeseran sesar dapat separation ( pergeseran semu) dan slip pergeseran relative) :<br />a. Separation jarak adalah tegak lurus antara dua bidang yang tergeser dan diukur pada bidang sesar.<br />b. Slip adalah pergeseran relative pada sesar , diukur dari blok 1 ke blok lamnya, merupakan pergesaran titik - titik yang sebelumnya berimpit. Total pergeseran relatifnya disebut dengan net — slip.<br />Unsur-unsur / istilah dalam sesar :<br />a. Bidang sesar , yaitu, suatu, bidang sepanjang rekahan dalam batuan yang tergeserkan.<br />b. Dip sesar, yaitu sudut antara, bidang sesar dengan bidang horisontal dan diukur tegak lurus jurus sesar. Strike dan dip sesar menunjukkan kedudukan dari bidang sesar.<br />c. Hade yaltu sudut antara, garis vertikal dengan bidang sesar, dan merupakan penyiku dari dip sesar.<br />d. Thrue , yaitu komponen vertikal dari slip / speration diukur pada bidang vertikal yang tegak lurus jurus sesar.<br />e. Heave, yaitu komponen horisontal dari slip / separation , diukur pada bidang vertical yang tegak lurus, jurus sesar.<br />f. Hanging wall dan foot wall yaitu blok yang terletak diatas bidang sesar dan dibawah bidang sesar.<br /><br /> <br />Gambar 2.10. Struktur Sesar.<br /><br />2.8.1 Klasifikasi bidang sesar<br />Penamaan dari suatu sesar adalah tergantung dari dasar klasifikasi yang digunakan, diantara sebagai berikut :<br />Berdasarkan orientasi pola tegasan utama yang menyebabkannya<br />a. Thrust fouls, jika tegasan utama maksimum dan intermediate adalah horisontal.<br />b. Normal fault, jika pola tegasan utama maksimum adalah vertikal.<br />c. Wrench fault (strek slip fault), jika pola tegasan utama maksimum dan minimum adalah horisontal.<br /><br />2.9 Lipatan<br />Merupakan basil perubahan bentuk dan suatu bahan yang ditunjukkan sebagai lengkungan atau kumpulan dan lengkungan pada unsure garis atau bidang di dalam bahan tersebut.<br />Mekanisme gaya yang menyebabkannya ada dua macam :<br />a. Buckling (melipat) disebabkan oleh gaya tekan yang arahnya sejajar dengan permukaan lempeng.<br />b. Bending (pelengkungan), disebabkan oleh gaya tekan yang aralmya tegak lurus permukaan lempeng.<br />Berdasarkan proses lipatan dan jenis batuan yang terlipat dapat di bedakan menjadi 4 macaw lipatan, yaitu :<br />a. Flexur /Competent Folding termasuk di dalamnya Parallel Fold.<br />b. Flow /Incompetent Folding termasuk di dalamnya Similar Fold. <br />c. Shear folding.<br />d. Aexure and flow folding.<br /><br />2.9.1. Unsur-unsur lipatan <br />a. Antiklin adalah unsur shuktur lipatan dengan bentuk convex keatas dengan urutan lipatan batuan yang tua di bawah dan yang muda diatas.<br />b. Sinklin adalah unsur struktur lipatan dengan bentuk concave keatas dengan uratan lapisan batuan yang tua dibawah dan yang muda di etas.<br />c. Antiform adalah unsur shuktu lipatan seperd antil-din dengan lipatan batuan yang tua diatas dan yang muda di bawah.<br />d. Sinform adalah unsur struktur lipatan seperd sinklin dengan lapisan batuan tua diatas dan yang muda di bawah.<br />e. Hinge adalah pelenkungan maksimum dari lipatan<br />f. Crest adalah puncak titik tertinggi dari lipatandil.<br /><br /><br /> <br /><br />Gambar 2.11. Struktur Lipatan<br /><br />2.9.2 Klasifikasi lipatan<br />Untuk menamakan suatu lipatan harus sesuai dengan klasifikasi yang sudah ada, yang mane klasifikasi tersebut ada bermacam-macam tergantung dari dasar yang di gunakan.<br /><br />2 9.3 Analisa Lipatan<br />Analisis lipatan dilakukan untuk mengetahui arah lipatan, kedudukan bidang sumbu dan garis sumbu, bentuk lipatan,penunjaman dan pole tegasan yang berpengaruh terhadap pembentukan lipatan.<br />Untuk struktur lipatan yang ben&uran kecil (mikro) dan bentuk tiga dimensi dapat ditaksirkan, analisanya dilakukan dilapangan dengan cara mengukur langsung unsur-unsurnya (kedudukan garis-garis sumbu bentuk lipatan, dan arah penunjaman).<br />Untuk lipatan berskala besar (mayor fould) dimana sexing bentuk utuhnya tidak teramati secara langsung atau struktur lipatan itu sudah terkikis make terhadapnya dilakukan analisis yang berdasarkan pada :<br />a. Mengukur kedudukan struktur bidang yang terlipat, yakni bidang perlapisan (bedding or lentation) pada batuan sediment dan bidang-bidang foliasi pada batuan metamorf.<br />b. Mengukur kedudukan "deavage" (deavage orientation) yakni rekahan yang bervariasi sejajar dan umumnya sejajar pula dengan kedudukan bidang sumbu lipatan ( axial plane deavages ).<br />c. Mengukur bidang-bidang dan garis-garis sumbu lipatan-lipatan kecil Hinge lines of small fold).<br />b. Mengukur perpotongan bidang-bidang perlapisan dengan "deavage" (deavage bedding intersection).<br /> <br />BAB III<br />PENUTUP<br /><br />3.1 Kesimpulan<br />Dari pelaksanaan praktikum geologi struktur dapat disimplkan bahwa :<br />1. Geologi struktur adalah studi mengenai distribusi tiga dimensi tubuh batuan dan permukaannya yang datar ataupun terlipat, beserta susunan internalnya.<br />2. Unsur-unsur struktur secara geometris pada dasarnya hanya terdiri dari dua unsur geometris yaitustruktur bidang dan struktur garis dimana struktur bidang terdiri dari Bidang perlapisan kekar, sesar, foliasi dan sumbu perlipatan sedangkan struktur garis terdiri dari gores-garis, perpotongan dua bidang, liniasi dan lain-lain.<br />3. Struktur geologi perlu di pelajari karena pada daerah ini merupakan tempat terperangkapnya mineral-mieral berharga.<br />4. Pola singkapan adalah suatu bentuk penyebaran batuan dan struktur yang tergambarkan dalam peta geologi.<br />5. Besar dan bentuk dari pola singkapan tergantung dari beberapa hal, yakni:<br />• Tebal lapisan.<br />• Topografi/morfologi.<br />• Besar kemiringan (Dip) lapisan.<br />• Bentuk struktur lipatan.<br />6. <br /><br />3.2 Saran<br />Berdasarkan dari keseluruhan pertemuan dan pelaksanaan praktikum, baik indoor maupun out door, penulis menyarankan agar pelaksanaan praktikum selanjutnya dapat lebih baik lagi, yaitu persediaan peralatan-peralatan lapangan agar dapat diperbanyak dan diperbaharui sehingga membuat mahasiswa lebih terampil dan mahir dalam pengaplikasian di lapangan, serta untuk pelaksanaan praktikum di lapangan (out door) lebih ditingkatkan lagi, mengingat kegiatan praktikum di lapangan lebih aplikatif.Kuliah D3 Fatekhttp://www.blogger.com/profile/00648521442957317360noreply@blogger.com1tag:blogger.com,1999:blog-2692759167563707489.post-12007058400809270092009-07-07T03:55:00.000-07:002009-07-19T06:14:47.758-07:00dasar teori praktikum ilmu ukur tanah<span style="font-weight:bold;">BAB II<br />DASAR TEORI</span><br />Dalam pekerjaan pengukuran progress mining atau survey perlu digunakan alat-alat untuk mempermudah penyelesaian pengambilan data-data. Jenis alat yang digunakanpun sangat mempengaruhi kecepatan dan ketepatan dalam peker jaan tersebut. Alat yang umum digunakan dalam pengukuran ini adalah theodolite.<br />2.1. Peralatan Pengukuran<br />2.1.1 Theodolite<br />Secara garis besar theodolit terbagi 2<br /> Theodolit bagian atas, terdiri dari :<br />1. Plat atas yang langsung dipasang pada sumbu vertical<br />2. Sumbu HOR<br />3. Nivo tabung<br />4. Telescop (teropong)<br />Pada teropong ini terdapat dua lensa, depan yang disebut lensa objektif dan belakang yang disebut lensa okuler, dimana kedua lensa diletakkan sedemikian rupa sehingga sumbu optisnya berimpit. Agar teropong bisa digunakan sebagai alat bidik pada bagian belakang dilengkapi dengan dua garis salib sumbu yang terbuat dari benang laba- laba atau dengan cara digoreskan pada kaca. Garis salib sumbu biasanya berupa garis tegak dan tiga garis mendatar yang biasanya digunakan untuk pembacaan.<br /> Theodolit bagian bawah, terdiri dari<br />1. Plat bawah<br />2. Lingkaran horizontal<br />3. Tabung sumbu luar dari sumbu vertical<br />4. Sekrup pengikat datar ( penyetel nivo)<br />5. Statip atau tripot atau kaki tiga yang berguna untuk menyangga theodolit<br />6. Centring.<br />2.1.1.1. Bagian – bagian dari theodolit dan kegunnannya<br />A. Tombol Focus yang berguna untuk memper jelas objek yang dituju<br />B. Nivo<br />Pada alat theodolit biasanya terdapat dua buah nivo yaitu nivo kotak yang terletak dibawah dan nivo tabung yang terletak diatas dimana nivo sendiri berfungsi untuk mengetahui kedudukan theodolit dalam keadaan waterpas dari kedua arah.<br />1. Teropong kecil untuk melihat bacaan horizontal dan vertical<br />Biasanya terletak disebelah kanan dari teropong besar yang berguna untuk membaca sudut horizontal dan vertical.<br />2. Mikrometer<br />Alat ini terletak pada bagian kanan atas dari theodolit yang berguna untuk mempaskan bacaan sudut horizontal dan vertical dengan cara diputar kedepan atau kebelakang agar sudut horizontal dan vertical pas pada pembacaan sudut.<br />3. Centring<br />Berguna untuk melihat posisi alat apakah sudah tepat berada diatas patok. ¬Pada alat model lama tidak ada centringnya masih menggunakan unting¬unting yang dihubungkan dengan benang dan digantung di bawah alat ukur.<br />4. Statip<br />Berfungsi menopang alat ukur theodolit agar ketinggiannnya sesuai dengan ketinggian pembacanya dimana kaki statip bisa digerakkan naik tunin.<br />5. Bak atau Rambu<br />Berupa garis garis yang tebalnya 1 cm yang berguna untuk menghitung jarak yang diukur yaitu jarak antara alat berdiri dengan bak yang menghasilkan jarak miring.<br /><br /><a onblur="try {parent.deselectBloggerImageGracefully();} catch(e) {}" href="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEida0Ag9E7g-Z7jwmP2tlcgL3t2nDZtPWiF-C-qAP9t6jb42oBerQKbCd_g0V_46Syr1u9O4icESPg5glseI4e2L3AZTDpvo5BVMTEkdyAHXhPR3Cba305Mek15rbQeMFk0ZGN0_pOn21k/s1600-h/rambu+ukur.jpg"><img style="display:block; margin:0px auto 10px; text-align:center;cursor:pointer; cursor:hand;width: 150px; height: 320px;" src="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEida0Ag9E7g-Z7jwmP2tlcgL3t2nDZtPWiF-C-qAP9t6jb42oBerQKbCd_g0V_46Syr1u9O4icESPg5glseI4e2L3AZTDpvo5BVMTEkdyAHXhPR3Cba305Mek15rbQeMFk0ZGN0_pOn21k/s320/rambu+ukur.jpg" border="0" alt=""id="BLOGGER_PHOTO_ID_5355673396977005842" /></a><br /><br />Gambar 2.1. Bak Rambu Ukur<br /><br />2.1.1.2 Pemasangan theodolit dan Pembacaan Alat Ukurnya :<br /> Sebelum theodolit digunakan harus distel terlebih dahulu agar posisi theodolit bisa waterpas atau level kesegala arah dan cara penggunaannya sebagai berikut :<br />Sebelum alat dikeluarkan dari tempatnya maka harus diperhatikan terlebih dahulu posisi alat tersebut pada tempatnya, karena dikhawatirkan apabila tidak diperhatiakan posisinya,, setelah dipakai dan akan disimpan kembali akan mengalami kesulitan . Untuk mempermudah pada setiap alat pasti ada tandanya berupa titik merah atau hitam dan biasanya kedua titik tersebut dalam keadaan sejajar bila akan dimasukkan pada tempatnya. Setelah posisi tandanya sudah kita perhatikan lalu letakkan pesawat diatas statip atau kaki tiga lalu diikat dengan baut yang ada pada statip. Setelah pesawat tereikat dengan sempurna pada statip baru pesawat yang sudah terikat pada statip diangkat dan diletakkan diatas patok yang sudah ada pakunya.<br />Pertama tancapkan salah satu kaki di tripod sambil tangan dua memegang kedua kaki di tripod lihat paku dibawah dengan bantuan centring, setelah paku terlihat baru kedua kaki yang kita pegang ditaruh pada tanah (kalau sudah mahir tanpa melihat centring sudah bisa menentukan posisi alat sudah tepat diatas patok atau palu (walaupun tidak pas). Setelah statip ditaruh semua dan patok serta pakunya sudah kelihatan (walau tidak tepat) baru diinjak ketiga kaki di statip agar posisinya kuat menancap ditanah dan alat tidak mudah digoyang . Setelah posisi statip kuat dan tidak goyang barulah dilihat paku lowat centring, apabila paku tidak tepat maka kejar pakunya dengan menggunakan sekrup penyetel sambil melihat centring, karena dengan memutar sekrup penyetel. lingkaran petunjuk yang ada pada centring akan berubah dan arahkan lingkaran tersebut pada paku yang ada dipatok. Setelah itu barulah dilihat nivo kotak¬(bagian bawah). <br /> Apabila nivo mata sapinya tidak ada ditengah maka posisi alat dalam keadaan miring. Untuk melihat dimana posisi alat yang lebih tinggi maka lihat gelembung yang ada pada nivo kotak apabila nivo mata sapinya ada di Timur maka posisi alat tersebut lebih tinggi disebelah Timur (kaki sebelah Timur dipendekkan atau yang sebelah Barat dinaikkan ). Setelah posisi gelembung pads nivo kotak ada ditengah maka alat sudah dalam keadaan waterpas (walau masih dalam keadaan kasar), untuk menghaluskan agar posisinya lebih level maka gunakan nivo tabung caranya : karena dibawah alat theodolit terdapat tiga sekrup penyetel maka sebut saja sekrup A, B, C. Pertama sejajarkan nivo tabung dengan kedua sekrup penyetel (bebas dan tidak terikat harus sekrup yang mana). Misalnya saja A dan B, setelah itu baru dilihat posisi gelembungaya. Apabila tidak ditengah maka posisi alat tersebut belum level maka harus ditengahkan dengan menggunakan sekrup A dan B (kalau belum mahir disarankan untuk menggunakan satu sekrup saja A atau B karena dikhawatirkan sekrup yang A akan menarik nivo kekiri dan sekrup yang B akan menarik nivo tabung kekanan ). Setelah nivo tabung ada ditengah baru diputar 90° atau 270° dan nivo tabung ditengahkan dengan menggunakan sekrup yang C, setelah ditengah berarti posisi nivo tabung dan kotak sudah sempurna dan keduanya ada ditengah. Setelah itu baru dilihat centring apabila paku sudah tepat pada lingkaran kecil berarti alat tersebut sudah tepat diatas patok apabila belum tepat maka alat harus digeser dengan cara mengendorkan baut pengikat yang berada dibawah alat ukur. Setelah kendor geser alat tersebut agar tepat di atas paku. Perlu diingat untuk merubah posisi alat agar tepat diatas paku harus digeser sekali lagi digeser dan jangan diputar, sebab kalau diputar posisi nivo pasi akan berubah banyak. Setelah posisi alas tepat diatas patok maka pengaturan nivo tabung diulangi seperti semula sehinga posisinya ditengah lagi, seperti pada waktu penyetelan pertama. Setelah itu baru angka bacaan pada Skala horizontal disetel dan diatur pada angka 000'0" dan selanjutnya sejajarkan arah teropong, dan arah Utara dengan menggunakan kompas arah, setelah itu di ukur tingginya alat dan alat siap digunakan.<br /> 2.1.1.3 Pembacaan Mistar<br />Dalam pengukuran dengan menggunakan theodolit data yang diperleh salah satunya adalah jarak. Jarak ini didapat dengan pembacaan Benang Atas (BA), Benang Tengah (BT) dan Benang Bawah (BB).<br />Contoh : BA = 1750<br />BT = 1500<br />BB = 1250<br />Untuk mengetahui bacaan rambu salah atau benar dapat dicek dengan menggunakan rumus :<br />(BA +BB = BT)/2<br />BB + BA = 2BT<br />BB = 2BT – BA<br />BA = 2BT – BB<br />Contoh :<br />Diketahui, benang atas 1750 mm, benang bawah 1250<br />Jadi benang tengah =(1750 + 1250)/2 = 1500<br /><br /><br /><br />Dalam hal ini Benang Tengah diusahakan menggunakan bilangan bulat. Contoh 1500, 1450, 1520, 1480 karena dengan dibulatkan akan memudahkan dalam perhitungan selanjutnya. Hasil dari (BA – BB) x 100 merupakan Jarak Miring. <br />2.1.1.4 Koreksi Sudut Horizontal dan Vertical ( biasa dan luar biasa)<br />Dalam pembacaan sudut baik yang horizontal maupun vertiakal ada koreksinya- Cara pengkoreksiannya adalah dengan pembacaan luar biasa. Setelah theodolit tepat pada posisi yang dituju maka dibaca sudut horizontal maupun yang vertical.<br />Contoh :<br />Sudut Horizontal 179°37'28" (biasa)<br />Sudut vertikal 93°28 48 " (biasa)<br />Maka untuk mendapatkan pembacaan luar biasa alai theodolit kita putar 180°secara horizontal dan teropong diputar 180° secara vertical maka akan didapat bacaan sebagai berikut :<br /><br /><br />Sudut Horizontal 359°37'10"( luar biasa) 266°31'03"( luar biasa) Hasilnya 359037'10" 93°28'48"<br />179°37'28" - 266°31'03" +<br />179059'42" 359°59'51 "<br />Kalau hasilnyu baik untuk pembacaan sudut horizontal luar biasa- sudut biasa = 180°. Sedang untuk koreksi pembacaan sudut vertikal biasa dan luar biasa maka sudut biasa + luar biasa = 360°. Koreksi yang diijinkan adalah 200 dan apabila koreksinya > 20° maka alat survey tersebut harus dikalibrasi. Setelah itu baru angka bacaan pada skala, horizontal distel dan ddiatur pada angka 0°0'0" dan selanjutnya sejajarkan arah teropong dan arah Utara dengan menggunakan kompas arah Setelah itu diukur tingginya alat dan alat siap kerja.<br />2.2 . Pengukuran. (Survey)<br />2.2.1. Survey Original<br />Dalam kegiatan penambangan sebelum dimulai kegiatan yang lainnya, maka terlebih dahulu akan dilakukan kegiatan survey original yang bertujuan untuk menggambarkan keadaan permukaan tanah yang belum berubah karena belum ada kegiatan penambangan. Survey original sebagai acuan untuk perhitungan volume progress. Dalam pekerjaan survey original atau progress digunakan sistem line, dimana jarak dan data yang dihasilkan dari pengukuran ini adalah jarak miring dan beda tinggi dan selanjutnya akan diketahui jarak datar dan beda tinggi dari rumus tersebut diatas. Sebelm survey original dimulai biasanya terlebih dahulu dilakukan kegiatan clearing agar mempermudah pekerjaan survey original . Hasil dari perhitungan original berupa potongan melintang dimana setelah peta selesai barulah pekejaan penambangan dapat dilakukan.<br />2.2.1.1 Pengukuran (survey) original<br />Cari atau tentukan titik dipatok simpanan pada lahan yang belum ditambang karena biasanya surveyor pasti mempunyai simpanan titik atau patok yang disimpan didalam hutan agar tidak hilang dan tidak dicabut . Setelah itu baru ditarik pada daerah yang akan dikembangkan dan dipasangi patok dengan jarak tiap 10m dan patok tersebut didirikan alat dan dihitung jaraknya. Didirikan alat pada patok-patok yang jaraknya kelipatan 10, akan didirikan alat untuk menembak kiri dan kanan dengan menggunakan rambu untuk mengetahui jarak maupun beda tinggi.- Dengan data original dapat digunakan untuk menggambar propil melintang dari daerah yang diukur. Kegiatan ini merupakan dasar atau acuan untuk menghitung progress setelah tambang dikerjakan.<br />3.2.2 Pengukuran (Survey) Progress<br />Survey progress adalah survey yang diakukan setiap bulan yang bertujuan untuk menghitung berapa volume overburden (lapisan tanah penutup) yang telah diambil dan dipindahkan dari lokasi tambang yang akan diambil batubaranya ketempat lokasi yang tidak ada batubaranya (disposal area). Dari basil survey progress digunakan untuk menghitung berapa uang yang dibayarkan dari pemilik lahan (owner) kepada kontraktor. Mengingat pentingnya pekerjaan survey progress maka biasanya dilakukan oleh dua team survey yaitu kontraktor dan owner. Hasil perhitungan kedua team survey akan dibandingkan dan dirata--ratakan. Data yang diperoleh dan pengukuran survey progress adalah jarak datar, Beda Tinggi dan data ini akan diplotkan pada peta yang sebelumnya sudah diplotkan data original pada line yang sama.<br />2.2.2.1 Cara Pengukuran Survey Progress<br />Metode pengukuran progress yang dilakukan pads PT. Alas Watu Utama adalah menggunakan sistem penampang melintang atau sistem line dengan jarak antar line adalah 10 m. Untuk mempermudah perhitungan line-line tersebut dibuat pada angka kelipatan 10, sedangkan arahnya tidak terikat dan tinggal mengikuti survey yang sudah dilakukan sebelumnya baik itu arah Timur Barat atau Utara Selatan. Pertama cari dua buah titik simpanan yang masih baik. Contoh titik D 340 dan E 340 (biasanya disimpan di hutan, agar tidak terganggu ). Salah satu dititik -tersebut dijadikan untuk mendirikan alat dan satunya untuk back sigh. Dari kedua titik tersebut tarik titik ketempat lokasi dimana pada lokasi tersebut banyak terjadi perubahan karena diambil lapisan atasnya atau overburden selama satu bulan. Dari tarikan tersebut dibuat baseline dimana jarak tiap- tiap baseline 10 m. Dari baseline tersebut didirikan alat satu persatu untuk mengambil detail baik kearah 900 atau 2700 dimana detail-detail tersebut diplot gambar- gambarnya yang akan dijadikan acuan dalam menghitung luas areal tersebut . Hasil perhitungan luas dijumlahkan dan dikalikan dengan 10 m (jarak antar line) yang akan menghasilkan volume.<br /><br /><a onblur="try {parent.deselectBloggerImageGracefully();} catch(e) {}" href="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEhTJ0GcOWSwQF8tHHTWNu6BbJimZ5wqpBPlZb0gZkAbYc8hK9AIZHdjaeueFCpC7FdyFHwGYgsSv_qraA_M5TNxS0DiTNxT2FuecBKOMaU2y75NveMRXhGzb-nH4-CHxDcmlLe5gwp1-04/s1600-h/baseline.jpg"><img style="display:block; margin:0px auto 10px; text-align:center;cursor:pointer; cursor:hand;width: 320px; height: 234px;" src="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEhTJ0GcOWSwQF8tHHTWNu6BbJimZ5wqpBPlZb0gZkAbYc8hK9AIZHdjaeueFCpC7FdyFHwGYgsSv_qraA_M5TNxS0DiTNxT2FuecBKOMaU2y75NveMRXhGzb-nH4-CHxDcmlLe5gwp1-04/s320/baseline.jpg" border="0" alt=""id="BLOGGER_PHOTO_ID_5355674315524625954" /></a><br /><br />Gambar 2.2. Contoh Pembuatan Baseline<br />Dalam pengambilan data, daerah yang diukur adalah seluruh daerah Yang berubah, cara pengambilan data harus mengikuti lekuk- lekuk permukaan tanpa harus ada yang terlewati.<br />2.2.3 Arah<br />Dalam pekeerjaan survey, baik untuk survey geologi, pemetaan topografi. situasi maupun untuk survey progress, arah atau azimuth merupakan hal yang harus dicari dilapangan. Ada dua cara untuk mencari arah :<br />1. Dengan cara setiap alat berdiri, arah Utara disejajarkan dengan 00 pada piringan skala HOR. Kelebihan dari cara ini tidak perlu menghitung besarnya sudut dari titik-titik yang ditembak karena begitu ditembak skala horizontal sudah menunjukan arah sebenarnya. Sedangkan k-ekurangannya adalah pada setiap berdiri alat harus mensejajarkan arah Utara dengan arah 0° pada alat. Dengan demikian setiap berdiri alat harus memasang kompas arah, dan mensejajarkan arah Utara dengan 0° pada piringan skala horizontal. Seperti diketahui magnet pada kompas arah peka sekali terhadap bahan logam atau besi, sedangkan disekitar alat banyak perangkat survey terbuat dari besi misalnya parang, tongkat payung dan lain- lain. Jadi dengan demikian benda-benda tersebut mempengaruhi jarum kompas, arah Utara pada kompas, sehingga berpotensi menimbulkan kesalahan arah.<br /><br /><a onblur="try {parent.deselectBloggerImageGracefully();} catch(e) {}" href="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEiO_Fqcj5MQfqWSEFYGP_h_2ERtljK0-8Kggj9cYzP5ljiHYdNOQJd-V6Umv7GsD2OTnYFYHApBmzXuUoSRfICc-6ocBunargzXtrr_chSTe9Ne6mkOs6kcQ1fV4-B0PwmLWTQDwW9EO_U/s1600-h/arah+utara.jpg"><img style="display:block; margin:0px auto 10px; text-align:center;cursor:pointer; cursor:hand;width: 320px; height: 184px;" src="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEiO_Fqcj5MQfqWSEFYGP_h_2ERtljK0-8Kggj9cYzP5ljiHYdNOQJd-V6Umv7GsD2OTnYFYHApBmzXuUoSRfICc-6ocBunargzXtrr_chSTe9Ne6mkOs6kcQ1fV4-B0PwmLWTQDwW9EO_U/s320/arah+utara.jpg" border="0" alt=""id="BLOGGER_PHOTO_ID_5355675535763196114" /></a><br /><br />Gambar 2.3. Pengukuran Dengan Menggunakan Arah Utara Sebagai Acuan<br />2. Setiap berdiri alat arah 0° pads Skala horizontal diarahkan ketitik sebetumnya. Keuntungan dari cara ini adalah penggunaan kompas arah hanya pada waktu pemassangan alat untuk penembakkan pertama kali atau pada awal pekerjaan¬. Kerugian dari cara ini terlalu banyak menghitung sudut- sudut yang menggunakan bilangan derajat (0), menit (‘) dan detik (") sedangkan bilangan derajat, menit dan detik merupakan bilangan yang sulit untuk dihitung kecuali bagi yang sudah terbiasa menggunakannya.<br /><a onblur="try {parent.deselectBloggerImageGracefully();} catch(e) {}" href="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEhP7-b_-UQMrZG_rpoUfj2rnn3m251HvErNJOERrL0eDIqZGV21XkYAuX32nnS7WI9bbgeuYR2pcoLyVdNHBp3KteW1RUpjqzD4S3O3aUaaDAQ6oFdAU36hlQRx1ikBY1It2ing059bxXQ/s1600-h/patok+sebelumya.jpg"><img style="display:block; margin:0px auto 10px; text-align:center;cursor:pointer; cursor:hand;width: 320px; height: 105px;" src="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEhP7-b_-UQMrZG_rpoUfj2rnn3m251HvErNJOERrL0eDIqZGV21XkYAuX32nnS7WI9bbgeuYR2pcoLyVdNHBp3KteW1RUpjqzD4S3O3aUaaDAQ6oFdAU36hlQRx1ikBY1It2ing059bxXQ/s320/patok+sebelumya.jpg" border="0" alt=""id="BLOGGER_PHOTO_ID_5355675905097906002" /></a><br />Gamar 2.4. Pengukuran Dengan Patok Sebelumya Sebagai Acuan<br />2.2.4 Jarak miring atau jarak optik<br />Dalam pekejaan pengukuran yang menggunakan alat ukur iheodolit, yang tidakkalah pentingnya selain arah dan azimuth adalah jarak. Jarak yang dimaksud adalah jarak optis. Jarak optis didapat dari pembacaan mistar, bak atau rambu.<br />Jarak miring atau optis dapat dicari dengan menggunakan rumus sebagai berikut:<br /><br /><br />Dimana: BA =BenangAtas <br />BB = Benang Bawah<br />100 adalah bilangan konstanta pengali teropong.<br />Contoh : BA = 1750 mm<br />BT =1500 mm<br />BB = 1250 mm<br />Jarak Miring = (1750 mm- t250 mm ) x 100<br />= 50.000 mm<br />= 59 m<br />2.2.5 Jarak Datar<br />Untuk mencari jarak datar dapat dihitug dengan menggunakan rumus seperti dibawah ini.<br />Cara 1:<br />Jarak Datar = Cos 2 α x Jarak miring<br /><br /><a onblur="try {parent.deselectBloggerImageGracefully();} catch(e) {}" href="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEi1ho9hZ9-w_zW8Et3uOKZ6M82kHfWINt98KInKDA_LCxQcFMFCKNyiBTnw9XtaHhiiJAkSUcpTigje1VPDZxHF6xEqGpbJyMSljhDSJzma3my2CVN9uZfmobLC56HYKZD5bW-3co9PRtw/s1600-h/segi+itga.jpg"><img style="display:block; margin:0px auto 10px; text-align:center;cursor:pointer; cursor:hand;width: 320px; height: 127px;" src="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEi1ho9hZ9-w_zW8Et3uOKZ6M82kHfWINt98KInKDA_LCxQcFMFCKNyiBTnw9XtaHhiiJAkSUcpTigje1VPDZxHF6xEqGpbJyMSljhDSJzma3my2CVN9uZfmobLC56HYKZD5bW-3co9PRtw/s320/segi+itga.jpg" border="0" alt=""id="BLOGGER_PHOTO_ID_5355676306127558722" /></a><br /><br />Contoh :<br />Diketahui :BA = 1750 Pembacaan vertikal 95 ° 23' 48<br /> BB = 1250<br />JM= 50 m<br />Maka slope atau sudut kemiringannya = 95°23'48" <br /> 90°00’00” -<br /> 5°23’48”<br />Jarak Datarnya Cos 5°23'48" = 0,9955674382<br />= 0,991154523 x Jarak Miring<br />= 0,991154523 x 50 m<br />= 49,557726 m<br /><br /><br />Cara 2:<br />Apabila yang digunakan untuk menghitung bukan sudut kemiringan tapi pembacaan sudut vertikal dan yang terbaca adalah 95023'48" maka rumus yang digunakan adalah :<br /> <br />Diketahui :BA = 1750 Pembacaan vertikal 95 023' 48”<br />BB = 1250 JM= 50 m<br />Jarak- Datarnya Sin 2 95 023’ 48" = 0,995567438`<br />= 0,991154523 x Jarak Miring = 0,991154523 x 50 m<br />= 49,557726 m<br />2.2.6 Beda Tinggi<br />Beda tinggi merupakan hal yang juga sangat penting apalagi dalam pekeerjaan bangunan gedung dan irigasi, kalau tidak teliti akan mengakibatkan kemiringan pada gedung atau aliran air yang tidak sesuai dengan perencanaan. Pada pekerjaan pengukuran beda tinggi dapat dihitung dengan menggunakan rumus :<br />Cara 1 :<br />BT=1/2Sin 2 α x Jarak Miring<br />Contoh.<br />Diketahui BA = 1750 mm BB = 1250<br />pembacaan sudut vertikal 9523'48" JM= 50 m.<br />Makasudut kemiringannya adalah 95023'48"<br />90°00'00" <br />05023'48"<br />Beda tinggi = 5°23'48" x 2<br />= 10°47'36" Sin<br />= 0,1 872670 1 9 x V2<br />=0,093633509 x JM<br />= 0,093633509 x 50m<br />= 4,681675 m<br />= - 4,681675 m<br />Karena pembacaan sudut vertikal lebih dari 90° maka beda tingginya diberi tanda minus. <br />Cara 2<br />Apabila yang digunakan untuk menghitung bukan sudut kemiringan tapi pembacaan sudut vertikal dan yang terbaca adalah 95023'48” maka minus yang digunakan adalah :<br /> <br />Diketahui BA = 1750 mm BB = 1250<br />pembacaan sudut vertikal 95023'48" JM = 50 m Beda tinggi =1/2 (95"23'48" x 2) x 50m <br />= 1/2 Sin 190'47' 361 ~ x 50m<br />=1/2(- 0,187267019) x 50m<br />= -0,093633509 x 50m = 4,681675 m<br />2.3 Kesalahan Dalam Pengukuran<br />Dalam pengukuran ada bermacam- macam kesalahan dan yang sering terjadi dilapangan ada tiga macam kesalahan dalam pengukuran yaitu :<br />2.3.1 Kesalahan yang disebabkan karena alam<br />Dalam hal ini kesalahan disebabkan karena keadaan bumi yang sebenarnya melengkung atau berbentuk bola tapi kita menggapnya lurus. Hal ini bisa ter jadi karena jarak yang diukur tidak terlalu jauh sekitar 50 m sampai 80 m. Tapi karena jarak yang diukur tersebut berulang kali maka dari jarak yang pendek-¬pendek tersebut digabung yang akan menjadi panjang dengan sendirinya kelengkungan bumi akan berpengaruh terhadap ketelitian pengukuran. Tapi kesalahan karena alam tidak terlalu berpengaruh terhadap penngukuran progress karena dalam pengukuran progress jarak yang diambil tidak telalu jauh maksimal ± 70m sampai dengan ±100m. Jadi dalam hal ini faktor alam bisa diabaikan. Faktor alam juga bisa disebabkan sinar matahari dimana pada bagian nivo yang mudah mengembang jika terkena panas matahari . Maka dalam pekerjaansurvey harus memaki payung jika cuaca dalam keadaan panas.<br />2.3.2 Kesalahan yang disebabkan oleh alat<br />Kesalahan karena alat ukut theodolit yang sangat peka terhadap goncangan dan tekanan maka alat ukur ditempatkan pada kotak yang sedemiklan rupa. Karena sering berpindah- pindah maka theodoit juga, akan terguncang- guncang bahkan terbanting dan akan mengalami perubahan misalnya nivo tidak bisa ditengah waktu distel, centring akan berubah jika dilihat disisi lain, pembacaan biasa dan luar biasa pada pembacaan sudut horizontal dan vertikal akan mengamlami selisih yang besar, maka alat tersebut harus dikalibrasi. Kesalahan juga bisa karena rambu ukur misalnya pada waktu memegang rambu letakkya tidak vertikal, bagian bawah rambu sudah rusak, rambu terbenam dilumpur sambungan rambu yang tidak tepat, rambu sudah rusak sehingga tulisannya tidak jelas yang menyulitkan surveyor untuk-membacanya.<br />2.3.3 Kesalahan yang disebabkan manusia<br />Kesalahan disini lebih sering terjadi karena, orangnya belum mahir atau kondsi sudah dalam kelelahan. Apabila, lokasinya jauh dan memerlukan perjalanan yang melelahkan. Untuk itu disararankan apabila lokasinya jauh didalam hutan dan mernerlukan perjalanan yang jauh dan melelahkan, lebih baik membuat basecamp dilokasi sekitar tempat kerja, agar bisa menyingkat waktu dan menghemat biaya maupun tenaga. Adapun macam-macam kesalahan yang ditimbulkan oleh manusianya, meliputi kesalahan dalam penyetelan alat, kesalahan dalam pembacaan. Untuk mengatasinya perlu mencari surveyor yang mahir dan diusahakan tempat menginap tidak jauh dari lokasi kerja dan disediakan fasilitas yang memadai.<br />2.4 Luas Penampang<br />Yang dimaksud dengan luas (L) adalah suatu nominal yang didapat dari perkalian antara panjang (p) dan lebar (1) dari suatu bidang.<br />Dalam hal ini, luasnya adalah luas yang dihitung dalam peta atau gambar yang merupakan keadaan bumi dengan proyeksi orthogonal. Luas penampang dapat dihitung secara mekanis menggunakan alat ukur theodolite dan dioleh dengan menggunakan planimeter.<br />Ada bebempa cara yang dapat digunakan untuk menghitung luas, yaitu antara lain:<br />1. Dengan menggunakan kertas milimeter<br />Cara ini dilakukan dengan menghitung banyaknya kotak kecil per milimeter yang termasuk dalam area pengukuran.<br />L= Luas<br /> n= Banyaknya kotak per milimeter<br />2. Dengan menggunakan data koordinat<br />Cara ini dilakulan dengan menggunakan data-data koordinat (koordinat X, Y dan z) <br /> <br />L = Luas, Z = Elevasi, X= Koordinat X, n = point titik pengukuran<br />3. Dengan menggunakan alat Planimeter<br />Cara ini lebih mudah, karena dengan mengelilingi area penelitian (dalam bentuk peta) sudah dapat diketahui nilai luas area tersebut.<br />4. Dengan menggunakan Software<br />Cara ini yang paling mudah yaitu dengan memasukkan data pengukuran dari theodolite ke dalam komputer (software) seperti surfac,surfer, kemudian diolah dengan perintah-perintah yang tersedia, maka dengan sendirinya akan dapat diketahui besaran luas dari daerah penelitian.<br />3.5 . Volume Tanah Penutup<br />Untuk menentukan volume tanah penutup, dapat diperoleh diantaranya melalui peta topografi yaitu dengan cara membuat penampang melintang (cross section). Penampang melintang dibuat tegak lurus terhadap kontur struktur batubara dengan interval tertentu antar penampang dengan batas-batas sesuai rencana-rencana penambangan.<br />Adapun cara yang dapat digunakan untuk menghitung volume tanah penutup, antara lain adalah sebagai berikut :<br />1. Menentukan luas area per penampang (section) kemudian luas 1 ditambah luas 2 dibagi 2 kemudian dikalikan jarak per penampang- Atau dapat denggan meuggunakan rumus:<br /> <br />V = Volume tanah penutup<br />A= Luas area<br />L = Jarak per area<br /><br /><a onblur="try {parent.deselectBloggerImageGracefully();} catch(e) {}" href="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEiigb3v_h2DWwkqw4yXBCFxFCZt1ZOQyEgd0IlscnwlyGT2ckBucxi9RnvS4fpVgZJxS1TjIqdflILSK7gCEBccBX2Om7Zf-aB9Pr0TyEa6XDdvoY3axnN_3rcEqL_eBqDqW301_RbtOtA/s1600-h/permukaan.jpg"><img style="display:block; margin:0px auto 10px; text-align:center;cursor:pointer; cursor:hand;width: 320px; height: 212px;" src="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEiigb3v_h2DWwkqw4yXBCFxFCZt1ZOQyEgd0IlscnwlyGT2ckBucxi9RnvS4fpVgZJxS1TjIqdflILSK7gCEBccBX2Om7Zf-aB9Pr0TyEa6XDdvoY3axnN_3rcEqL_eBqDqW301_RbtOtA/s320/permukaan.jpg" border="0" alt=""id="BLOGGER_PHOTO_ID_5355676681524766066" /></a><br /><br />Gambar 2.5. Penampang Melintang Rata-RataKuliah D3 Fatekhttp://www.blogger.com/profile/00648521442957317360noreply@blogger.com1tag:blogger.com,1999:blog-2692759167563707489.post-42116276387171115092009-05-22T16:45:00.000-07:002009-05-22T16:59:39.994-07:00Batuan BekuBatuan Beku <br /><br />Batuan beku adalah batuan yang terbentuk secara langsung dari proses pembekuan magma, baik didalam bumi maupun diatas permukaan bumi.<br /><br />Ciri khas batuan beku adalah kenampakannya yang kristalin, yaitu kenampakan suatu massa dari unit – unit kristal yang saling mengunci kecuali yang non kristalin.<br /><br />Proses pembekuan magma akan menghasilkan kristal – kristal primer ataupun gelasan, yang mana apabila saat itu terdapat cukup energi pembentukan kristal maka akan terbentuk kristal – kristal mineral ukuran besar. Sedangkan bila energi pembentukannya rendah akan terbentuk kristal yang ukurannya sangat halus. Bila pendinginan berlangsung sangat cepat maka kristal tidak akan terbentuk dan cairan magma yang membeku akan menjadi gelas. <br /><br />Setiap mineral memiliki kondisi tertentu pada saat mengkeristal. Mineral – mineral mafic pada umumnya mengkeristal pada suhu yang relative tinggi, sebaliknya mineral – mineral felsic pada umumnya mengkeristal pada suhu yang relative rendah.<br /><br />Batuan beku merupakan kumpulan mineral – mineral silika yang mengkeristal. Selama kristalisasi berlangsung selalu ada kecendrungan untuk mempertahankan keseimbangan antara fase padat dan fase cair. Dalam hal ini kristal yang mula – mula terbentuk akan bereaksi dengan cairan, sehingga berubah komposisinya. Reaksi ini terjadi secara terus – menerus pada kristalisasi mineral – mineral plagioklas (mulai mineral basa sampai mineral asam). Reaksi ini disebut “continuous reation series” dipihak lain terjadi secara tiba – tiba pada temperature tertentu, dalam kristalisasi mineral – mineral ferromagnesium (mafic mineral) disebut “discontinuous reaction series”.<br /><br /><a onblur="try {parent.deselectBloggerImageGracefully();} catch(e) {}" href="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEiPXacqGretPykFl3nFnV4ONP0o9OcPd4riMgBL-oogLnXAtqUXCy6aF1Bu9PYR3_GjL_6pUaXEdusXj3oeF5Gc98eWuqsQfNGfTiCOCzXhPwzbhbSQf2NayzMxUz_pgsOzoEueSMsflcY/s1600-h/gambar+2.gif"><img style="float:left; margin:0 10px 10px 0;cursor:pointer; cursor:hand;width: 320px; height: 186px;" src="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEiPXacqGretPykFl3nFnV4ONP0o9OcPd4riMgBL-oogLnXAtqUXCy6aF1Bu9PYR3_GjL_6pUaXEdusXj3oeF5Gc98eWuqsQfNGfTiCOCzXhPwzbhbSQf2NayzMxUz_pgsOzoEueSMsflcY/s320/gambar+2.gif" border="0" alt=""id="BLOGGER_PHOTO_ID_5338799119725154514" /></a><br /><br /><br /><br /><br />Gambar 3.1 Diagram Bown Reaction Series<br /><br />3. 2. Sifat – Sifat Mineral Penyusun Batuan Beku<br /> Berdasarkan sifat – sifat mineral penyusun batuan dapat dibedakan menjadi tiga golongan, yaitu :<br />1. Mineral Utama <br /> Mineral utama adalah mineral – mineral primer yang selalu terdapat dalam satu batuan tertentu dan merupakan yang dominan untuk batuan tersebut.<br /><br />2. Mineral Sekuder <br /> Mineral sekunder adalah mineral yang terdapat cukup banyak dalam satu batuan beku tetapi tidak selalu seperti halnya mineral primer (utama). Mineral sekunder ini sering juga disebut mineral pelengkap (accessory mineral).<br /><br />3. Mineral Tambahan (Minor Accesory Mineral)<br /> mineral tambahan adalah merupakan mineral yang terdapat dalam suatu batuan beku yang jumlahnya tidak begitu banyak, kira – kira lebih kecil dari 5 % dari volume batuan. Contoh : apatitie, magnetite, zircon dan lain – lain.<br /><br /><br />3. 3. Deskripsi Batuan Beku<br />1. Warna<br />Warna adalah warna mineral yang dapat di tangkap dan dilihat oleh mata tanpa menggunakan alat bantu. Atau,<br /><br />2. Jenis Batuan<br />a. Klasifikasi berdasarkan sifat kimia dan komposisi mineralnya, meliputi :<br />1. Batuan Beku Asam<br />Batuan beku yang mengandung unsur silika lebih dari 66 %, umunya berwarna terang. Contoh : granite, apatite, dan lain – lain.<br /><br />2. Batuan Beku Intermediet.<br />Batuan ini mengandung mineral silika antara 52 % - 66 % batuan biasanya berwarna terang hingga agak gelap. Contoh : diorite, andesit dan lain – lain.<br /><br />3. Batuan Beku Basa.<br />Adalah batuan beku yang komposisi silikanya anatar 45 % - 52 % kaya akan mineral kalsit plagioklas dan mafik mineral. Warnanya gelap / buram sampai kehitaman. Contoh : gabro, basalt dan lain – lain.<br /><br />4. Batuan beku ultra basa<br />Jenis batuan beku ini mengandung unsur silika kurang dari 45 %, biasanya berwarna hitam sampai hijau.<br /><br />3. Struktur Batuan Beku<br />Struktur batuan beku adalah merupakan kenampakkan atau bentuk dan Susunan dari batuan beku.<br />Struktur batuan beku meliputi :<br />a. Struktur masif / kompak<br />Struktur masif adalah susunan mineral yang kompak, tidak menunjukkan adanya pori – pori, penjajarn mineral / bentuk aliran dan bersifat pejal.<br /><br />b. Struktur jointing<br /> yaitu struktur batuan yang memperlihatkan retakan – retakan.<br /><br />c. Vesikuler<br />Yaitu struktur yang memperlihatkan adanya lubang – lubang akibat pelepasan gelembung – gelembung gas dari magma. Vesikuler ini terbagi dalam beberapa bagian yaitu :<br />• Vesicle yaitu struktur yang memperlihatkan lubang – lubang yang menyudut.<br />• Scorian yaitu struktur yang sangat berpori dan tidak teratur dalam masa dasar gelas.<br />• Pumis yaitu struktur buih dengan lubang – lubang memanjang yang menunjukkan arah aliran buih.<br /><br />d. Flow<br /> yaitu struktur yang orientasinya sejajar dengan baik oleh kristal maupun oleh lubang – lubang gas.<br /><br />e. Amigdaloidal<br /> yaitu struktur yang menampakan adanya lubang – lubang gas pada batuan yang terisi oleh mineral - mineral sekunder yang terbentuk setelah pembentukkan magma.<br /><br />4. Tekstur Batuan Beku<br />Tekstur batuan beku adalah hubungan antara mineral – mineral yang satu dengan yang lainnya dalam suatu batuan yang meliputi hubungan antara kristalisasi, granulitas dan fabric (kemas).<br /><br />a. Derajat Kristalitas<br />Derajat kristalitas atau derajat kristalisasi adalah tingkat kristalisasi mineral dalam suatu batuan. Tingkat kristalisasi pada batuan beku tergantung pada proses pembekuan magma itu sendiri.<br />Tingkat – tingkat kristalisasi antara lain :<br />1. Holokristalin<br /> Holokristalin adalah bila seluruh batuan tersusun oleh kristal – kristal mineral.<br /><br />2. Hipokristalin<br /> Hipokristalin adalah bila batuan beku terdiri dari sebagian kristal dan sebagian yang lain adalah gelas.<br />3. Holohialin<br /> Holohialin adalah bila seluruh batuan beku tersusun oleh mineral gelas.<br /><br />b. Granulitas (Ukuran Butir Mineral)<br />Granulitas adalah derajat besar butir mineral penyusun batuan. Granulitas meliputi :<br />1. Fanerik<br /> Fanerik adalah kristal dari mineral penysunya tampak jelas dan dapat dibedakan dengan mata dapat juga dengan bantuan luve.<br />Fanerik dibedakan menjadi :<br />• Butiran kasar (> 5 mm).<br />• Butiran sedang (1 – 5 mm).<br />• Butiran halus (< 5 mm).<br /><br />2. Afanitik<br />Afanitik adalah kristal – kristal dari mineral penyusunnya sangat halus sehingga tidak dapat dibedakan dengan mata secara langsung jadi harus menggunakan alat bantu luve atau mikroskop.<br />i. Mikrokristalin yaitu bila butiran sangat kecil (analisa menggunakan mikroskop).<br />ii. Kriptokristalin yaitu bila ukuran butirnya labih halus dari mikrokristalin (analisa menggunakan scanning , sinar x).<br />iii. Amorfus / nonkristalin yaitu bila mineral disusun oleh gelas secara keseluruhan.<br /><br />c. Kemas (Fabrik)<br />Kemas adalah hubungan antar kristal – kristal atau susunan antar kristal – kristal yang satu dengan lainnya. Fabric meliputi :<br />1. Bentuk kristal<br />• Euhedral yaitu bentuk kristal sempurna dan dibatasi oleh bidang – bidang kristal yang jelas.<br />• Subhedral yaitu apabila bentuk tidak sempurna dan hanya sebagian saja yang dibatasi oleh bidang- bidang kristal yang jelas atau kombinasi dari bentuk baik dengan bentuk tidak teratur.<br />• Anhedral yaitu apabila bentuk bidang batas dari kristal tidak teratur atau tidak jelas.<br /><br />d. Relasi<br />Relasi yaitu hubungan antar butir kristal – kristal yang satu dengan yang lainya, relasi meliputi :<br />• Equigranular yaitu ukuran butir kristal yang menyusun batuan hampir sama besar atau relatif seragam.<br />• Inequigranular adalah ukuran butir kristal penyusun batuan tidak sama besar.<br /><br />5. Komposisi Mineral<br />Mineral – Mineral Pembentuk / Penyusun Batuan<br />Pada batuan beku ada delapan mineral yang umum dijumpai sebagai penyusun batuan beku, biasanya disebut sebagai mineral batuan beku (igneous mineral) dan dapat dibedakan menjadi kelompok, yaitu :<br />1. Mineral yang tersusun dari unsur silika dan alumina, umunya berwarna cerah (felsik).<br /> contoh mineral :<br />• Kwarsa<br /> mineral kwarsa mempunyai rumus kimia sio2, berwarna jernih, putih buram dan lain – lainnya. Mengkristal pada system hexagonal, kekerasan 7, umumnya bentuk kristal tidak baik (anhedral), dan mempunyai kilap seperti kaca.<br />• Feldspar<br /> dibagi dua bagian, yaitu :<br />1. Potash feldspar <br />Terdiri dari mineral orthoklas, mikrolin, sanidin, adularia, dan anorthoklas, berwarna merah pucat, putih merah daging, dan abu – abu. Belahannya baik 2 arah kekerasan 6.<br />2. Plagioklas <br />Berwarna putih, abu – abu dan lain – lain. Belahan baik 2 arah, kekerasan 6. Mineral ini terdiri dari kalsit plagioklas (anorit, bitownite, labradorit, andesine) dan sedikit plagioklas (albite, oligoklas dan andesine).<br />• Feldspartoid (foida)<br /> pengganti mineral feldspar, karena terbentuk pada kondisi dimana si o2 kurang. Mineral ini terdiri dari leukosit, nefelin, sodolite dan nosolite serta hauynite. Berwarna putih atau abu – abu kebiruan, kekerasan 6.<br />• Mika (glimmer)<br /> terdiri dari muscovite (putih jernih), plagotit, (coklat), kekerasan 1 – 2, belahan 1 arah.<br />2 Mineral yang tersusun dari unsur besi, magnesium, dan kalsium, berwarna cerah (mafic).<br />• Olivin <br />Berwarna hijau, kuning kecoklatan, kristal berbutir seperti gula pasir, kekerasan 6 – 7.<br />• Amphibole<br />Merupakan mineral terbentuk prismatik panjang bersisi enam, warna hijau kehitaman, belahan 2 arah, kekerasan 5 – 6 dan yang terpenting dari golongan ini adal;ah hornblende.<br />• Pyroxene<br />Warna coklat hingga hitam, kekerasan 5 - 6 terdiri dari mineral enstatite, hypersten, diopsite dan augit, belahan 2 arah.<br />• Biotite <br /> berwarna hitam, dan tampak seperti lembaran.<br />Untuk mengetahui kekerasan suatu mineral maka dipakai mineral mineral standart pada skala mohs sebagai berikut :<br />3. Talk <br />4. Gypsum<br />5. Kalsit<br />6. Fluorite<br />7. Apatite<br />8. Arthoklas<br />9. Kwarsa<br />10. Topas<br />11. Korundum<br />12. Diamond atau intan.<br /><br />7. Genesa<br />Genesa adalah peristiwa yang menyebabkan terbentuknya batuan beku tersebutKuliah D3 Fatekhttp://www.blogger.com/profile/00648521442957317360noreply@blogger.com1tag:blogger.com,1999:blog-2692759167563707489.post-84122453062926155842009-05-22T12:25:00.000-07:002009-05-22T16:18:33.586-07:00Stratigrafi <span style="color:#ff0000;">Stratigrafi berasal dari kata strata (stratum) yang berarti lapisan (tersebar) yang berhubungan dengan batuan, dan grafi (graphic) yang berarti pemerian/ gambaran atau urut-urutan lapisan. komposisi dan umur relatif serta distribusi peralapisan tanan dan interpretasi lapisan-lapisan batuan untuk menjelaskan sejarah bumi</span>. Dari hasil <span style="color:#33ff33;">perbandingan atau korelasi</span> antarlapisan yang berbeda dapat dikembangkan lebih lanjut studi mengenai litologi (litostratigrafi), kandungan fosil (biostratigrafi), dan umur relatif maupun absolutnya (kronostratigrafi). Jadi stratigrafi adalah ilmu yang mempelajari pemerian perlapisan batuan pada kulit bumi. Secara luas stratigrafi merupakan salah satu cabang ilmu geologi yang membahas tentang urut-urutan, hubungan dan kejadian batuan di alam (sejarahnya) dalam ruang dan waktu geologi<br /><a onblur="try {parent.deselectBloggerImageGracefully();} catch(e) {}" href="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEgrENgjJ4KFsWGFQWI43EO8djxs7r180lwTrWMgg_kZhl13dRzGuYsaxKJfHD0y8UMgfnbGB9efPZ15hiz0lasXjUD_buVTrItzBGCr9mdS4Pw0-T_8NeBz2UKtiv5qpuMCaHlymAAW08M/s1600-h/gambar+1.jpg"><img style="float:left; margin:0 10px 10px 0;cursor:pointer; cursor:hand;width: 320px; height: 307px;" src="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEgrENgjJ4KFsWGFQWI43EO8djxs7r180lwTrWMgg_kZhl13dRzGuYsaxKJfHD0y8UMgfnbGB9efPZ15hiz0lasXjUD_buVTrItzBGCr9mdS4Pw0-T_8NeBz2UKtiv5qpuMCaHlymAAW08M/s320/gambar+1.jpg" border="0" alt=""id="BLOGGER_PHOTO_ID_5338791404172945202" /></a><br /><span style="color:#33ff33;">STRATIGRAFI</span><br /> Ilmu stratigrafi muncul di britania raya pada abad ke-19. Perintisnya adalah William smith. Kala itu diamati bahwa beberapa lapisan tanah muncul pada urutan yang sama (superposisi). Kemudian ditarik kesimpulan bahwa lapisan tanah yang terendah merupakan lapisan yang tertua, dengan beberapa pengecualian.<br /> Karena banyak lapisan tanah merupakan kesinambungan yang utuh ke tempat yang berbeda-beda maka, bisa dibuat perbandingan pada sebuah daerah yang luas. Setelah beberapa waktu, dimiliki sebuah sistem umum periode-periode geologi meski belum ada penamaan waktunya<br />2. 2. PRINSIP STRATIGRAFI<br /> Ada beberapa prinsip dasar yang berlaku didalam pembahasan mengenai stratigrafi, yaitu:<br /><span style="color:#ff0000;">1. Hukum atau prinsip yang dikemukakan oleh Steno (1669), terdiri dari: </span><br /><p><span style="color:#33ff33;">• Prinsip Superposisi (Superposition Of Strata) </span></p><p> Didalam suatu urutan perlapisan batuan maka lapisan paling bawah relatif lebih tua umurnya daripada lapisan yang berada diatasnya selama belum mengalami deformasi. Konsep ini berlaku untuk perlapisan berurutan.<br /></p><p><span style="color:#33ff33;">• Prinsip Kesinambungan Lateral (Lateral Continuity)</span> </p><p> Lapisan yang diendapkan oleh air terbentuk terus-menerus secara lateral dan hanya membaji pada tepian pengendapan pada masa cekungan itu terbentuk.<br /></p><p><span style="color:#33ff33;">• Prinsip Akumulasi Vertikal (Original Horizontality)</span> </p><p> Lapisan sedimen pada mulanya diendapkan dalam keadaan mendatar (horizontal), sedangkan akumulasi pengendapannya terjadi secara vertikal (principle of vertical accumulation).<br /></p><p><span style="color:#ff0000;">2. Hukum yang dikemukakan oleh James Hutton (1785)</span></p><p><span style="color:#33ff33;">Hukum atau prinsip ini lebih dikenal dengan azasnya yaitu uniformitarisme</span></p><p> yaitu proses-proses yang terjadi pada masa lampau mengikuti hukum yang berlaku pada proses-proses yang terjadi sekarang, atau dengan kata lain “masa kini merupakan kunci dari masa lampau” (“the present is the key to the past”). Maksudnya adalah bahwa proses-proses geologi alam yang terlihat sekarang ini dipergunakan sebagai dasar pembahasan proses geologi masa lampau.<br /></p><span style="color:#ff0000;">3. Hukum Intrusi/Penerobosan (Cross Cutting Relationship) oleh AWR Potter dan H. Robinson.</span><br /><p> Suatu intrusi (penerobosan) adalah lebih muda daripada batuan yang diterobosnya<br /></p><p><span style="color:#ff0000;">4. Hukum Urutan Fauna (Law of Fauna Succession) oleh De Soulovie (1777)</span><br /></p><p> Dalam urut-urutan batuan sedimen sekelompok lapisan dapat mengandung kumpulan fosil tertentu dengan sekelompok lapisan di atas maupun di bawahnya.<br /></p><p><span style="color:#ff0000;">5. Prinsip William Smith (1816)</span><br /></p><p> Urutan lapisan sedimen dapat dilacak (secara lateral) dengan mengenali kumpulan fosilnya yang didiagnostik jika kriteria litologinya tidak menentu.<br /></p><p><span style="color:#ff0000;">6. Prinsip Kepunahan Organik oleh George Cuvier (1769-1832)</span><br /></p> Dalam suatu urutan stratigrafi, lapisan batuan yang lebih muda mengandung fosil yang mirip dengan makhluk yang hidup sekarang dibandingkan dengan lapisan batuan yang umurnya lebih tua.<br /> Didalam penyelidikan stritigrafi ada dua unsur penting pembentuk stratigrafi yang perlu di ketahui, yaitu:<br /><span style="color:#3366ff;">1. Unsur batuan</span><br /> Suatu hal yang penting didalam unsur batuan adalah pengenalan dan pemerian litologi. Seperti diketahui bahwa volume bumi diisi oleh batuan sedimen 5% dan batuan non-sedimen 95%. Tetapi dalam penyebaran batuan, batuan sedimen mencapai 75% dan batuan non-sedimen 25%. Unsur batuan terpenting pembentuk stratigrafi yaitu sedimen dimana sifat batuan sedimen yang berlapis-lapis memberi arti kronologis dari lapisan yang ada tentang urut-urutan perlapisan ditinjau dari kejadian dan waktu pengendapannya maupun umur setiap lapisan.<br />Dengan adanya ciri batuan yang menyusun lapisan batuan sedimen, maka dapat dipermudah pemeriannya, pengaturannya, hubungan lapisan batuan yang satu dengan yang lainnya, yang dibatasi oleh penyebaran ciri satuan stratigrafi yang saling berhimpit, bahkan dapat berpotongan dengan yang lainnya.<br /><span style="color:#3366ff;">2. Unsur perlapisan</span><br /> Unsur perlapisan merupakan sifat utama dari batuan sedimen yang memperlihatkan bidang-bidang sejajar yang diakibatkan oleh proses-proses sedimetasi. Mengingat bahwa perlapisan batuan sedimen dibentuk oleh suatu proses pengendapan pada suatu lingkungan pengendapan tertentu, maka Weimer berpendapat bahwa prinsip penyebaran batuan sedimen tergantung pada proses pertumbuhaan lateral yang didasarkan pada kenyataan, yaitu bahwa: <br />• Akumulasi batuan pada umumnya searah dengan aliran media transport, sehingga kemiringan endapan mengakibatkan terjadinya perlapisan selang tindih (overlap) yang dibentuk karena tidak seragamnya massa yang diendapkannya.<br />• Endapan di atas suatu sedimen pada umumnya cenderung membentuk sudut terhadap lapisan sedimentasi di bawahnya.<br /><span style="color:#33ff33;">2. 3. STRATIGRAFI PRA-KAMBRIUM</span><br /> Di Indonesia, kita terutama hanya banyak bermain di hampir 1,5 % saja episode Bumi bernama zaman Paleogen dan Neogen. Atau, manusia hanya “banyak” tahu di hampir 12 % saja episode Bumi bernama kurun Fanerozoikum, sementara 88 % episode Bumi yaitu sejak penciptannya sampai Kambrium, pengetahuan kita sedikit sekali. Ini adalah cerita tentang yang sedikit sekali itu, pra-Kambrium, yang serbalangka dan serbarumit.<br />“Studying the Earth becomes increasingly difficult and uncertain the further one goes back in geological time” (Robb et al., 2004)<br /> Berikut ini adalah uraian singkat tentang stratigrafi pra-Kambrium (pre-Cambrian) berdasarkan beberapa sumber dan bagaimana kabarnya di Indonesia . Nama2 waktu geologi diterjemahkan dari bahasa aslinya mengacu kepada Pedoman Umum Pembentukan Istilah (Pusat Pembinaan dan Pengembangan Bahasa, 1980) dan Kamus Istilah Geologi (Purbo-Hadiwidjoyo, 1981)<br /> Bumi berdasarkan pengetahuan terbaru dibentuk pada 4560 Ma (million years ago) Kambrium dimulai pada 542 Ma (Geologic Time Scale 2004 – Gradstein et al., 2004). Maka, pra-Kambrium berlangsung dari 4560-542 Ma, atau meliputi sekitar 7/8 sejarah Bumi. Sungguhpun demikian, betapa sedikitnya pengetahuan kita tentangnya. Kurun Fanerozoikum (Phanerozoic) 542 Ma-sekarang adalah kurun biostratigrafi, dimulai dengan melimpahnya fosil akibat Cambrian Explosion terus sampai ke zaman Kenozoikum. Pembagiannya ke dalam masa, zaman, kala, dan tingkat (stage, pembagian internasional) adalah didasarkan kepada biostratigrafi. Sementara itu, pembagian waktu pra-Kambrium didasarkan kepada geokronometri isotop-isotop radioaktif pada mineral, batuan, dan kerak yang ditemui. Bisa dipahami sebab kehidupan pada pra-Kambrium sangat minimal dan baru berkembang.<br /><br /><span style="color:#ff0000;">Skala waktu geologi menurut Thomson </span><br /> Seperti telah kita ketahui, secara garis besar waktu geologi dibagi menjadi tiga kurun (eon) : Arkeum (Archean), Proterozoikum, dan Fanerozoikum. Pra-Kambrium bukan istilah stratigrafi normal di dalam Skala Waktu Geologi, ia hanya menunjuk kepada semua batuan dan peristiwa sebelum Kambrium. Pra-Kambrium meliputi Kurun Arkeum dan Kurun Proterozoikum.<br />Kurangnya fosil yang terawetkan dan tak bervariasi, kurangnya volume singkapan, dan meningkatnya intensitas metamorfisme dan kompleksitas tektonik, dan tidak pastinya konfigurasi serta tataan benua-benua pada saat itu, semuanya telah mengakibatkan penetapan skala waktu kronostratigrafi pra-Kambrium bermasalah. Penetapan skala waktu ini diakui para ahlinya sebagai pekerjaan yang luar biasa sulit dan membuat frustasi.<br /> Apa yang terjadi dengan Kurun Fanerozoikum tak terjadi dengan kedua kurun sebelumnya. Kurun Fanerozoikum bersamaan dengan daur superkontinen yang paling baru – urutan-urutan peristiwa geologi yang dapat dipahami dengan baik tentang bagaimana Pangaea tersusun dan terpisah-pisah kembali. Kurun ini juga bersamaan dengan periode ketika kehidupan multisel mengalami diversifikasi dan proliferasi yang luar biasa besarnya. Maka, tak mengherankan bila skala waktu geologi Kurun Fanerozoikum dapat ditetapkan dengan detail, secara global saling berkorelasi, yang metode kronostratigrafinya dikawal dengan ketat oleh data biostratigrafi, isotop, dan magnetostratigrafi.<br />Meskipun demikian, para ahli pra-Kambrium dengan segala daya upayanya, meskipun penuh kesulitan dan frustasi, berhasil juga menyusun dan merekonstruksi geologi Kurun Arkeum dan Proterozoikum.<br /> Kurun Arkeum dibagi menjadi empat masa (era) : Eoarkeum (…-3600 Ma), Paleoarkeum (3600-3200 Ma), Mesoarkeum (3200-2800 Ma), dan Neoarkeum (2800-2500 Ma). Tidak ada lagi pembagian lebih lanjut (zaman-period, kala-epoch, tingkat-stage). Batas bawah Arkeum tidak diketahui, batas atasnya 2500 Ma. Arkeum tak punya batas bawah sebab mandala (terrane) geologi yang primitif yang mewakili masa ini masih terus dicari, batuan dan mineral tertua di Bumi masih terus dicari dan umur2 yang telah ditemukan terus bertambah semakin tua. Mineral tertua di Bumi yang pernah ditera (dating) adalah sebuah mineral zirkon hasil rombakan yang berasal dari sampel bernama W74, sebuah metakonglomerat yang tersingkap di wilayah Jack Hill, Australia Barat. Butir zirkon ini menghasilkan umur 4408 +/- 8 Ma berdasarkan geokronologi isotop U-Pb. Di dalam sampel itu juga tercampur mineral2 dengan umur 4100-4300 Ma (Wilde et al., 2001 – Evidence from detrital zircons for the existence of continental crust and oceans on the Earth 4.4 Gyr ago : Nature 409 (6817) p. 175-178).<br />Meskipun batuan metakonglomerat pengandung zirkon ini jauh lebih muda umurnya, keberadaan zirkon di dalamnya telah menandakan adanya kerak kontinen (yaitu granitik) yang umurnya 150 juta tahun setelah pembentukan Bumi sendiri pada sekitar 4560 Ma. Zirkon adalah mineral paling stabil dan terdapat di dalam granit.<br /> Batuan paling tua yang pernah ditera sampai saat ini adalah ortogenes Acasta dari Slave Craton di Kanada, yang menghasilkan umur isotop U-Pb 4031 +/- 3 Ma (Bowring dan Williams, 1999 – Priscoan 4.00-4.03 Ga orthogneisses from NW Canada : Contribution to Mineralogy and Petrology, 134 p. 3-16). Sedangkan, segmen kerak Arkeum yang paling tua dan telah terpetakan dengan baik adalah kompleks genes Itsaq (dulu disebut Amitsoq) dan jalur greenstone Isua di Greenland. Ortogenes tertua dari Itsaq berumur 3872 +/- 10 Ma.<br />Apakah dapat diharapkan ditemukan segmen kerak yang lebih tua dari Itsaq ? Mungkin kecil sebab bombardemen meteor terjadi sangat intensif menyerang Bumi dan Bulan pada sekitar periode ini yang memuncak pada 3900 Ma (Cohen et al., 2000 – Support for the lunar cataclysm hypothesis from lunar meteorite impact melt ages : Science 290 p 1754-6), bombardemen ini bisa menghancurkan kebanyakan kerak Bumi yang sudah ada sebelum 3900 Ma. Batuan dengan umur lebih tua dari 3900 Ma jelas ada, tetapi ada pun terawetkan sangat langka atau telah terdisagregasi sampai sekarang tinggal sebagau xenocrysts atau detritus.<br />Kurun Proterozoikum bermula pada 2500 Ma dan berakhir pada 542 Ma (batas bawah Kambrium). Kurun ini dibagi ke dalam tiga masa, dari tua ke muda meliputi Paleoproterozoikum (2500 -1600 Ma, dibagi lagi menjadi zaman : Siderium, Riasium, Orosirium, Staterium); Mesoproterozoikum (1600-1000 Ma, dibagi lagi menjadi zaman : Kalimium, Ektasium, Stenium); dan Neoproterozoikum (1000-542 Ma, dibagi lagi menjadi zaman : Tonium, Kriogenium, Ediakarium).<br /> Proterozoikum punya potensi biostratigrafi yang lebih baik daripada Arkeum karena hadirnya stromatolit – mikrooraganisme simbiose ganggang dan bakteri yang aktivitas metabolisme dan pertumbuhannya di laut telah menyebabkan penjebakan sedimen, pengikatan, dan pengendapan membentuk struktur2 seperti lapisan, sembulan, atau kubah. Selain stromatolit yang sepanjang Proterozoikum berubah pola dan susunannya bergantung kepada lingkungannya, potensi biostratigrafi Proterozoikum datang dari fosil-fosil eukariotik seperti acritarch (spora alga) yang digunakan untuk mengkorelasikan zaman-zaman di Neoproterozoikum. Fosil paling terkenal pada kurun ini adalah kelompok fosil Ediakara yang muncul pada ujung Proterozoikum memasuki Kambrium sehingga namanya menjadi nama zaman paling terakhir (Ediacaran) di Kurun Proterozoikum. Meskipun demikian, biostratigrafi di sini lebih menunjukkan lingkungannya daripada umurnya.<br /> Kurun Proterozoikum pun dikenal dengan pernah hadirnya dua superkontinen sebelum Pangaea, yaitu Rodinia pada Mesoproterozoikum dan Pannotia pada Neoproterozoikum. Keberadaan kedua superkontinen ini didasarkan kepada data geokronologi, paleomagnetisme dan penafsiran petro-tektonik.<br />Bagaimana di Indonesia ? Adakah batuan atau mineral berumur Kurun Arkeum atau Kurun Proterozoikum ? Ada, tetapi sangat langka.<br /> Peneraan absolut umur tertua di Indonesia berasal dari mineral2 zirkon di dalam batuan volkanik Old Andesite Oligo-Miosen di sebelah selatan Jawa Timur dan Jawa Tengah yang menunjukkan umur 2500-3000 Ma (Mesoarkeum-Neoarkeum) (Smyth et al., 2003, 2005) menggunakan teknik radiometri U-Pb. Ditafsirkan bahwa di bawah Pegunungan Selatan itu terdapat basement Arkeum yang kemudian terlibat dalam partial melting saat subduksi Oligo-Miosen terjadi dan menghasilkan jalur volkanik Old-Andesite. Sebagian material volkanik itu mengandung zirkon Arkeum.<br />Sebaran umur zirkon ini mirip peneraan umur zirkon dari Perth, yang diduga berasal dari Yilgarn Craton berumur 2500-4200 Ma. Maka, ditafsirkan kemudian bahwa mungkin craton ini pecah lalu sebagian massanya sebagai continental sliver hanyut ke arah Jawa oleh pemekaran Paleo-Tethys (?), dan akhirnya berbentur dengan Sundaland sebelum Tersier, dan pada kala Oligo-Miosen terlibat dalam subduksi yang menghasilkan OAF (Old Andesite Formation).<br />Boleh-boleh saja berpendapat begitu, tetapi sebelum batuan dan kerak kontinen Pra-Kambrium ditemukan dan ditera di selatan Jawa, saya sulit percaya dengan penafsiran tersebut. Beberapa butir mineral zirkon detrital yang tercampur dalam material volkanik Oligo-Miosen tak serta merta membuktikan bahwa ada mikro-kontinen pra-Kambrium di selatan Jawa, apalagi kita bisa menentukan outline mikro-kontinen ini.<br /> Lalu, di Kepala Burung Papua, Pieters et al.(1983) pernah menera umur batuan paling tua di Indonesia yaitu berasal dari kerakal granodiorit pada interkalasi metakonglomerat di dalam Formasi Kemum (Silur-Devon) yang menghasilkan umur 1250 Ma (Mesoproterozoikum) menggunaan peneraan K-Ar. Kerakal ini tentu berasal dari suatu batuan induk yang tua juga, tetapi tidak pernah ditemukan di Kepala Burung.<br /> Seorang teman pernah mengatakan bahwa di Sundaland ada batuan berumur Arkeum. Setahu saya, tak ada batuan bahkan mineral berumur Arkeum di Sundaland. Sundaland adalah Mesozoic continental core of SE Asia. Pentarikhan granit SW Kalimantan (Hamilton, 1979), Malay Peninsula (Liew and Page, 1985), Malay Tin Belt (Cobbing et al., 1986) dan Sumatra (Imtihanah, 2000) tak menghasilkan material berumur Arkeum atau menunjukkan adanya kerak batuandasar berumur Arkeum di wilayah ini. Bukti2 geokimia juga menunjukkan hadirnya basement yang berumur tak lebih tua dari Proterozoikum, seperti di Malay peninsula (contoh Liew & Page, 1985).<br /> Informasi terbaru tentang umur basement di wilayah Sundaland berasal dari studi sediment provenance analyses sedimen Paleogen di Kalimantan bagian utara yang menggunakan metode U-Pb SHRIMP dating of zircons (van Hattum, 2005). Dari penelitian ini ditunjukkan bahwa sedimen Paleogen di wilayah ini diinterpretasikan berasal dari erosi Schwaner Granites of SW Kalimantan dan dari Malay Tin Belt (van Hattum, 2005) dan tak mengandung Archean zircons. Artinya adalah bahwa tak ada kerak berumur Archean di bawah Pegunungan Schwaner, Kalimantan atau Malay peninsula.<br /><p> Hanya di dua tempat di Indonesia kita mempunyai sampel berumur pra-Kambrium : mineral zirkon di selatan Jawa berumur 2500-3000 Ma dan granodiorit di Kepala Burung berumur 1250 Ma. Memang, geologi pra-Kambrium berarti kelangkaan dan kesulitan<br /></p><span style="color:#ff0000;">2. 4. PERKEMBANGAN KLASIFIKASI STRATIGRAFI </span><br /><p><span style="color:#33ff33;">2.4.1. International Stratigraphic Guides, 1994 dan International Subcommission for Stratigraphic Classification. (R.P.Koesoemadinata)</span><br /></p>1. Perkembangan klasifikasi stratigrafi dalam dunia internasional memperlihatkan kecenderungan untuk memisahkan kategori klasifikasi deskriptif dan interpretatif. Stratigrafi didasarkan padafakta yang terlihat di lapangan dan tidak secara interpretatif.<br />2. Penamaan satuan yang bersifat interpretatif sebaiknya dihindari, satuan tersebut dinyatakan sebagai satuan tidak resmi (contoh: Seismik Stratigrafi, Sikuen Stratigrafi).<br />3. Kategori deskriptif dibatasi pada kriteria litologi dan kandungan fosilnya, sedangkan criteria sifat-sifat fisik, kimia cenderung hanya dibatasi pada sifat yang dapat menentukan waktu atau umur , seperti paleomagnetic polarity. Satuan berdasarkan karakteristik log, penampang seismik tidak dapat dinyatakan sebagai satuan resmi, walaupun diakui keberadaannya<br />4. Kategori yang bersifat interpretatif : penafsirannya dibatasi pada hal-hal yang menyangkut waktu/ umur. Kategori satuan stratigrafi yang bersifat interpretative seperti lithogenetic units, satuan lingkungan pengendapan, cyclothems tidak dapat diterima sebagai satuan stratigrafi resmi<br />5. Keberadaan satuan tidak resmi dapat diakui walaupun sangat tidak dianjurkan<br /><p><span style="color:#33ff33;">2.4.2. Permasalahan Stratigrafi Nasional Sekarang</span><br /></p>1. Pada kebanyakan makalah dalam publikasi IPA, IAGI menggunakan nama tidak resmi, karena penulis umumnya tidak sanggup mengajukannya secara resmi, karena peraturannya sangat banyak. Hal tersebut mendorong semakin banyaknya satuan tidak resmi terutama dalam kalangan industri.<br />2. Tidak konsisten dalam penamaan formasi. Dalam satu cekungan dinamai 2 atau 3 nama satuan resmi oleh peneliti yang berbeda.<br />3. Pada cekungan yang berbeda (yang lain), masih ada pemeta yang menggunakan nama formasi yang sama dengan cekungan di tempat lain.<br />4. Penyusunan satuan stratigrafi gunungapi dalam SSI, didasarkan pada genesa bukan secara diskriptif. Pembagian secara genesa tersebut mengakibatkan hanya berlaku untuk gunungapi Kuarter yang masih terlihat bentuk-bentuknya.<br />5. Konsep stratigrafi tradisional masih lebih banyak digunakan, walaupun secara eksplisit. Sikuenstratigrafi sudah tercantum dalam SSI 1996.<br />6. Sandi Stratigrafi Indonesia 1996 mengandung pembagian satuan yang bersifat diskriptif dangenetik. Hal ini berarti tidak mengidahkan anjuran dari International Stratigraphic Guides, 1994<br /><p><span style="color:#33ff33;">2.4.3. Sandi Stratigrafi Indonesia 1996. (soejono martodjojo)</span><br /></p>Pencantuman Satuan Stratigrafi Gunungapi (BAB 111), merupakan wujud keprihatinan terhadap tidak adanya wadah penamaan yang dapat dipakai untuk gunungapi di Indonesia. Di negara maju, sistem penamaan dalam pemetaan gunungapi sudah mampu memberikan sumbangan terhadap peramalan kegiatan dan bahayanya. Ada keinginan dibuat unit-unit stratigrafi lainnya dalam SSI-1996, seperti Tektonostratigrafi, Stratigrafi Kuarter, dan lain-lain sayangnya draft dari para pengusul atas satuan tersebut tidak terselesaikan dalam batas waktunya. Mendukung dibuatnya Lexicon Stratigrafi di Indonesia bagi masing-masing satuan stratigrafi. Dengan catatan bahwa Lexicon ini lebih bersifat literatur resmi, tetapi masih terbuka bagi perubahan sesuai dengan perkembangan ilmu dan akumulasi data yang ada. Panitia Sandi Stratigrafi Indonesia perlu dilestarikan dan diluaskan sehingga mencakup organisasi lain yang bersangkutan dengan stratigrafi di Indonesia. Tujuan penggolongan Stratigrafi perlu menjadi bahan pertimbangan<br /><p><span style="color:#33ff33;">2.4.4. Sandi Stratigrafi Indonesia 1996: Suatu Catatan Perkembangan Sandi Stratigrafi Indonesia. (Djuhaeni)</span><br /></p>SSI-1996, merupakan hasil penambahan tiga satuan stratigrafi baru ke dalam Sandi Stratigrafi Indonesia 1973. Tiga satuan stratigrafi baru: Satuan Litodemik, Satuan Stratigrafi Gunungapi, dan Sikuenstratigrafi, atau perbandingannya :<br />1. SSI 1973 : memuat Litostratigrafi, Biostratigrafi, Kronostratigrafi<br />2. SSI 1996 : Litostratigrafi, Biostratigrafi, Kronostratigrafi, Litodemik, Gunung api, Sikuenstratigrafi.<br /> Satuan Litodemik, untuk pembagian unit batuan beku dan metamorf. Satuan Litodemik dibedakan dengan Satuan Litostratigrafi karena mempunyai kaidah yang berbeda dengan Hukum Superposisi, terutama hubungan kontak dan pelamparannya. Dihimbau bagi pengguna-akademisi-pakar mineral untuk berperan aktif, mengkaji ulang, mengembangkan dalam memperbaiki satuan litodemik yang disesuaikan dengan perkembangan, baik secara konsep maupun aplikasinya di Indonesia. Satuan Stratigrafi Gunungapi, masih perlu dikembangkan, dan disesuaikan dengan perkembangan penerapannya di Indonesia.<br />Satuan Sikuenstratigrafi, Satuan Sikuenstratigrafi perlu disempumakan, misalnya untuk keperluan korelasi di Ladang Migas; order parasikuen perlu dikembangkan lebih lanjut., sesuai perkembangan konsep dan penerapannya di Indonesia.<br /> Sosialisasi SSI-1996, Wacana tentang usulan Satuan Tektonostratigrafi dan Satuan Stratigrafi Kuarter untuk dimasukkan ke dalam SSI-1996, sampai saat ini belum terwujud. Sosialisasi SSI-1996 setelah PIT-IAGI 1996 di Bandung kurang mendapat perhatian. <br />Perkembangan Penelitian Stratigrafi di Indonesia : 3 Era<br />1. Era Pra-SSI.. Satuan stratigrafi lebih didasarkan kepada kerangka waktu, dan penamaannya diikuti oleh kata “series" atau "beds", sebagai contoh Halang Series, Cidadap Beds.<br />2. Era SSI-1973. Ada perubahan nama, contoh "Halang Series/Beds" menjadi Formasi Halang.<br />3. Era SSI-1996. Perkembangan satuan stratigrafi sangat mencolok, munculnya Satuan “Sikuenstratigrafi” dan Satuan “Tektonostratigrafi”.<br /> Adanya kemajuan penelitian geologi dan perkembangan tatanama satuan stratigrafi menimbulkan dampak kerancuan penyebutan nama satuan stratigrafi dan pelamparannya : Formasi Kujung menjadi "Kujung Time" (Kujung 1, Kujung 11, dan Kujung 111), tetapi tidak jelas pemerian waktunya. Akan membingungkan lagi apabila yang akan datang, ada penyebutan Sikuen Kujung.<br /> Distribusi/pelamparan Satuan Stratigrafi perlu dijelaskan lebih lanjut, tidak terbatas "dapat dipetakan dalam skala 1 : 25.000" saja, sehingga timbul problem "terlalu banyak nama-nama satuan litostratigrafi". Di sisi lain justru menimbulkan pertanyaan: "sejauh mana validitas pelamparan suatu formasi itu", sebagai contoh Formasi Talangakar dikenal dari Sumatra Selatan sampai Jawa Barat bagian Utara (NW Java Basin).<br /> Munculnya penamaan satuan stratigrafi (Unit Allostratigrafi) yang mengacu kepada "Sandi Stratigrafi Asing" yang pernah muncul dalam Procceding PIT-IAGI sangat tidak diharapkan untuk dikembangkan. Bila dianggap perlu, satuan stratigrafi yang tidak mengacu pada SSI agar diusulkan kepada Komisi SSI-IAGI, untuk dimasukkan menjadi salah satu ayat dalam SSI (Pasal 12 SSI-1996).<br /> Untuk mengatasi kerancuan dan problematika tatanama dan penamaan satuan stratigrafi, Komisi SSI-IAGI perlu memperhatikan setiap perkembangan satuan stratigrafi yang ada di Indonesia, dan mendokumentasikan di dalam bentuk "Lexicon Stratigrafi Indonesia".<br />Komisi SSI 1996 juga memberi peluang apabila ada usulan perubahan, penambahan, dan lainnya, sesuai dengan Pasal 12 SSI-1996, selanjutnya dapat disampaikan secara tertulis kepada Komisi SSI, IAGI. Pembahasannya dilaksanakan bersamaan PIT-IAGI.<br /> Dengan adanya kepedulian dan peran aktif para Ahli Geologi di Indonesia, diharapkan SSI selalu dapat mengikuti perkembangan satuan stratigrafi pada setiap waktu.<br /><p><span style="color:#3366ff;">Status Penerapan Lithostratigrafi Dalam Rencanapenerbitan Leksikon Stratigrafi Indonesia</span><br /></p>1. Pada prinsipnya Leksikon yang dirintis oleh P3G mengacu pada SSI 1996.<br />2. Perkembangan kegiatan penelitian dan pemetaan geologi hingga kini, menghasilkan nama satuan stratigrafi baru yang banyak bermunculan baik resmi ataupun tidak resmi.<br />3. Di antara nama yang diusulkan, terdapat ketidaksesuaian dengan kaidah-kaidah SSI, seperti perbedaan pemerian dan usulan nama yang berbeda untuk satuan batuan yang sama.<br />4. Hasil penelitian dan pemetaan geologi oleh P3G hingga kini menghasilakan lebih dari 2000 nama satuan batuan di Indonesia.<br />5. Penyusunan dan penataan kembali tatanama stratigrafi akan dilakukan oleh Puslitbang Geologi dengan tahapan pertama menerapkan litostratigrafi ke dalam bentuk leksikon.<br />6. Leksikon Stratigrafi Indonesia, menguraikan butir-butir nama satuan, umur, nomenklatur/tatanama, lokasi tipe, pemerian, kandungan fosil, hubungan stratigrafi, ketebalan, penyebaran, lingkungan pengendapan, tataan tektonik, aspek ekonomi, catatan dan acuan, serta dilengkapi dengan peta geografi yang memuat lokasi tipe masing-masing satuan.<br />7. Diharapkan, di masa mendatang, leksikon ini dapat diakses melalui suatu sistem informasi geologi<br /><p><span style="color:#33ff33;">2.4.5. Kendala Penerapan Satuan Stratigrafi Gunungapi (Sutikno Bronto)</span><br /></p>Ada 4 kendala penerapan satuan stratigrafi gunungapi dalam lingkup ilmu geologi di Indonesia :<br />1. Kendala Lingkup Penerapan<br /> Selama ini Satuan Stratigrafi Gunungapi hanya diterapkan pada gunungapi Kuarter dan aktif dan penelitian tidak begitu cepat memberikan nilai ekonomi tinggi, maka sangat sedikit ahli geologi yang tertarik untuk mempelajari ilmu gunungapi.<br />2. Kendala Pendidikan Dasar Geologi<br /> Pendidikan dasar geologi belum sepenuhnya mengacu pada kondisi geologi Indonesia yang berhubungan dengan cekungan sedimentasi busur magma dan gunungapi, menyebabkan pemahaman ilmu gunungapi sangat minim. Akibatnya Ilmu stratigrafi gunungapi terasa menjadi semakin sulit untuk dipelajari.<br />3. Kendala Kesampaian Medan<br /> Kesampaian medan gunungapi yang sangat sulit, terjal menyebabkan keengganan para ahli geologi untuk melakukan penelitian di daerah gunungapi.<br />4. Kendala Atmosfer Penelitian<br /> Belum terciptanya atmosfer penelitian di Indonesia secara optimal, apalagi yang menyangkut ilmu dasar dan dalam jangka pendek tidak langsung berorientasi ke ekonomi.<br />Adanya kendala-kendala tersebut “ Para ahli geologi Indonesia semakin tidak memahami kondisi geologinya sendiri”. Di masa mendatang, sangat mungkin ahli geologi luar negeri akan menjadi lebih tahu geologi gunungapi Indonesia dan lebih mampu/ cepat memanfaatkan potensi sumber daya geologi Indonesia daripada ‘tuan rumah’nya. Akhirnya kita hanya akan menjadi penonton/ pelayan di negaranya sendiri. Apakah kita ingin seperti itu nantinya?<br /><p><span style="color:#33ff33;">Usaha Penyelesaian</span><br /></p>1. Mendorong iklim penelitian pemanfaatan sumber daya gunungapi yang diawali dengan penelitian-penelitian dasar geologi gunungapi,<br />2. Memperluas lingkup penerapan satuan stratigrafi gunungapi hingga batuan berumur Tersier atau yang lebih tua.<br />3. Mengubah secara bertahap bahan pendidikan dan pengajaran geologi disesuaikan dengan kondisi geologi Indonesia, serta<br />4. Memperkenalkan dasar-dasar geologi Indonesia kepada guru dan anak didik sejak pendidikan dasar hingga menengah atas.<br />Posisi Sikuenstratigrafi Di Dalam SSI 1996. Beberapa Persoalan Yang Timbul. (Wartono Rahardjo)<br /> Konsep Sikuenstratigrafi telah banyak diterapkan dan terbukti mampu memecahkan sejumlah masalah eksplorasi / produksi pada industri minyak dan gas bumi.<br />Pendekatan<br /> Analisis stratigrafi dengan pendekatan Litostratigrafi prinsipnya berdasarkan pemerian lapisan yang diamati. Penafsiran didasarkan atas kriteria yang teramati, yang sekaligus menjadi pembatas dari penafsiran tersebut. Kriteria tersebut bisa bersifat litologi (Litostratigrafi), fosil (Biostratigrafi) atau kombinasi keduanya sehingga muncul satuan Kronostratigrafi dan Geokronologi.<br /> Analisis Sikuenstratigrafi mulanya juga bersifat deskriptif seperti pada Litostratigrafi namunkemudian telah berkembang menjadi ilmu yang sangat deterministik bahkan bersifat prediktif.<br /><p><span style="color:#3366ff;">Beberapa Perubahan Pada Konsep Dasar</span><br /></p> Ada beberapa konsep dasar Litostratigrafi yang tidak sesuai lagi bila diterapkan dalam pembahasan Sikuenstratigrafi, sehingga perlu pandangan baru dalam pemahaman konsep-konsep dasar yang ada di dalam Litostratigrafi.<br />Permasalahan Sikuenstratigrafi dalam SSI 1996<br /> Secara eksplisit sikuenstratigrafi sudah tercantum dalam SSI 1996, namun dalam praktek belum banyak digunakan, terutama pada penelitian geologi permukaan. Konsep stratigrafi tradisionil masih lebih banyak digunakan.<br /><p><span style="color:#cc0000;">Kesimpulan</span><br /></p>1. Pendekatan Sikuenstratigrafi yang berakar dari Seismikstratigrafi secara nyata telah membenarkan hasil yang lebih baik dalam penafsiran stratigrafi detail daripada pendekatan stratigrafi konvensional..<br />2. Banyak praktisi geologi non stratigrafi menjadi ketakutan dan enggan mendalami Sikuenstratigrafi karena banyaknya istilah baru yang khas Sikuenstratigrafi.<br />3. Keberadaan ketidakselarasan dalam berbagai ujudnya sangat penting dalam Sikuenstratigrafi tetapi masih kurang diperhatikan peranannya pada satuan stratigrafi yang lain, terutama pada satuan Litostratigrafi.<br />4. Saran yang dapat diajukan sebagai akibat dari diakuinya Satuan Sikuenstratigrafi adalah perbaikan dalam pendefinisian dari korelasi (pasal 7 SSI 1996) serta penambahan pasal tentang ketidakselarasan<br />2.4.6. Litostratigrafi vs Biostratigrafi Di Cekungan Kutai Hilir: Masukan Bagi Penyempurnaan SSI’96. (Andang Bachtiar)<br /> Perlunya tinjauan ulang penggunaan litostratigrafi untuk menerangkan stratigrafi endapan delta di semua cekungan di Indonesia, terutama apabila dimensi deltanya ekivalen dengan Delta Mahakam purba. Hal ini menjadi sangat penting karena keragaman fasies litologi endapan delta, baik secara lateral/ vertikal yang diakibatkan oleh proses naik-turunnya muka air laut relatif dapat sangat ekstrim, yaitu dari dominan batupasir fluvial sampai ke endapan laut dalam, sehingga satu penamaan formasi saja tidak cukup untuk memerikan stratigrafinya.<br />2.4.7. Kontribusi Seismik Stratigrafi pada Pembenahan “Satuan Resmi Bawah Permukaan” Sandi Stratigrafi Indonesia 1996. (Awang H. Satyana & Brahmantyo K. Gunawan)<br />1. SSI 1973 dan 1996, kurang mengakomodasi masalah stratigrafi bawah permukaan.<br />2. SSI 1996 telah memuat Satuan Sekuen Stratigrafi, tetapi belum berdasarkan kepada data bawah permukaan khususnya data seismik.<br /><p><span style="color:#ff0000;">2. 5. POLA SEBARAN FORAMINIFERA DALAM HUBUNGANNYA DENGAN STRATIGRAFI</span> <span style="color:#ff0000;">SIKUEN (Studi kasus: Daerah Blora dan sekitarnya/daerah lintang rendah) </span><br /></p> Berkembangya konsep stratigrafi sikuen akhir-akhir ini (Vail, 1987, van Wagoner dkk., 1988 dan Haq, 1991) telah mengakibatkan perubahan yang revolusioner dalam pemikiran stratigrafi. Secara hipotesis, biostratigrafi (foraminifera) dapat mengidentifikasi sikuen dan komponen sikuen itu sendiri bilamana data yang lain tidak meyakinkan (van Gorsel, 1988).<br />Stratigrafi sikuen adalah metode pendekatan yang multidisiplin serta berorientasi pada sejumlah proses untuk menginterpretasi paket sedimen. Paket sedimen tersebut diberi nama sikuen dan dibatasi oleh bidang ketidakselarasan atau bidang kemenerusannya yang selaras dan bersifat regional. Secara teknis, konsep ini bertujuan mengelompokkan urutan susunan batuan sedimen ke dalam suatu sikuen yang didasarkan pada kronologi sebagai pembatas selang genesanya (Vail, dkk, 1984, Vail, 1987, dalam Djuhaeni, 1996). <br /> Istilah sikuen menunjuk pada sikuen orde 3 yang menurut Vail (1992, dalam Handford, 1997) mempunyai selang waktu 0,5 - 3,0 juta tahun. Sikuen tersebut diakibatkan oleh glacio-eustatic change dan tektonik lokal ataupun regional. Mitchum dan van Wagoner (1991) menyatakan bahwa sikuen mempunyai pola tumpukan sedimen (stacking pattern) dan merupakan bukti dari adanya siklus high-frequency eustatic. Sikuen tersebut tersusun atas komponen sikuen (depositional system track: lowstand system track/LST, transgressive system track/TST dan high system track/HST) sebagai respons akibat perubahan muka air laut relatif (Posamentier dan Vail, 1988; van Wagoner dkk., 1988).<br /> Interpretasi stratigrafi sikuen dan komponen sikuennya serta horison seperti batas sikuen (SB), bidang transgresi (TS), bidang maximum flooding surface (MFS), dan condensed section (C) memerlukan pemahaman akan hubungan stratigrafi, umur, batimetri, dan fasies. Dengan demikian, terlihat ada beberapa aspek yang melibatkan biostratigrafi dalam mengevaluasi stratigrafi sikuen.<br /><p><span style="color:#33ff33;">2.5.1. Material dan metode</span><br /></p> Daerah penelitian berada di Cekungan Jawa Timur Utara (Blora, daerah lintang rendah,). Stratigrafi sikuennya sudah dikaji secara rinci oleh Djuhaeni (1994). Sebanyak 101 contoh dari 6 unit sikuen pada empat buah penampang stratigrafi telah diambil. Pengambilan contoh batuan di lapangan dilakukan pada tiap batas komponen sikuen dan selang di antaranya. Semua contoh batuan yang didapat diproses dengan prosedur yang sama. Contoh batuan yang tidak kompak di cuci sebanyak 10 gram berat kering, sedangkan yang sangat kompak disayat tipis. Teknik penghitungan, metode preparasi, dan hitungan set fosil dilakukan secara konsisten pada seluruh contoh yang dianalisis, secara kuantitatif.<br /> Taksonomi foraminifera mengikuti Loeblich & Tappan (1964), sedangkan referensi untuk spesies planktonik dan zonasinya mengikuti Bolli dkk. (1985). Identifikasi spesies bentonik berdasarkan antara lain Barker (1960) dan Adam (1984). Selain menggunakan konsep datum, penentuan umur relatif juga dibantu oleh pola perubahan putaran spesies tertentu (Bolli dkk.,1985). Sementara itu foraminifera besar mengikuti Adam (1970, 1984). Data ekologi genus atau spesies foraminifera dan asosiasi untuk tiap zona batimetri didasarkan pada berbagai sumber seperti Rauwenda dkk. (1984), Murray (1991), Biswash (1976), Hottinger (1983), dan Bilman dkk. (1980). Model batimetri untuk lingkungan pengendapan laut mengikuti model yang digunakan oleh Rauwenda dkk. (1984). Analisis iklim menggunakan metode whole fauna dengan referensi spesies dari Boltovskoy & Wright (1976) dan Be’ & Tolderlund (1971, dalam Haynes, 1981). Salinitas ditafsirkan dari perbandingan Globigerinoides sacculifer/Gs. ruber seperti yang digunakan oleh Berggren & Boersma (1969, dalam Boltovskoy & Wright, 1976). Beberapa parameter dicoba diterapkan untuk melihat pola sebaran foraminifera yang dapat membantu analisis stratigrafi sikuen, yaitu kelimpahan, keragaman, bioevent, biofasies, dan kompisisi fauna.<br /><p><span style="color:#33ff33;">2.5.2. Pola sebaran/karakteristik foraminifera dalam stratigrafi sikuen</span><br /></p> Umur, lingkungan pengendapan, dan iklim purba dari contoh yang dianalisis terlihat pada Gambar 3 sampai dengan 6. Gambar 7 sampai dengan 10 adalah kurva kelimpahan (total, bentonik, planktonik), keragaman (jumlah total species, Yule-Simpson indeks, planktonik, bentonik), dan komposisi foraminifera. Berikut akan dibahas pola atau karakteristik foraminifera pada setiap komponen sikuen dan bidang-bidang batasnya<br /><p><span style="color:#33ff33;">2.5.3. Batas sikuen</span><br /></p> Sebanyak 7 batas sikuen, yaitu SB2, SB3, SB4, SB5, ?SB6, SB8, dan SB9 telah dianalisis. SB2, SB3, SB8, dan SB9 secara fisik di lapangan dicirikan oleh bidang erosional. Hampir semua batas sikuen dicirikan oleh penurunan batimetri secara tiba-tiba, kecuali SB5 dan ?SB6 di lintasan Kali Ledok. Batas tersebut dari hasil analisis foraminifera tidak menunjukkan adanya perubahan batimetri. Pada batas sikuen SB6, meskipun batimetri tidak menunjukkan perubahan, terlihat ada sedikit perubahan pada iklim, kelimpahan dan keragaman total, serta foram planktonik dan bentonik. Batas sikuen juga bersesuaian dengan perubahan iklim (SB8) dari panas ke dingin serta adanya zona biostratigrafi yang hilang. Beberapa batas sikuen dicirikan oleh hadir atau meningkatnya fauna rombakan dan percampuran fauna fasies laut dangkal dan dalam. Hal ini diikuti oleh perubahan batimetri dan/atau ekologi (salinitas), iklim dari panas ke dingin (SB2, SB8, SB9), dan perubahan pH (SB3). Pada Gambar 7 sampai dengan 10 terlihat bahwa keragaman dan, kelimpahan total maupun kelompok foraminifera tidak menunjukkan pola yang konsisten; pola yang dijumpai sangat tergantung pada jenis batuan dan kondisi ekologi lingkungan pengendapannya. Meskipun demikian, terlihat bahwa bila kondisinya sama-sama laut terbuka, batas sikuen dicirikan oleh penurunan kelimpahan totalnya (SB4, SB5, ?SB6, SB8 dan SB9). Beberapa batas sikuen juga dicirikan oleh perubahan komposisi fauna secara mencolok dengan tiba-tiba (SB2 dan SB3).<br /><p><span style="color:#33ff33;">2.5.4. Lowstand System Track (LST)</span><br /></p> Sebanyak 5 selang endapan LST, yaitu LST dari Sikuen 3, 4, 5, 7, dan 10 telah dianalisis. Adanya fosil rombakan yang sukar dipisahkan dengan yang in situ pada endapan LST Sikuen 3 dan 10 membuat pola keragaman dan kelimpahan yang sebenarnya sulit diketahui. Selang LST Sikuen 7 (Gambar 9) memperlihatkan pola penurunan keragaman, baik dalam jumlah specien maupun indeks Yule-Simpson serta keragaman bentonik dan planktoniknya. Sementara itu, LST Sikuen 4 (Gambar 7) juga memperlihatkan penurunan keragaman dan kelimpahan, tetapi LST Sikuen 5 (Gambar 8) menunjukkan hal yang sebaliknya. <br /> Pembahasan di atas menunjukkan bahwa pola keragaman dan kelimpahan tidak konsisten. Secara umum, endapan LST dicirikan oleh hadirnya fauna rombakan yang relatif banyak dan percampuran bentonik laut dangkal dan dalam. Biofasies pada endapan LST yang dianalisis pada laut dangkal menunjukkan lingkungan pengendapan yang relatif lebih dangkal daripada HST unit sikuen di bawahnya, sedangkan yang pada laut yang relatif dalam (SB5 & ?SB 6) tidak selalu menunjukkan pendangkalan batimetri.<br /><p><span style="color:#33ff33;">2.5.5. Transgressive System Track (TST)</span><br /></p> Sebanyak 5 selang endapan TST, yaitu TST dari Sikuen 3, 5, 7, 9, dan 10 telah dianalisis. Selang TST memperlihatkan kecenderungan naiknya kelimpahan total, meskipun pada TST Sikuen 9 pola tersebut tidak begitu tampak karena sulit memisahkan fauna rombakan dan fauna in situ. Pada laut dangkal (TST Sikuen 3 dan 10) terlihat bahwa kelimpahan total bentoniknya meningkat, sedangkan pada laut dalam (TST Sikuen 7 dan 9), kelimpahan dan keragaman planktoniknya yang tampak meningkat. Analisis biofasies menunjukkan bahwa asosiasi faunanya makin ke atas makin menunjukkan lingkungan yang makin mendalam, dan mencapai maksimum kedalaman di sekitar batas antara TST dan HST. Hal ini tampak jelas terutama pada daerah laut dangkal. Parameter lain tidak menunjukkan pola tertentu.<br /><p><span style="color:#33ff33;">2.5.6. Highstand System Track (HST)</span><br /></p> Empat selang HST telah dianalisis, yaitu HST Sikuen 3, 5, 7, dan 9. Selang HST tersebut memperlihatkan karakteristik biofasies yang hampir sama, yaitu makin ke atas makin menunjukkan pendangkalan batimetri (HST Sikuen 3, 7, dan 9); hanya Sikuen 5 yang tidak menunjukkan perubahan batimetri. Kelimpahan dan keragaman jumlah spesies, indeks Yule-Simpson, planktonik dan bentonik, dan komposisi fauna, tidak menunjukkan pola perubahan yang konsisten. Sikuen 3 dan 7 memperlihatkan keragaman yang menurun ke arah atas, sedangkan Sikuen 5 menunjukkan kecenderungan naik ke arah atas. Pada Sikuen 9 terlihat menurun, kemudian berfluktuasi, dan meningkat lagi di akhir selang. Kelimpahan total umumnya mempunyai pola yang berfluktuasi. <br /><p><span style="color:#33ff33;">2.5.7. Transgressive Surface (TS)</span><br /></p> Sebanyak 5 bidang TS telah dianalisis, yaitu bidang TS Sikuen 3, 4, 5, 7, dan 10. Bidang TS Sikuen 3, 4, 5, dan 10 berada pada lingkungan laut relatif dangkal dan dicirikan oleh perubahan batimetri (kecuali Sikuen 5). Di atas bidang TS tampak lingkungan pengendapan yang relatif lebih dalam daripada yang di bawahnya. Sikuen 7 berada pada laut yang relatif dalam dan tidak menunjukkan perubahan batimetri. Keragaman, kelimpahan, dan komposisi fauna tidak menunjukkan pola yang konsisten.<br /><p><span style="color:#33ff33;">2.5.8. MFS (Maximum Flooding Surface)</span><br /></p> Lima bidang MFS telah dianalisis, yaitu MFS Sikuen 3, 5, 7, 9, dan 10. Bidang MFS Sikuen 5, 7, 9, dan 10 berasosiasi dengan condensed section. Pada bidang MFS yang berasosiasi dengan condensed section tampak bahwa kelimpahan dan/atau keragaman yang relatif tinggi berada tepat di bawah bidang MFS dan hanya pada Sikuen 5 yang tidak. Sementara itu, yang tidak berasosiasi dengan condensed section, maksimum kelimpahan dan/atau keragamannya berada di atas bidang MFS. Meskipun dalam satu sikuen terdapat nilai keragaman dan/atau kelimpahan yang hampir sama atau lebih tinggi (TST Sikuen 9 dan LST Sikuen 3), hal tersebut dapat dibedakan dari yang berasosiasi dengan bidang MFS. Nilai yang tinggi tersebut diakibatkan oleh adanya fauna rombakan yang sebagian sulit dipisahkan dengan yang in situ. Bidang MFS juga tampak berasosiasi dengan maksimum kedalaman di dalam satu sikuen. Hal tersebut terefleksi pada asosiasi biofasiesnya. Pada laut dangkal, hal tersebut terlihat dari pemunculan fauna yang relatif lebih dalam dibandingkan dengan yang di atas atau di bawahnya, sedangkan pada laut dalam, tampak dari tingginya kelimpahan dan/atau keragaman total.<br />Condensed section<br /> Empat condensed section telah dianalisis dalam studi ini. Tiga condensed section (Sikuen 7, 9, dan 10) mempunyai karakteristik foraminifera yang sama, yaitu mempunyai nilai kelimpahan planktonik atau bentonik yang tinggi di dalam satu sikuen, tetapi condensed section Sikuen 5 tidak menunjukkan hal yang sama. Selain hal di atas, condensed section juga berasosiasi dengan biofasies yang menunjukkan lingkungan relatif paling dalam dari satu unit sikuen. Pada penelitian ini terlihat bahwa semua condensed section tersebut diendapkan pada kondisi laut terbuka dengan salinitas normal.<br /><p><span style="color:#33ff33;">2.5.9. Pemodelan</span><br /></p>Berdasarkan model stratigrafi sikuen yang dibuat oleh Vail dkk. (1987), dan hasil analisis pada penelitian ini, dibuat model biostratigrafi dalam hubungannya dengan stratigrafi sikuen. Model tersebut (Gambar 11) menggambarkan perubahan batimetri, ekologi, dan iklim purba pada sikuen dan komponennya yang disusun berdasarkan data biofasiesnya. Horison-horison yang ada pada sikuen disusun berdasarkan perubahan pada biofasies dan bioevent, termasuk di dalamnya karakteristik kelimpahan dan keragaman<br /><p><span style="color:#ff0000;">2. 6. PENAMPANG STRATIGRAFI </span><br /></p>Definisi<br /><span style="color:#33ff33;">Penampang stratigrafi terukur (measured stratigraphic section) adalah suatu penampang atau kolom yang menggambarkan kondisi stratigrafi suatu jalur, yang secara sengaja telah dipilih dan telah diukur untuk mewakili daerah tempat dilakukannya pengukuran tersebut. Jalur yang diukur tersebut dapat meliputi satu formasi batuan atau lebih</span><br /> Sebaliknya pengukuran dapat pula dilakukan hanya pada sebagian dari suatu formasi, sehingga hanya meliputi satu atau lebih satuan lithostratigrafi yang lebih kecil dari formasi, misalnya anggota atau bahkan hanya beberapa perlapisan saja <br />Tujuan:<br />1. Keterangan litologi terperinci yang menyangkut tentang jenis, macam, komponen penyusun, tekstur, kemas, kandungan fosil, struktur sedimen dan lain-lain sifat geologis dari setiap satuan yang terdapat pada jalur tersebut.<br />2. Kedudukan dan ketebalan dari setiap litologi yang dijumpai.<br />3. Urutan dari semua litologi yang ada serta jenis hubungan dari dua litologi yang berdampingan, apakah selaras, tidak selaras, menyisip, selang seling, bergradasi normal atau terbalik dan lain sebagainya <br /><p><span style="color:#33ff33;">Kolom stratigrafi yang diperoleh dari jalur yang diukur siap dijadikan dasar untuk :</span><br /></p>1. Penentuan batas secara tepat dari satuan-satuan stratigrafi formal maupun informal, yang dalam peta dasar yang dipakai terpetakan atau tidak, sehingga akan meningkatkan ketepatan dari pemetaan geologi yang dilakukan di tempat dimana dilakukan pengukuran tadi.<br />2. Penafsiran lingkungan pengendapan satuan-satuan yang ada di kolom tersebut serta sejarah geologi sepanjang waktu pembentukan kolom tersebut.<br />3. Sarana korelasi dengan kolom-kolom yang diukur di jalur yang lain.<br />4. Pembuatan penampang atau profil stratigrafi (stratigraphic section) untuk wilayah tersebut.<br />5. Evaluasi lateral (spatial = ruang) dan vertical (temporal = waktu) dari seluruh satuan yang ada ataupun sebagian dari satuan yang terpilih, misalnya saja :<br />a. lapisan batupasir yang potensial sebagai reservoir.<br />b. lapisan batubara.<br />c. lapisan yang kaya akan fosil tertentu.<br />d. Lapisan bentonit dan lain-lain.<br />Ada dua metoda yang biasa dilakukan dalam usaha pengukuran jalur stratigrafi. Metoda tersebut adalah :<br />• Metoda rentang tali.<br />• Metoda tongkat Jacob (Jacob’s staff method). <br />Metoda rentang tali atau yang dikenal juga sebagai metoda Brunton and tape (Compton, 1985; Fritz & Moore, 1988) <br />“dilakukan dengan dasar perentangan tali atau meteran panjang. Semua jarak dan ketebalan diperoleh berdasar rentangan terbut. Pengukuran dengan metoda ini akan langsung menghasilkan ketebalan sesungguhnya hanya apabila dipenuhi syarat sebagai berikut”:<br />• Arah rentangan tali tegak lurus pada jalur perlapisan. <br />• Arah kelerengan dari tebing atau rentangan tali tegak lurus pada arah kemiringan.<br />Diantara 2 ujung rentangan tali tidak ada perubahan jurus maupun kemiringanKuliah D3 Fatekhttp://www.blogger.com/profile/00648521442957317360noreply@blogger.com2tag:blogger.com,1999:blog-2692759167563707489.post-69240573981764615192009-05-22T10:00:00.000-07:002009-05-22T10:03:00.711-07:00BAB VIII Pengolahan Bahan Galian<span style="color:#33ff33;">BAB VIII<br />FLOTASI</span><br /><br /><br /> Flotasi merupakan suatu cara konsentrasi kimia fisika untuk memisahkan mineral berharga dari yang tidak berharga, dengan mendasarkan atas sifat permukaan mineral yaitu senang tidaknya terhadap udara.<br /> Flotasi dilakukan dalam media air sehingga terdapat tiga fase, yaitu :<br />1. Fase padat<br />2. Fase cair<br />3. Fase udara<br /> Flotability adalah sifat kimia darimineral yaitu kekuatan mengapung mineral yang tergantung pada senang tidaknya terhadap udara.<br /> Terdapat dua macam jenis mineral, yaitu :<br />1. Polar, senang pada air (hydrofillic/aerophobic)<br />2. Non polar, senang pada udara (hydrophobic/aerofillic)<br /> Dengan mendasarkan sifat mineral tersebut maka mineral yang satu dengan lainnya dapat dipisahkan dengan gelembung udara.<br /> Persyaratan yang harus dipenuhi dalam flotasi adalah :<br />1. Diameter partikel harus disesuaikan dengan butiran mineral<br />2. Persen solid yang baik 25% - 45% (pryor), 15% - 30% (gaudin)<br />3. Sudut kontak yang baik sekitar 60o – 90o, berarti usaha adhesinya besar sehingga udara dapat menempel pada permukaan mineral yang mengakibatkan mineral dapat mengapung. Sudut kontak merupakan sudut yan dibentuk antara gelembung udara dengan mineral pada suatu titik singgung. Sudut kontak mempengaruhi daya kontak antara bijih dengan gelembung udara. Untuk melepaskan gelembung dan mineral dibutuhkan usaha adhesi (Wum) dengan<br /><br /> <br />keterangan :<br /> = tegangan udara air<br /> = tegangan mineral air<br /> = tegangan udara mineral<br />4. pH Kritis<br /> pH kritis merupakan pH larutan yang mempengaruhi konsentrasi kolektor yang digunakan dalam pengapungan mineral. Pada gambar dibawah menunjukkan hubungan antara konsentrasi sodium diethyl dithiophosphate dan pH kritis. Mineral yang digunakan adalah pyrite, galena dan chalcophyrite. Konsentrasi kolektor tersebut dapat mengapungkan chalcophyrite dari galena pada pH 7 – 9, galena dari pyrite pada pH 4 – 6 dan chalcophyrite dari pyrite pada pH 4 – 9.<br /><br />A. Langkah-langkah dalam flotasi adalah :<br /><br />1. Liberasi, analisis pendahuluan<br /> Agar mineral terliberasi maka perlu dilakukan crushing atau grinding yang diteruskan dengan pengayakan atau classifying. Ini dimaksudkan agar ukuran butir mineral dapat seragam sehingga proses akan lebih sukses atau berhasil. Analisis pendahuluan dilakukan dengan menggunakan mikroskop sehingga dapat dilihat derajat liberasinya dan kadar dari mineral tersebut. Diupayakan dalam tahap ini juga dilakukan desliming, sebab slime akan mengganggu proses flotasi.<br />2. Conditioning<br /> Yaitu membuat suatu pulp agar nantinya pulp tersebut dapat langsung dilakukan flotasi. Preparasi ini sebaiknya disesuaikan dengan liberasi dalam proses basah, maka conditioning juga harus dilakukan pada proses basah.<br />Pada tahap pengkondisian, reagent yang diberikan adalah modifier, collector dan terakhir frother.<br />3. Proses flotasi<br />Proses ini ditandai dengan masuknya gelembung udara ke dalam pulp.<br /><br />B. Macam-Macam Reagent<br /> Keberhasilan proses flotasi sangat ditentukan oleh ketetapan penggunaan reagent, baik jumlah maupun jenisnya. Reagen flotasi yang ditambahkan pada tahap conditioning dengan tujuan menciptakan suatu pulp yang kondisinya sesuai agar dapat dilakukan flotasi dan mineral yang diinginkan dapat terapungkan sebagai konsentrat.<br />1. Collector (collecting agent, promotor)<br /> Adalah suatu reagen yang memberikansifatmenempel pada udara sehingga mineral tersebut senang pada udara. Collector merupakan zat organik dalam bentuk asam, basa atau garam yang berbentuk heteropolar, yaitu satu ujungnya senang pada air dan ujung lainnya senang pada udara.<br /> Molekul kolektor berupa senyawa yang dapat terionisasi menjadi ion-ion dalam air (ionizing collector) atau berupa senyawa yang tidak dapat terionisasi dalam air (non ionizing collector). Non ionizing collector umumnya merupakan hidrokarbon cair yang dihasilkan dari minyak maupun batubara (heptane = C7H12, toluen = C6H5CH3). Sedangkan ionizing collector merupakan jenis kolektor yang molekulnya memiliki struktur heteropolar, yaitu salah satu kutubnya bersifat polar (dapat dibasahi air), sedangkan kutub lainnya bersifat non polar (tidak dapat dibasahi air). Berdasarkan sifat, ionizing collector diklasifikasikan menjadi dua, yaitu annionic collector dan cationinc collector.<br />Macam kolektor antara lain :<br />a. Xanthat, hasil reaksi alkohol, alkali dan sulfida karbon<br />b. Aerofloat, reaksi fenol dengan penta sulfida phosphor<br />c. Thio carbonalit (urae), sebagai serbuk halus<br />d. Fatty acid (asam lemak), untuk flotasi non logam<br />e. Oleic acid<br />f. Palmatic acid<br />2. Conditioner/Modifier<br /> Merupakan suatu reagent, bila ditambahkan ke dalam pulp akan memberikan pengaruh tertentu terhadap air atau mineral agar dapat membantu atau menghalangi kerja dari collector. Pengaruh umum yang dihasilkan adalah memperkuat atau memperlemah hydrophobisitas dari suatu permukaan mineral tertentu. Modifier ini biasanya an organik.<br />Macam conditioner/modifier<br />a. Reagent pengontrol pH<br /> Berfungsi untuk membuat suasana larutan menjadi asam atau basa. Pengaruh pH dalam flotasi sangat penting sebab pH dapat mampengaruhi aksi dari reagent lain terutama kolektor. Reagent kolektor akan bekerja dengan baik pada permukaan mineral tertentu bila mencapai harga pH kritis. pH kritis adalah ambang batas pH dimana kolektor dapat bekerja dengan baik pada minerl tertentu. Harga pH kritis akan naik bersama naiknya kolektor yang dipakai. Tinggi rendahnya pH ditentukan oleh konsentrasi ion-ion hidrogen dan ion-ion hidroksil (OH). Pengaruh ion-ion hidrogen hidroksil adalah terhadap hidrasi permukaan bila tanpa kolektor dan adsorbsi kolektor pada permukaan mineral.<br />Kapur biasanya digunakan dalam flotasi sebagai Ca(OH)2 padat dan biasanya kapur yang dimasukkan sebanyak 1,4 gram CaO per liter (tergantung pada mineral yang dipisahkan). Kapur ini dapat dipakai sebagai reagent pengendap dalam timbal sulfida dan emas.<br />Yang digunakan sebagai pengontrol pH adalah ; soda abu (NaCO3) dan Caustic Soda<br />b. Depressing Agent (reagent pengendap)<br /> Berfungsi untuk mencegah dan menghalangi mineral yang mempunyai flotablitas sama supaya tidak menempel pada gelembung udara. Biasanya yang digunakan adalah seng sulfat (ZnSO4) untuk menekan mineral sfalerit dan sodium sianida (NaCN) untuk menekan mineral pyrite.<br /> ZnSO4 + 2 NaCN Zn(CN)2 + Na2SO4<br />Hasil reaksi tersebut dapat menekan sfalerit sehingga menjadi hydrofillic dan mencegah adsorbsi colector.<br />Macam yang lain antara lain ; lime (kapur), NaCN atau KCN dan Na sulfida.<br />c. Activating Agent (reagent pangaktif)<br />Berfungsi mengembalikan sifat flotabilitBerfungsi mengembalikan sifat flotabilit mineral sehingga tidak terpengaruh oleh aksi reagent kolektor yang telah diberikan sebelumya. Contohnya tembaga sulfat (CuSO4) terhadap mineral sfalerit. Mineral sfalerit tidak dapat diapungkan dengan baik oleh kolektor xanthate. Proses pengaktifan tembaga sulfat pada sfalerit akibat terbentuknya molekul tembaga sulfida (CuS) pada permukaan mineral dengan reaksi ion <br /> ZnS + Cu++ CuS + Zn++<br />d. Sulfidizing Agent<br />Penambahan Na2S akan mengakibatkan endapan yang berupa selaput sulfida pada mineral tersebut sehingga logam oksida dapat terselimuti sulfida. Pemakaian sulfida yang berlebihan akan membuat sulfida itu mengandap.<br />e. Reagent Dispersi (dispersant, defloculator)<br />Berfungsi menjaga agar partikel-partikel mineral tidak membentuk gumpalan tetapi tetap berada dalam suspensi. Fraksi mineral yang bersifat non polar mempunyai kecenderungan untuk membentuk gumpalan, sedangkan mineral-mineral yang polar tidak berkecenderungan demikian tetapi tetap melayang. Reagent yang biasa digunakan adalah waterglass. Kedudukan sebaran dapat dipertahankan oleh reagent waterglass akibat adsorbsi ion-ionnya terhadap permukaan mineral.<br />Reagent ini disebut juga defloculating agent. Mineral yang senang pada udara itu biasanya menggumpal, sedang yang senang terhadap air akan melayang dalam air, oleh karena itu penambahan reagent ini bertujuan agar mineral tersebut menyebar.<br />Reagent yang sering dipakai adalah ; NaSiO2 (waterglass) dan Na3PO4 (trinatrium phosphat) untuk butir yang halus.<br />Untuk suatu reagent yang sama mungkin dapat bertindak sebagai aktivator terhadap suatu mineral, tetapi merupakan depresant untuk mineral yang lain.<br /><br />3. Frother<br /> Merupakan suatu zat organik hydrocarbon yang terdiri dari polar dan non polar. Fungsi reagent ini untuk menstabilkan gelembung udara agar dapat sampai ke permukaan. Zat tersebut menyelimuti gelembung udara sehingga tegangan permukaan air akan menjadi lebih rendah, sehingga akan timbul gelembung udara. Dengan demikian frother ini dapat menimbulkan gelembung udara. Molekul frother adalah heteropolar, terdiri dari gugusan hydroxyl bersifat polar yang menarik air dan rantai hidrokarbon sebagai gugusan non polar.<br />Macam- macam frother adalah :<br />a. Methyl amil alcohol<br />b. Methyl iso butil carbinol<br />c. Cresitic acid<br />d. Pine oil<br />e. Polyprophylene glycol ether<br />f. Thricthoxy butane<br /><br />C. Macam Sel Flotasi<br /> Sel flotasi berfungsi untuk menerima pulp dan dilakukan proses flotasi. Jenis sel mendasarkan atas pemasukan udara, adalah :<br />1. Agitation Cell<br />Alat ini jarang digunakan, sebab adanya perkembangan dengan diketemukannya sub aeration cell. Udara masuk ke dalam cell flotasi karena putaran pengaduk.<br />2. Sub Aeration Cell<br />Udara masuk akibat hisapan putaran pengaduk. Alat ini paling praktis sehingga banyak digunakan.<br />3. Pneumatic Cell<br />Alat ini jarang sekali yang menggunakan, udara langsung dihembuskan ke dalam cell<br />4. Vacum and Pressure Cell<br />Udara masuk karena tangki dibuat vakum oleh pompa penghisap dan udara dimasukkan oleh pompa injeksi.<br />5. Cascade Cell<br />Udara masuk karena jatuhnya mineral.<br />Syarat cell adalah :<br />1. Pulp tidak mengandap (dilengkapi dengan alat agitasi)<br />2. Ada pengatur tinggi pulp<br />3. Ada daerah yang relatif tenang sehingga butiran yang menempel gelembung udara mudah naik ke permukaan<br />4. Konstruksi dibuat sehingga tidak terjadi short circuit<br />5. Mempunyai resirkulasi dan pengeluaran midling<br />6. Harus mempunyai penerimaan pulp dan pengeluaran busa yang menumpuk<br />7. Mempunyai permukaan bebas untuk gelembung-gelembng yang sudah mengandung mineral, sehingga tidak mempengaruhi agitasi<br />8. Harus dilengkapi dengan pengeluaran froth.<br /><br />D. Faktor Yang Mempengaruhi Flotasi<br /> Disamping jenis dan jumlah reagent flotasi, ada beberapa faktor yang mempengaruhi keberhasilan operasi flotasi, antara lain :<br />1. Laju Udara (air flow)<br />Fungsi udara dalam flotasi sebagai pengikat partikel yang mempunyai sifat permukaan hydriphobic. Pengendalian laju udara umumnya merupakan cara yang biasa digunakan untuk mengontrol kadar dan perolehan konsentrat yang dihasilkan.<br />2. Persen Padatan<br />Penentuan persen padatan untuk flotasi tergantung pada keadaan bijih yang dipisahkan. Ada kecenderungan bahwa flotasi untuk partikel kasar dapat dilakukan dengan persen padatan besar, begitu juga sebaliknya. Untuk flotasi mineral sulfida pada tingkat rougher menggunakan persen padatan relatif besar +/- 45%, sedangkan untuk tingkat cleaner sekitar 25%.<br />3. Laju Pengumpanan (feed rate)<br />Laju pengumpanan akan berpengaruh terhadap kapasitas dan waktu tinggal (residence time). Semakin tinggi laju pengumpanan maka kapasitas alat akan semakin tinggi dengan demikian umumnya perolehan menjadi rendah. Hal ini karena waktu tinggal partikel yang singkat sehingga partikel tidak mempunyai waktu yang cukup untuk bertumbukan dengan gelembung udara. Akibatnya banyak partikel hydrophobic yang terbuang sebagai tailing. Namun kemungkinan kadar konsentrat yang dihasilkan semakin tinggi, oleh karena itu perlu dicari berapa laju pengumpanan yang paling optimum.<br />4. Laju Udara Pembilasan (wash water rate)<br />Air pembilas digunakan (khusus pada flotasi kolom) seperti halnya laju udara, dalam pengendalian laju air pembilasan diperlukan control yang ketat pula. Air pembilasan berfungsi untuk membantu mengalirkan konsentrat ke dalam lounder. PEmakaian air pembilas ini merupakan khas yang membedakan antara flotasi kolom dengan flotasi konvensional.<br />5. Ketebalan Lapisan Buih (froth depth)<br />Lapisan buih pada flotasi kolom merupakan zona berlangsungnya proses pemisahan partikel hydrophilic yang terjebak pada antar gelembung udara oleh adanya air pembilas. Apabila lapisan buih terlalu dangkal maka partikoel hydrophilic yang terperangkap dalam lapisan buih tidak sempat jatuh ke daerah pulp sehingga terbawa sebagai konsentrat.<br />6. Ukuran Gelembung Udara<br />Besar dan kecilnya ukuran gelembung udara berpengaruh terhadap luas total permukaan bijih. Untuk mengatur ukuran gelembung udara pada flotasi konvensional dapat dilakukan dengan mengatur kecepatan putar impeller. Semakin besar luas permukaan gelembung udara maka semakin banyak pula kemungkinannya partikel dapat bertumbukan dan menempel pada gelembung udara.<br />7. Ukuran Partikel<br />Partikel yang terlalu halus mempunyai luas permukaan spesifik (cm2/gr) yang lebih besar disbanding butiran kasar, sehingga lebih banyak mengadopsi reagent. Permukaan halus juga akan lebih mudah berinteraksi satu sama lainnya sehingga memungkinkan terjadinya ikatan antar mineral pengotor dengan mineral yang diinginkan.<br />Akibat dari mineral halus adalah perolehan akan rendah dan kadar konsentrat akan rendah akibat butiran halus ikut terapung dan terbawa ke dalam konsentrat.<br /> Mekanisme dalam flotasi dimana mineral yang menempel pada gelembung udara (Froth) dapat terangkat ke atas dengan perhitungan sebagai berikut :<br />Misal :<br />Diameter gelembung udara = 2 cm<br />Volume gelembung udara = =4 cm3<br />Diameter butir = 0.02 cm dengan jumlah butir ada 25 buah<br />maka volumenya = x 25 = 10-4 cm3<br />Bila berat jenis mineral = 8<br />maka berat 25 butir mineral = 8 x 10-4 gram<br />Volume total = 4,0008 cm3, berat total juga 8 x 10-4<br />Maka BJ gelembung dan mineral = (8 x 10-4) : (4,0008) =< 1, sehingga dapat mengapung karena BJ air = 1.<br /><br />Untuk menghitung jumlah cell yang diperlukan digunakan rumus :<br /> Jumlah cell = faktor x float time x dry tonase<br />dimana :<br /> faktor = volume total (cuft)/volume cell x 1440<br />Contoh :<br />Diketahui ; tonase bijih = 10 ton, waktu flotasi = 8 menit, SG PbS = 3,4, SG air = 1, % solid = 25%, volume cell = 10 cuft, 1 gr/cc = 62,43 lb/cuft, 1 ton = 2000 lb<br />Berapa jumlah cell yang digunakan.<br /><br />Bila yang dikerjakan 1 ton bijih, maka volumenya adalah <br /> = 2000 lb/(3,4 x 62,43 lb/cuft) = 9,42 cuft <br />Dasar 25% solid (air ada 3 bagian), volume air<br /> = (3 x 2000 lb)/ (1 x 62,43 lb/cuft) = 96,10 cuft<br />Volume total (air dan mineral) = 105,52 cuft<br />Faktor = 105,52/(10x1440) = 7,3 x 103<br />Jumlah cell = 7,3 x 103 x 100 x 8 = 5,86 6 cell<br /> Kuliah D3 Fatekhttp://www.blogger.com/profile/00648521442957317360noreply@blogger.com1tag:blogger.com,1999:blog-2692759167563707489.post-43235390132493133342009-05-22T09:53:00.000-07:002009-05-22T09:59:59.424-07:00BABA vII Pengoahan Bahan GalianBAB VII<br />HIGH TENSION SEPARATION<br /><br /><br /> High tension separation atau electrostatic separation adalah pemisahan mineral satu dengan lainnya berdasarkan perbedaan electrical conductivity-nya. Mineral di alam ada yang electrical conductivity-nya tinggi (mineral konduktor) dan ada yang rendah (mineral non konduktor). Mineral konduktor mempunyai sifat mudah menerima ion negative juga mudah melepaskannya. Berbeda dengan mineral non konduktor yang sukar menerima maupun melepaskan ion negative.<br /><br />A. Electrostatic Separator<br /> Bagian-bagian alat ini antara lain :<br />1. Hopper, merupakan alat penampung umpan yang dilengkapi dengan heater untuk memanaskan umpan agar dalam keadaan kering. Dalam keadaan material basah maka proses pemisahan dengan electrostatic separator tidak akan berhasil dengan baik.<br />2. Feeder (pengatur umpan), alat ini terletak pada hopper. Alat ini berguna agar umpan yang masuk ke rotor hanya satu lapis, dengan harapan proses dapat berjalan baik. Ujung dari hopper sebagai media keluarnya material dari hopper dapat diatur, agar jatuhnya material merupakan garis singgung dari rotor. Hal ini dimaksudkan agar tidak terjadi lentingan material.<br />3. Rotor, adalah silinder yang berputar pada porosnya, dihubungkan dengan bumi sehingga rotor bermuatan positif.<br />4. Electrode, terdiri dari electroda kawat dan focussing electrode, merupakan sumber ion bombardement.<br />5. Splitter, sebagai penyekat pengatur produk (mideral konduktor, middling dan non kinduktor).<br />6. Brush (sikat), berguna untuk menyikat produk non konduktor yang ikut berputar dengan rotor.<br />7. Rectifier, sebagai alat untuk meningkatkan tegangan.<br /><br /> <br />Konsentrasi Elektrostatik (Electrostatic Concentration)<br /><br />Merupakan proses konsentrasi dengan memanfaatkan perbedaan sifat konduktor (mudah menghantarkan arus listrik) dan non-konduktor (nir konduktor) dari mineral.<br /><br />Kendala proses konsentrasi ini adalah :<br />- Hanya sesuai untuk proses konsentrasi dengan jumlah umpan yang tidak terlalu besar.<br />- Karena prosesnya harus kering, maka timbul masalah dengan debu yang berterbangan.<br /><br />Mineral-mineral yang bersifat konduktor antara lain adalah :<br />- Magnetit (Fe3 O4)<br />- Kasiterit (Sn O2)<br />- Ilmenit (Fe Ti O3)<br />- Molibdenit (Mo S2)<br />- Wolframit [(Fe, M) WO4]<br />- Galena (Pb S)<br />- Pirit (Fe S2)<br /><br />Produk dari proses konsentrasi ini adalah :<br />- Mineral-mineral konduktor sebagai konsentrat.<br />- Mineral-mineral non-konduktor sebagai ampas (tailing).<br /><br />Peralatan yang biasa dipakai adalah :<br />a. Electrodynamic separator (high tension separator).<br />b. Electrostatic separator yang terdiri dari :<br /> - plate electrostatic separator<br /> - screen electrostatic separator<br /><br /><br /> Sedangkan mineral konduktor saat melewati medan korona, akan saling tarik menarik dengan roll putar yang bermuatan positif. Karena adanya muatan negatif yang berlebihan dan sifat dari mineral konduktor yang mudah menghantarkan muatan, maka muatan negatifnya akan dihantarkan melalui roll putar menuju bumi. Sehingga pada mineral konduktor yang mengandung ion positif akan terjadi gaya tolak menolak antara roll putar dengan mineral konduktor yang akhirnya jatuh ke bin. Tegangan yang dipakai 30.000 volt.<br /><br />C. Faktor Yang Mempengaruhi Pemisahan<br /> Ada faktor yang mempengaruhi baik tidaknya pemisahan dengan electrostatic separator, yaitu :<br />1. Kuat Tegangan<br />Kuat tegangan berfungsi untuk membentuk medan korona, kemudian membombardemant partikel dengan muatan negatif. Apabila medan korona sudah terbentuk, maka kuat tegangan yang diperlukan sudah cukup. Pada tegangan yang tinggi akan mempengaruhi hasil pemisahan, karena partikel akan mencapai muatan maksimum dalam waktu singkat (kurang dari 1/50 detik).<br />Suatu partikel yang sudah mencapai muatan maksimum tidak lagi menerima muatan negatif, bahkan menolaknya. Muatan maksimum akan lebih besar untuk partikel konduktor dibandingkan dengan mineral non konduktor.<br />2. Kecepatan Putar Rotor<br />Kecepatan putar rotor mempunyai hubungan erat dengan gaya sentrifugal. Besar gaya sentrifugal kecepatan rotor, ukuran partikel, BJ dan diameter rotor dirumuskan sebagai berikut.<br /> <br />dimana :<br />d = diameter partikel<br />w = kecepatan sudut<br />R = jari-jari rotor<br /> = berat jenis partikel<br /> Semakin besar ukuran partikel, berat jenis dan diameter rotor sebaiknya menggunakan kecepatan putar rendah, agar didapat suatu gaya sentrifugal yang tidak terlalu besar dan dapat mengimbangi gaya tarik listrik yang semakin kecil pada ukuran butir yang kasar. Sehingga diharapkan partikel non konduktor tidak terlepas dari permukaan rotor. Sebaliknya apabila ukuran partikel halus, BJ kecil dan diameter rotor kecil, dapat menggunakan kecepatan puter rotor tinggi, karena gaya listrik semakin besar pada ukuran partikel kecil.<br />3. Laju Umpan (Feed Rate)<br />Laju umpan yang keluar dari hopper perlu diatur sedemikian rupa supaya menyebar sepanjang permukaan rotor. Tebal umpan diusahakan supaya terdiri dari satu lapis dan tidak berjejal-jejal.<br />4. Posisi Pembagi (Splitter)<br />Posisi pembagi tidak berpengaruh pada fenomena utama yang terjadi dalam electrostatic separator, tetapi dapat mempengarhi kadar dan perolehan produk. Posisi pembagi perlu pada setiap percobaan dan tergantung pada kecepatan putar rotor, diameter rotor dan ukuran butir.<br />Apabila diinginkan mineral konduktor kadar tinggi, posisi pembagi supaya diatur mendekati rotor, tetapi biasanya perolehan menjadi rendah. Sebaliknya apabila diinginkan perolehan tinggi, maka posisi pembagi dicondongkan menjauhi rotor, namum kadarnya rendah.<br />5. Pengaruh Kelembaban<br />Pengaruh kelembaban udara mempunyai hubungan erat dengan sifat permukaan mineral. Pada umumnya dapat dikatakan bahwa semakin tinggi kelembaban relatif udara, maka partikel akan mempunyai sifat konduktivitas yang tinggi. Dari hasil percobaan pemisahan antara hematit dengan kuarsa, menunjukkan bahwa kelembaban relatif lebih rendah dari 35%, dapat dipisahkan pada temperatur 20oC. Kelembaban relatif 60%, temperatur bijih yang diperlukan 40oC dan kelembaban relatif 90% temperatur bijih yang diperlukan 90oC.<br />Pengaruh kelembaban lebih jauh dituliskan oleh Kakovsky, digolongkan menjadi :<br />a. Partikel yang mempunyai konduktivitas besar dalam kelembaban rendah dan perbedaan konduktivitas kecil dalam kelembaban tinggi, dapat dilakukan pemisahan dengan melakukan pemanasan pada temperatur 110oC – 115oC.<br />b. Partikel yang mempunyai perbedaan konduktivitas besar dengan kelembaban tinggi maupun rendah, paling mudah untuk dipisahkan.<br />c. Partikel yang mempunyai perbedaan konduktivitas rendah dengan kelambaban tinggi maupun rendah, paling sulit dipisahkan.<br />6. Keadaan Material.<br />a. Gaya Berat<br /> Gaya berat berbanding lurus dengan BJ dan ukuran partikel> Menurut coppo ukuran partikel yang dapat dikerjakan dengan pemisah tegangan tinggi adala 60 – 200 mesh untuk material bulat. Untuk yang berbentuk kasar masih dapat dipisahkan jika mempunyai perbedaan konduktivitas besar.<br />b. Derajat Liberasi<br /> Mineral yang belum terliberasi sempurna akan mempunyai sifat fisik yang berbeda, tergantung pada jenis pengotor. Sebagai contoh ; mineral senotim bersifat konduktor, tetapi bila ada limonit yang menempel maka mineral senotim tersebut akan mudah menghantarkan listrik sehingga dapat dijumpai sebagai mineralkonduktor.<br /><br />D. Pengelompokan Mineral<br /> Mineral non konduktor terdiri dari :<br />- Siderit - Apatit - Garnet<br />- Hornblende - Gypsum - Olivin<br />- Biotit - Corundum - Zircon<br />- Barit - Zenolit - Tormalin<br />- Anhydrit - Muscovit - Fluorit<br /><br /> Mineral konduktor terdiri dari :<br />Magnetit Ilmenit Wolframit<br />Hematit Tembaga Kromit<br />Emas Covelit Grafit<br />Galena Kassiterit FranklinitKuliah D3 Fatekhttp://www.blogger.com/profile/00648521442957317360noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-2692759167563707489.post-8880831916593196532009-05-22T09:05:00.000-07:002009-05-22T09:21:13.231-07:00BAB vi Pengolahan Bahan Galian<span style="color:#33ff33;">BAB VI<br />MAGNETIC SEPARATION</span><br /><br /><br /><br /> Magnetic Separation adalah adalah suatu cara pemisahan mineral atau bijih yang mendasarkan pada sifat kemagnetannya. Hal ini dapat dilakukan karena bijih yang terdapat di alam mempunyai sifat kemagnetan yang berbeda-beda antara bijih yang satu dengan yang lain. Ada yang sifat kemagnetannya tinggi (ferromagnetic), lemah (paramagnetic) dan non magnetic (diamagnetic).<br /><br />1. Diamagnetic<br /> Merupakan sifat mineral yang ditolak sepanjang garis gaya magnet, jika mineral tersebut dalam medan magnet. Hal ini disebabkan karena mineral tersebut sukar menyesuaikan medan magnet sekitarnya, karena sifat kemagnetanya berubah-ubah.<br />Contoh bijih antara lain ; garnet, pyrit, kuarsa, kalsit, cassiterite (non magnetic)<br />2. Paramagnetic<br /> Merupakan sifat mineral yang tertarik sepanjang garis gaya magnet, jika mineral tersebut berada dalam medan magnet. Hal ini disebabkan karena sifat kemagnetannya mudah menyesuaikan dengan keadaan medan magnet sekitarnya.<br />Contoh bijih antara lain ; siderit, hematit, pyrhotit, limonit (weakly magnetic)<br />3. Ferromagnetic<br /> Sama dengan paramagnetic hanya saja lebih kuat bila dibandingkan dengan paramagnetic.<br />Contoh bijih antara lain ; magnetit, ilmenit, franklinite (strongly magnetic).<br /><br /> Medan magnet suatu magnet merupakan suatu ruangan yang mengitari magnet yang masih dipengaruhi oleh magnet itu sendiri. Medan magnet digambarkan oleh garis gaya magnet, sedangkan besarnya gaya tarik menarik maupun gaya tolak menolak yang ditimbulkan oleh kutub-kutubnya, menurut hokum coulomb sebesar :<br /> <br />dimana :<br />F = gaya tolak menolak atau gaya tarik menarik<br />m1,2 = kekuatan kedua kutub magnet<br />d = jarak antara kedua kutub<br /> = magnetic permeability <br /><br /> Apabila suatu mineral diletakkan dalam medan magnet (H), maka benda tersebut akan menjalani induksi magnet (B) sebesar :<br /> B = H + M<br /> dimana M adalah magnetisasi suatu bahan yang dinyatakan dalam Tesla( besarnya dalam ruang hampa = 0).<br />Suatu medan magnet dapat dinyatakan dalam Magetic Flux Density dengan satuan tesla, dimana dan 1 tesla = 104 gauss.<br /> Perbandingan antara magnetisasi suatu bahan (M) dengan intensitas medan magnet (H) disebut Manetic Susceptibility (K).<br /> Mineral magnetik dapat tertarik oleh salah satu kutub magnet yang bekerja pada mineral tersebut. Gaya magnet tersebut tergantung dari besarnya intensitas medan magnet dan gradient medan magnetnya. Untuk membangkitkan intensitas medan magnet dan gradien medan magnet dalam alat magnetic separator digunakan berbagai macam cara.<br /> Gaya-gaya yang bekerja dalam magnetic separator adalah :<br />- gaya magnet<br />- gaya hambatan yang terdiri dari gaya gravitasi, gaya hambatan hidrodinamis, gaya gesek, gaya momen/gaya sentrifugal.<br /><br />A. Mekanisme Pemisahan<br /> Ada beberapa macam mekanisme pemisahan dengan mengunakan magnetic separator, yaitu :<br />1. Horisontal <br />Pada sistem ini letak kutub magnet dibuat mendatar, sedang umpan dijatuhkan melalui garis-garis gaya medan magnet yang posisinya horisontal. Maka mineral yang bersifat magnetik akan tertarik kearah kutub positif (yang dibuat runcing agar lebih memusat dan kuat), sedangkan mineral non magnetik akan jatuh lurus ke bawah. <br />2. Vertikal<br />Pemisahan secara vertikal maka kutub magnet juga diposisikan vertikal, dimana kutub positif terletak di atas, sedangkan yang negatif terletak di bawah. Di antara kedua kutub tersebut diletakkan dua buah belt conveyor yang saling bersilangan.<br />Umpan diletakkan pada belt bagian bawah, ketika melalui medan magnet akan terjadi pemisahan antara mineral magnetik dan non magnetik. Mineral magnetik akan menuju belt conveyor atas dan setelah keluar dari pengaruh medan magnet akan dilepas dan ditampung dalam bak mineral magnetik. Sedangkan mineral non magnetik akan ikut terus dengan belt conveyor bawah dan ditampung dalam bak mineral non magnetik.<br />3. Drum Magnetic<br /> Pemisahan cara ini digunakan untuk material yang mempunyai sifat kemagnetan tinggi.<br />Ada beberapa tipe pemisahan, diantaranya :<br />a. Belt conveyor dengan pulley yang diberi magnet, sehingga apabila ada material yang mengandung magnet akan tertarik kearah pulley (menempel pada belt conveyor) dan akan terlepas setelah pengaruh kemagnetan tidak ada. Sedangkan mineral non magnetik akan terlempar dari belt conveyor karena gaya sentrifugal dan ditampung sebagai mineral non magnetik.<br />b. Suatu drom yang diputar pada porosnya biasanya terbuat dari alumunium, bagian dalamnya dipasang medan magnet tetap menyudut 120o. Magnet ini tidak ikut berputar, maka antara mineral magnetik dan non magnetik dapat dipisahkan.<br />4. Roll Induksi<br />Suatu roll yang berputar terletak antara dua kutub positif dan negative dari primary electromagnet, sehingga roll tersebut dipengaruh ioleh medan magnet. Apabila dimasukkan mineral diantara roll dengan kutub positif maka mineral magnetic akan dapat dipisahkan dengan non magnetic.<br /><br />B. Macam Magnetic Separator<br /> Secara umum magnetic separator dibedakan menjadi dua tipe, yaitu :<br />1. Primary Magnet Type<br />Dalam Primary Magnet Type ini magnet yang digunakan adalah magnet langsung yang dipasang pada alat tersebut. Yang termasuk dalam jenis ini adalah :<br />a. Magnetic Pulleys<br /> Mineral non magnetic akan terjatuh karena tidak tertarik oleh magnet pada separator dan karena gaya gravitasinya sendiri. Sementara mineral magnetic akan terus menempel pada belt conveyor sampai pada suatu titik saat gaya magnet sudah tidak menjangkau lagi dan akhirnya akan jatuh ditempat yang sudah tersedia.<br />b. Drum Type Magnetic Separator<br /> Alat ini dipergunakan untuk mineral yang mempunyai sifat kemagnetan yang kuat. Terdiri dari drum yang pada bagian dalamnya ditempatkan magnet tetap (stasioner), luas magnet pada drum ini lebih kurang sepertiga bagian dari kelilingnya.<br /> Material yang menempel adalah yang bersifat magnetik kuat dan yang non magnetik akan jatuh karena gaya gravitasinya. Drum yang digunakan tidak hanya satu saja, jumlahnya disesuaikan dengan kebutuhan. Drum-drum tersebut diberi magnet drngan kekuatan yang tidak sama besar, dari yang kekuatan besar terus mengecil. Hal ini dimaksudkan agar material yang tertarik benar-benar mineral magnetic.<br /> Alat yang termasuk drum type adalah Ball Norton Drum Separator<br />c. Belt Magnetic Separator<br /> Alat ini dipergunakan untuk material yang gaya kemagnetanya lemah dengan proses kering sedangkan yang gaya kemagnetannya kuat dengan proses basah. Contoh dari alat ini adalah Wetherill Rowans Cross-Belt.<br /><br />2. Secondary/Induksi Magnet Type<br /> Alat ini terdiridari kumparan kawat (coil) yang diberi arus listrik sehingga menimbulkan gaya-gaya magnet, yang selanjutnya menimbulkan juga medan magnett. Medan magnet ini yang menginduksi rotor sehingga rotor tersebut bersifat magnetik. Alat ini digolongkan dalam induksi magnet separator/secondary magnet separator type. Contohnya Dings Incuded-roll Separator.<br /><br /> Syarat yang harus dipenuhi pada Magnetic Separator adalah :<br />1. Alat harus menimbulkan medan magnet yang mengumpul (konvergen) sehingga kekuatan positif (+) besar.<br />2. Intensitas medan magnet harus dapat siatur dengan mudah.<br />3. Material umpan dalam medan magnet harus merata.<br />4. Ada peralatan yang dapat memisahkan mineral magnetik dan non magnetik.<br />5. Kecepatan bergerak material dalam medan magnet harus dapat dikendalikan.<br />6. Terdapat alat penampung middling.<br />7. Peralatan tidak banyak bergerak karena dapat mempengaruhi medan magnet.<br /> Hal terpenting dalam pemisahan adalah partikel harus terliberasi sempurna dan celah antara magnet dengan material tidak boleh terlalu jauh karena mempangaruhi gaya tarik magnet dan gaya gesek.<br /> Kapasitas magnetic separator tergantung pada ukuran butir, kekuatan magnet. kecepatan feeding dan kecepatan putar rotor.<br /> Kemiringan dari kurva magnetisasi merupakan magnetic susceptibility :<br /> <br /> magnetic susceptibility bernilai positif dan berupa garis lurus, konstan negative untuk diamagnetic ( atau hampir lurus ) dan bervariasi untuk ferromagnetic tergantung pada medan magnet dan induksi magnet.<br />Apabila material ferromagnet berada dalam medan magnet, maka momen dipole dari material ferromagnet akan berubah apabila telah mencapai taraf jenuh magnet. Apabila medan magnet tersebut dipindahkan, maka momen dipole magnet akan berkurang akan tetapi tidak mencapai nol. Seperti proses induksi magnet yang dikenakan pada sekumparan kawat yang prosesnya merupakan proses tidak reversible. Proses ini disebut dengan akan berubah apabila telah mencapai taraf jenuh magnet. Apabila medan magnet tersebut dipindahkan, maka momen dipole magnet akan berkurang akan tetapi tidak mencapai nol. Seperti proses induksi magnet yang dikenakan pada sekumparan kawat yang prosesnya merupakan proses tidak reversible. Proses ini disebut dengan hysteresis. Sebelum membahas peralatan yang digunakan pada percobaan ini maka terlebih dahulu akan dibahas mengenai gaya magnetic dan perumusan matematisnya.<br /><br />Gaya-Gaya yang Bekerja Pada Pemisahan Magnetik (Magnetik Separation)<br />a. Gaya Magnetik<br /> Gaya magnetik pada partikel kecil dalam percobaan tekadang sulit untuk dianalisis. Fenomena ini dapat dibayangkan sebagai titik dipole magnet dikelilingi oleh massa partikel. <br /> <br />( momen magnet dari partikel dengan volume V)<br /> Induksi magnet pada pusat massa partikel.<br />Dimana magnetisasi adalah . dan adalah suseptibilitas dari magnet dan medium (dilambangkan dengan subscript m ). <br /> <br />Dari persamaan ini, gaya magnetic dari suatu partikel bergantung dari kuat medan magnet yang diberikan dan gradien medan magnet yang diinduksikan. Kuat medan magnet dan besarnya gradient induksi ini dapat diaplikasikan dalam partikel di semua alat pemisahan magnetic, dan menghasilkan berbagai variasi nilai dan geometri. Bentuk matrik medan magnet dapat berbagai macam seperti bentuk sphere dan silinder .<br /><br />b. Competing Force ( Gravitasi, Sentrifugal, Friksi ( Gaya Inersia ) )<br /> <br />( = densitas medium fluida yang digunakan )<br />( g = percepatan graviasi )<br />Dalam aliran laminar, gaya gesek partikel dengan fluida (hydrodynamic drag force) sesuai dengan Hukum Stoke :<br /> ( = kecepatan dari partikel relative terhadap fluida, = viskositas dari medium ( fluida ) )<br /> Gaya gravitasi seperti terlihat di atas bergantung kepada pangkat 3 diameter, dan gaya gesek partikel bergantung pada pangkat 1 diameter partikel. Untuk alat pemisah kering ( dry magnetic separator ) yang memisahkan partikel relative besar, maka gaya magnetic harus cukup untuk menahan partikel terhadap competing force gravitasi. Dalam pemisah basah ( wet magnetic separator ) dari partikel kecil, gaya magnetic harus lebh besar dari gaya gesek partikel.<br /> <br />Electrostatic Separator<br />Mekanisme elektrostatik separator menyaratkan ada tiga tahap yang harus dilalui yaitu proses charging dari partikel, pemisahan yang terjadi pada permukaan tanah, dan pemisahan partikel melalui lubang sempit. <br /> Mekanisme pengeluaran partikel :<br /><br /><br />1. Mengontakkan partikel yang berbeda<br /> Ketika permukaan dari dua pertikel yang berbeda didekatkan dan disentuhkan dan kemudian dipisahkan, partikel yang satu menjadi positif dan yang lainnya menjadi negative. Daerah kontak antara partikel ini cukup kecil, oleh karena itu untuk membangun daerah charge partikel yang akan dipisahkan, proses charge ( pengisian muatan ) memerlukan kontak beberapa kali. Hal ini terutama terjadi apabila ada pergerakan bulk, apabila partikel memiliki sifat isolator maka densitas dari permukaan charge dapat menjadi basis bagi proses konsentrasi.<br />Teori mengenai mekanisme ini sangatlah komplek, akan tetapi proses perpindahan muatan ini terjadi karena transfer electron, meskipun pada beberapa system hal ini terjadi karena adanya perpindahan ion.<br />2. Charging Oleh Ion Bombardment<br /> Ion atau electron bombardment melalui udara adalah lebih kurang seperti proses konduktivitas listrik melaui media udara. Gas berbeda dari liquid dan padatan dalam hal proses menghantarkan listrik. Logam, baik itu berada dalam fasa liquid dan padatan, seperti logam oksida dan silikat, dan didalam larutan aqueous, muatan listrik dihantarkan oleh ion. Akan tetapi dalam gas terutama dalam kondisi netral, molekul gas yang terpisah bertindak sebagai material insulator baik. <br />3. Charging oleh Induksi<br /> Apabila partikel ditempatkan dalam konduktor yang digroundkan dalam keberadaan medan listrik, partikel secara cepat akan membentuk permukaan pengisian muatan oleh induksi. Baik konduktor maupun non konduktor terpolarisasi, akan tetapi partikel konduktor memiliki permukaan equipotensial melalui kontak dengan konduktor yang digroundkan. Partikel non konduktor akan tetap terpolarisasi.<br /> <br /> <br /> Kuliah D3 Fatekhttp://www.blogger.com/profile/00648521442957317360noreply@blogger.com1tag:blogger.com,1999:blog-2692759167563707489.post-3279067953810274112009-05-22T08:43:00.000-07:002009-05-22T17:05:48.221-07:00<span style="color:#33ff33;">BAB V<br />GRAVITY CONCENTRATION</span><br /><br /><br /> "Gravitiy Concentration" adalah proses konsentrasi yang mendasarkan pada gaya gravitasi. Proses ini terbagi menjadi beberapa macam, yaitu :<br />Mendasarkan pada aliran air horizontal<br />a. Shaking Table<br />b. Sluice Box<br />c. Humprey Spiral<br />Mendasarkanpada aliran air vertikal<br />a. Jigging<br />Mendasarkan pada berat jenis media<br />a. Heavy Liquid Separator<br />b. Heavy Media Separator<br /><br />A. Mendasarkan Pada Aliran Air Horisontal<br /> Bila air dibawah kondisi laminer mengalir dalam bidang miring yang licin, maka distribusi kecepatan berbentuk parabol dan kecepatan pada dasar = nol, karena bergesekan dengan dasar, dengan bilangan reynold (Re) = 500.<br /><br /> Apabila campuran mineral berat dan ringan dialirkan bersama-sama dengan air, maka susunan mineral dalam aliran tersebut adalah :<br />- mineral berat berukuran halus sampai kasar<br />- dilanjutkan mineral ringan halus sampai kasar<br /> Ada kemungkinan bahwa posisi mineral berat kasar jadi satu dengan mineral ringan halus.<br />Susunan ini disebabkan karena pengaruh kecepatan aliran dan gaya dorong air, sehingga mineral ringan dan kasar akan lebih besar mendapat gaya dorong air.<br /> Sebaiknya apabila campuran mineral berat dan ringan dijatuhkan dari atas ke sebuah aliran air, maka susunanya adalah sebagi berikut.<br />- mineral berat dan kasar akan terpental paling dekat dengan sumbernya<br />- mineral ringan dan halus akan paling jauh dari sumbernya<br /> Ada kemungkinan susunan mineral berat halus jadi satu dengan mineral ringan kasar.<br />Maka untuk menghindari hal tersebut terjadi atau agar terjadi pemisahan antara mineral berat dengan mineral ringan, maka ukuran campuran mineral tersebut disamakan dengan jalan pengayakan.<br /><br />1. Shaking Table (meja goyang)<br /> Tabling adalah suatu proses konsentrasi untuk memisahkan antara mineral berharga dengan mineral tidak berharga, mendasarkan pada perbedaan berat jenis mineral melalui aliran fluida yang tipis. Oleh karena itu proses ini termasuk dalam Flowing Film Concentration. Alat yang digunakan adalah Shaking Table.<br /> Prinsip pemisahan dalam tabling ialah ukuran mineral harus halus karena proses konsentrasi ini mendasarkan pada aliran fluida tipis. Adanya gaya dorong air terhadap partikel yang sama besarnya tapi berbeda berat jenisnya, maka partikel yang ringan akan mengalami dorongan air yang lebih besar dari partikel berat. Dengan adanya gerakan maju mundur dari ”head motion” maka partikel yang berat akan melaju lebih jauh dari partikel yang ringan sampai akhirnya partikel-partikel tersebut masuk ke tempat penampungan.<br /> Untuk mendapatkan aliran air yang turbulen maka dipasang alat yaitu ”riffle”, dengan demikian partikel yang ringan akan cenderung untuk meloncat dari riffle satu ke riffle lainnya dibanding partikel yang berat yang hanya akan menggelinding searah dengan riffle tersebut.<br /> Proses ini berjalan terus menerus sehingga antara mineral yang mempunyai berat jenis besar dengan yang ringan dapat terpisahkan.<br /><p>Gaya-gaya yang bekerja dalam tabling adalah :<br /></p>a. Gaya gesek antara partikel dengan dek (khusus partikel berat yang dominan)<br />b. Gaya dorong air (khusus partikel ringan lebih dominan)<br />c. Gaya gravitasi<br /><p>Faktor-faktor yang mempengaruhi produk, antara lain :<br /></p>a. kemiringan dek<br /> Dek yang terlalu miring akan mempengaruhi kecepatan aliran air dan bila kecepatan aliran air tersebut terlalu cepat maka partikel ringan akan terbawa air semuanya sehingga yang tertinggal hanya mineral berat. Dengan begitu hasil yang didapatkan adalah produkta yang berkadar tinggi tetapi kapasitasnya sedikit. Untuk kemiringan yang kecil sehingga kecepatan aliran air lambat maka produkta yang didapat berkadar rendah dengan kapasitas besar. <br />b. kecepatan feeding dan kemiringan<br /> Bila terlalu cepat pengumpananya dan kemiringan dek kecil, maka proses pemisahan akan berjalan kurang baik karena umpan tertumpuk dan akan masuk ke konsentrat. <br />c. persen solid<br /> Bila terlalu encer pemisahan akan baik dan sebaliknya bila kental maka semua partikel akan masuk ke konsentrat.<br />d. jumlah dan panjang stroke<br /> Pengaruh terhadap proses pemisahan adalah stroke yang panjang untuk material kasar dan stroke kecil untuk material halus.<br /> Kelakuan partikel di dalam flowing film concentration dipengaruhi oleh beberapa faktor :<br />a. kemiringan dek<br />b. viscositas fluida<br />c. koefisien gesek antara partikel dengan dek<br />d. ketebalan dari ”fluid film” atau kecepatan dari aliran fluida<br />e. bentuk partikel<br />f. berat jenis<br />g. kekerasan permukaan dek<br /> Pada dek yang horisontal, tidak akan ada gerakan dari partikel. Partikel akan mulai bergerak bila dek mempunyai kemiringan.<br /><p> Macam-macam meja goyang (shaking table) antara lain :<br /></p>a. Wilfley Table<br /> Alat ini berbentuk empat persegi panjang dengan riffle dibuat mulai dari ukuran pendek hingga panjang. Faktor yang sering diubah adalah kemiringannya.<br />b. Butchart Table<br /> Bentuk head motion hamper sama dengan wilfle table tetapi berbeda pada rifflenya. Riffle pada alat ini membengkok kearah atas. Dengan riffle ini material dipaksa untuk naik pada bagian riffle yang membelok kea rah atas sebelum sampai ke tempat konsentrat.<br />c. Card Table<br /> Riffle berbentuk triangular yang agak kasar dan pembuatannya langsung pada dek tersebut<br />d. Deister Overstorm, Plat O Table<br /> Pada dasarnya perbedaan macam-macam meja goyang ini terletak dari head motion dan bentuk rifflenya.<br /><p> Kapasitas dari table dipengaruhi oleh :<br /></p>a. Ukuran umpan<br />b. Operasi yang dikehendaki<br />c. Perbedaan berat jenis antara mineral yang dipisahkan<br />d. Berat jenis rata-rata dari mineral yang akan dipisahkan<br /> <br />Gambar Shaking Table<br /><br />2. Sluice Box<br /> Prinsipnya adalah memisahkan antara mineralberharga dengan yang tidak berharga mendasarkan atas gaya beratnya. Alat ini berbentuk box atau kotak yang bagian dalamnya dilengkapi dengan riffle, yang gunanya untuk menahan material yang mempunyai berat jenis relatif besar dibandingkan dengan material lain sehingga mampu mengimbangi gaya dorong dari aliran air.<br /> Jadi yang mempengaruhi berhasil tidaknya dalam melakukan operasi pemisahan dengan alat ini adalah :<br />a. Kecepatan aliran dan ketebalan aliran fluida<br /> Bila kecepatan dan ketinggian fluida terlalu besar maka mineral yang ada baik itu mineral berat maupun ringan dan ketebalan yang besar dari fluida akan membuat arus turbulen yang besar dan ini yang membuat material meloncat dari riffle.<br />b. Berat jenis material yang akan dipisahkan<br /> Berat jenis dari material harus cukup besar karena material itu harus dapat mengimbangi derasnya arus dengan gaya berat sehingga material itu akan dapat terhalangi oleh riffle. Bila material itu mampunyai berat jenis yang kecil, akan hanyut terbawa oleh aliran air.<br />c. Banyaknya air/fluida<br /> Bila air yang digunakan untuk memisahkan mineral ini hanya sedikit, maka mineral tersebut tidak akan dapat terpisahkan atau hasilnya adalah heterogen<br />d. Ketinggian riffle<br /> Ketinggian riffle harus sebanding dwngan ketebalan aliran air, paling tidak harus melebihi +/- 0,5 cm dari permukaan riffle<br />e. Panjang box<br /> Panjang box sangat menentukan karena makin panjang akan semakin besar kemungkinan material itu untuk tersangkut pada roffle sehingga hasilnya semakin besar<br /> <br /> Dalam sluice box ini, macam riffle ada dua :<br />a. Riffle memanjang<br />b. Riffle melintang<br /> Tahap-tahap dalam sluicing adalah :<br />a. Pemasukan umpan<br />b. Pencucian<br />c. Pengambilan konsentrat<br /> Khusus untuk pengambilan konsentrat maka riffle diangkat atau dibuka lalu disemprot dengan air, maka material yang dikehendaki itu dapat diambil dari sluice box tersebut.<br /><br /><span style="color:#33ff33;">3. Humphrey Spiral</span><br /> Humphrey Spiral merupakan alat penetrasi pemisahan mineral berat dan mineral ringan yang berbentuk spiral yang menggunakan gaya sentrifugal dan air sebagai media konsentrasi. Metode pemisahan ini teramasuk kedalam “gravity consenteration”.<br />Prinsip kerja dari alat ini adalah umpan dimasukkan kedalam kotak penampung umpan. Kemudian dengan menggunakan pompa air, larutan umpan dipompa keatas spiral. Larutan umpan akan terlebih dahulu melewati Hydrocyclon. Pada Hydrocyclon umpan dipisahkan menjadi mineral berat dan mineral ringan. Mineral berat akan keluar dari Hydrocylon melalui pipa bagian bawah, sedangkan mineral ringan keluar dari pipa bagian atas.<br /> Umpan memasuki saluran spiral dalam bentuk campuran yang hampir homogen. Ketika larutan air beserta umpan mengalir mengelilingi jalur spiral, pemisahan terjadi pada bidang vertikal. Pemisahan biasanya terjadi sebagai hasil perpaduan dari Hindered Settling dan Interstitial Trickling. Gaya Bagnol juga memberikan kontribusi yang besar. Hasilnya adalah: partikel-partikel yang berat akan mengalir pada daerah dengan kecepatan rendah, pada sisi dalam dari bidang spiral, sedangkan partikel-partikel yang ringan akan mengalir pada daerah dengan kecepatan tinggi, pada sisi luar bidang spiral.<br /> Pada daerah berkecepatan rendah diletakkan splitter, yaitu lubang yang didesain dan berfungsi untuk menampung mineral berat atau dalam hal ini adalah mineral berharga. Konfigurasi dan letak (posisi) dari splitter dapat diatur sesuai dengan konsentrat yang akan dihasilkan.<br />Hasil akhir yang didapat pada pemisahan dengan menggunakan metode Humphrey spiral adalah konsentrat, midling dan tailing.<br /><a onblur="try {parent.deselectBloggerImageGracefully();} catch(e) {}" href="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEi1KHwJ2OANmPqOiuLwml7QxiVf2pq7K9d-SeVeYbJtwnPmhVXcKYFFLMmWylmTitG23DqdHVoudu2lIMNPILhLr1rANUJK14469kIaKwvX7GnE_6C_Fc0cdwo9kNqJEBZGinSaxS1rQLE/s1600-h/humprey+spiral.jpg"><img style="float:left; margin:0 10px 10px 0;cursor:pointer; cursor:hand;width: 216px; height: 320px;" src="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEi1KHwJ2OANmPqOiuLwml7QxiVf2pq7K9d-SeVeYbJtwnPmhVXcKYFFLMmWylmTitG23DqdHVoudu2lIMNPILhLr1rANUJK14469kIaKwvX7GnE_6C_Fc0cdwo9kNqJEBZGinSaxS1rQLE/s320/humprey+spiral.jpg" border="0" alt=""id="BLOGGER_PHOTO_ID_5338803183799975970" /></a><br />Gaya yang Bekerja<br />o Gaya gravitasi<br />o Gaya gesek<br />o Gaya Sentrifugal<br />o Gaya dorong air<br /><br />Variabel Operasi<br />a. Jumlah lingkaran spiral f. Konfigurasi spiral<br />b. Tipe spiral g. Kecepatan aliran air<br />c. Diameter spiral h. Bentuk dan ukuran butir partikel<br />d. Permukaan spiral i. Perbedaan density partikel<br />e. Ketinggian alat j. Laju pengumpanan<br /><br /><br /> Proses pemisahan ini dapat terjadi karena partikel yang berat akan mendekati pusat spiral atau berada di bagian bawah, sedangkan partikel yang ringan dan halus akan naik. Hal ini terjadi karena adanya gaya-gaya yang telah disebut diatas.<br /> Dalam pemisahan ini plp harus tetap dipertahankan agar besarnya persen solid antara 20% - 30%. Kapasitas alat ini mencapai 1 – 2 ton/jam dengan umpan pada 25% - 50% solid dengan ukuran normal 20#.<br /><br /><br />B. Mendasarkan Pada Aliran Air Vertikal (Jigging)<br /> Jigging adalah proses pemisahan ineral yang berharga dengan mineral tidak berharga berdasarkan pada perbedaan berat jenis mineral tersebut dengan aliran fluida yang vertikal<br /> Dalam jigging terjadi stratifikasi atau perlapisan pada partikel yang akan dipisahkan. Hal ini terjadi karena partikel-partikel tersebut berbeda berat jenisnya.<br /> Faktor-faktor yang mempengaruhi stratifikasi adalah :<br />1. Hindered Settling Classification<br /> Pada campuran material dengan cairan yang menjadi cairan crowded atau menjadi pulp, akan terjadi proses pengendapan material setelah mengalami halangan diantara partikel-partikel itu sendiri berdasarkan besar butir mineral. Untuk material dengan ukuran butir kecil tapi mempunyai berat jenis besar akan lebih dulu mengendap demikian juga untuk mineral besar dengan berat jenis besar juga akan mengendap lebih dulu dibandingkan dengan mineral berberat jenis ringan. Peristiwa ini terjadi pada saat jig mengalami pulsion sehingga ada aliran air ke atas yang akan membuat material tersebar atau terlempar ke arah atas. Material yang berat jenisnya kecil akan terlempar lebih jauh daripada mineral yang berat jenisnya besar.<br /> Jadi disini material yang mempunyai berat jenis besar tapi ukurannya kecil akan sama waktu mengendapnya dengan material yang besar tapi mempunyai berat jenis kecil, demikian juga sebaliknya.<br />2. Differential Acceleration<br /> Di dalam jigging partikel bergerak selama periode percepatan dan karena itu partikel berat akan mempunyai percepatan awal dan kecepatan jatuh lebih besar daripada partikel ringan.<br />3. Consolidation trickling<br /> Pada waktu akhir dari suction, partikel-partikel berukuran kecil tapi berat jenisnya besar akan mempunyai kesempatan untuk menerobos diantara partikel-partikel itu maupun kesempatan menerobos jog bed daripada mineral ringan dan kecil.<br /><br /> Persyaratan untuk jig adalah harus ada :<br />1. Pengatur stroke<br />2. Pengatur underwater<br />3. Pengatur umpan/konsentrat<br />4. Screen dan raging disesuaikan<br /><br /> Persyaratan untuk jig bed (ragging)<br />1. Mempunyai kecepatan mengendap antara mineral berat dan ringan<br />2. Tidak mudah hancur<br />3. Ukuran partikel jig bed harus lebih besar dari screen<br />4. Fluktuasi ukuran butir kecil<br /><br /> Fungsi dari under water adalah :<br />1. Untuk mengeliminir ruangan yang vakum pada saat suction sehingga hisapan akibat suction agak berkurang<br />2. Menambah air<br /><br /> Untuk memperkirakan apakah suatu mineral akan dapat dipisahkan dengan baik atau tidak dari mineral lainnya adalah dengan cara mengetahui criteria concentration.<br /> <br />dimana :<br /> dh = berat jenis mineral berat<br /> dl = berat jenis mineral ringan<br /> dm = berat jenis media pemisah<br />Jika harga CC :<br />- 2,50 = pemisahan dapat dilakukan untuk segala ukuran<br />- 1,75 = pemisahan hanya dapat dilakukan pada ukuran 65# - 100#<br />- 1,5 = pemisahan hanya dapat dilakukan pada ukuran 10#<br />- 1,00 = sulit dilakukan pemisahan<br /><br /><br /><br /> Pembagian jig berdasarkan sieve atau screen :<br /><p>1. Fixed Sieve Jig<br /></p>a. Fix Sieve Plunge Jig<br /> Alat yang termasuk didalamnya adalah Harz jig. Penggerak alat ini adalah plungger yang bergerak naik turun sehingga menimbulkan suctiondan pulsion. Tempat konsentrat terletak di bagian bawah sedangkan dibagian atas tempat keluarnya tailing, ini semua terletak di bagian atas screen. Alat ini terbuat dari kayu atau beton, yang terdiri dari beberapa kompartemen yaitu konsentrat, middling dan tailing.<br />b. Fixed Sieve Air Pulsator Jig<br /> Contoh alat ini adalah Baum jig. Alat ini mempunyai fixed sieve (a) yang dilalui air yang terdorong karena tekanan udara. Secara mekanis tekanan udara dikontrol oleh valve (b) menuju closed chamber (c) dan selanjutnya ke ruang bawah kompartemen sieve. Perubahan kecepatan tekanan udara pada closed chamber dikendalikan oleh perangkat mekanisme valve. Screen pengeluaran dari depan yang digerakkan aleh mekanisme float (d). Material ringan dikeluarkan melalui bagian atas. Alat ini digunakan dalam pencucian batubara.<br />c. Fixed Sieve Diaphragma Jig<br /> Alat yang termasuk jenis ini adalah Bendelari jig. Gerakan pulsiondan suction dehasilkan dari diaphragma yang terbuat dari karet. Diaphragma mengembang dan mengempis sehingga menimbulkan gerakan ke atas. Diaphragma terletak pada bagian dalam dari alat tersebut yang digerakkan oleh torak yang naik turun karena dihubungkan dengan eksentrik. Under water disalurkan pada bagian bawah saringan melalui sebuag klep pada saat diaphragma bergerak turun.<br />d. Fixed Sieve Pulsator Jig<br /><br />2. Movable Sieve Jig<br /> Yang termasuk movable jig adalah hancock jig. Alat ini berupa tangki yang berbentuk rectangular atau kotak persegi panjang dengan sieve yang bergerak dan dijalankan secara mekanik. Gerakan dari sieve tidak hanya naik turun tapi juga ke depan belakang dengan percepatan yang besar. Konsentrat dikumpulkan pada hutch dari kompartemen terakhir. Kapasitas sangat besar, dari 300 – 600 ton per hari dengan mesin ukuran panjang 25 ft dan lebar 4 ft.<br /><br />C. Mendasarkan Pada Berat Jenis Media<br /> Dense media separation adalah pemisahan material satu dengan lainnya mendasarkan atas cairan media yang berat dan umumnya tidak bereaksi langsung dengan material yang akan dipisahkan.<br /> Ada tiga macam medium yang digunakan, yaitu :<br />- larutan garam dan air<br />- organic liquid<br />- suspensi antara solid dan air<br /> Proses pemisahannya berdasarkan sink (tenggelam) dan float (mengapung)<br /> Tempat pemisah (alat yang digunakan) adalah :<br />- drum separator<br />- huntington heberlein sink-float<br />- wemco cone separator<br />Dense Media Separation ini dibedakan menjadi dua bagian, yaitu :<br /><br />1. Heavy Liquid Separation (HLS)<br /> Adalah suatu cara pemisahan yang mendasarkan pada perbedaan berat jenis mineral dengan menggunakan media pemisah suatu liquid yang biasanya merupakan cairan organik.<br /> Cairan yang sering digunakan adalah :<br />- Tetra Bromethane (C2H2Br4 – SG = 2,96)<br />- Ethylene Dibromide (C2H4Br2 – SG = 2,17)<br />- Penta Chlorethane (C2HCl5 – SG = 1,68)<br />- Trichlorethylene (C2HCl3 – SG = 1,46)<br />- Calcium Chloride (CaCl2 – SG = 1,55)<br />Keuntungan HLS adalah :<br />a. Peralatan yang dibutuhkan relative kecil<br />b. Specific gravity dapat diperhitungkan secara tepat<br /> <br />c. Cairan dapatmudah dipisahkan dari produkta jika percobaan telah selesai<br />d. Percobaan dengan menggunakan HLS akan menghasilkan produkta yang optimum<br />Kerugian HLS adalah biaya pengolahannya relatif mahal.<br /><p> Industri yang menggunakan HLS dalam produksinya adalah :<br /></p>a. Lessing Process<br /> Merupakan proses untuk memisahkan batubara dari pengotornya. Sebagai medium pemisahnya adalah CaCl2. Biasanya batubara yang dipisahkan dengan proses ini berukuran 60#. Hasilnya merupakan batubara yang bersih dan ringan. Pemisahannya menggunakan elevator.<br />b. Bertrand Process<br /> Dalam proses ini cairan yang digunakan juga CaCl2. Untuk mengurangi pemakaian dari medium ini maka dilakukan dengan cara counter washing system, yaitu dengan jalan menyemprotkan cairan dengan spesific gravity dari media yang bertahap, misalnya : 1,05; 1,08; 1,25; 1,40 dan seterusnya ke dalam batubara yang dimasukkan ke dalam meja goyang.<br /> Maksud disemprotkannya dengan specific gravity yang berurutan adalah bila material langsung disemprotkan dengan cairan SG = 1,40 maka material akan menyerap cairan berat ini dan lainnya akan lebih kecil dari 1,40. Padahal cairan dengan SG ini mahal harganya, lebih mahal daripada cairan dengan SG = 1,05 sehingga proses ini akan memakan biaya tinggi. Sekarang ini cara HLS sudah tidak banyak lagi dipakai, hanya digunakan untuk pengujian di laboratorium.<br />c. Du Pont Process<br /> Pada proses ini biasanya material tidak langsung dilakukan pemisahan dengan cairan, tetapi dikerjakan dulu pada suatu tempat yang mempunyai cairan dengan SG yang rendah. Hal ini dimaksudkan untuk mengurangi penyerapan.<br /><p> Syarat yang harus dipenuhi adalah :<br /></p>i. Bijih harus dilakukan preparasi agar tidak ada yang berukuran halus<br />ii. Digunakan parting liquid, harus mempunyai kelarutan yang rendah terhadap air<br />iii. Viscositas rendah<br />iv. Diharapkan mempunyai tekanan uap yang rendah, stabil dan tidak mudah terbakar<br />v. Tempat pemisahan harus tertutup untuk menghindari penguapan karena parting liquid ada yang beracun<br />vi. Diharapkan ada sirkulasi dari parting liquid<br /> Yang dipakai untuk parting liquid antara lain ; starch asetate 0,01% dan tannic acid<br /><br />2. Heavy Media Separation (HMS)<br /> Di dalam HMS ini umpan harus diayak terlebih dahulu untuk menghilangkan bijih yang berukuran kecil dan juga menggunakan pencucian. Butir halus diayak dan slime dicuci karena partikel yang halus akan menambah kekentalan dari medium. Selain itu suspensi yang digunakan harus dapat disirkulasikan kembali.<br /> Suspensi ini terdiri dari :<br />a. Campuran antara magnetit dan air<br />b. Ferro silicon SG = 6,7 – 6,9<br />c. Galena SG = 7 dengan air<br /> Mekanisme HMS :<br />a. Oversize 10# masuk ke dalam cone yang berisi media dengan SG tertentu<br />b. Pada cone terjadi pemisahan (sink and float). Secara terpisah Float dan Sink dipompakan ke drainage screen<br />c. Material tercuci maupun material gangue disemprot dengan air agar material itu terbebas dari media<br />d. Air dan media diproses kembali untuk mendapatkan SG tertentu dengan memasukkannya ke dalam cone<br />e. Media yang lolos saringan dikembalikan lagi ke cone.Kuliah D3 Fatekhttp://www.blogger.com/profile/00648521442957317360noreply@blogger.com6tag:blogger.com,1999:blog-2692759167563707489.post-24774647513094313572009-05-22T08:27:00.000-07:002009-05-22T08:34:42.653-07:00BAB IV Pengolahan Bahan galianBAB IV<br />SIZING<br /><br /><br /> Sizing merupakan proses pengelompokan material, terbagi dalam dua cara ; screening, yaitu proses pengelompokan material berdasarkan ukuran lubang ayakan sehingga ukurannya seragam dan classifying, yaitu proses pengelompokan material mendasarkan pada kecepatan jatuh material dalam suatu media (air atau udara), dipengaruhi oleh densitas, volume dan bentuk material.<br /><br />A. Screening<br /> Tujuan dilakukannya screening adalah :<br />1. Mempertinggi kapasitas unit operasi lainnya<br /><p>2. Mencegah terjadinya over crushing atau over grinding</p><p>3. Memenuhi permintaan pasar<br /></p> Faktor-faktor yang mempengaruhi kecepatan materian untuk menerobor ukuran ayakan adalah :<br />1. Ukuran bukaan ayakan<br /> Semakin besar diameter lubang bukaan akan semakin banyak material yang lolos.<br />2. Ukuran relatif partikel<br /> Material yang mempunyai diameter yang sama dengan panjangnya akan memiliki kecepatan dan kesempatan masuk yang berbeda bila posisinya berbeda, yaitu yang satu melintang dan lainnya membujur.<br />3. Pantulan dari material<br /> Pada waktu material jatuh ke screen maka material akan membentur kisi-kisi screen sehingga akan terpental ke atas dan jatuh pada posisi yang tidak teratur.<br />4. Kandungan air<br /> Kandungan air yang banyak akan sangat membantu tapi bila hanya sedikit akan menyumbat screen.<br /><p> Berdasarkan bentuk permukaannya, screen terbagi atas :<br /></p>1. Parallel Rod Screen<br /> Terbuat dari steel bars, kayu atau cast iron. Contohnya Grizzly<br />2. Punched Plate<br /> Dibuat dari belt conveyor atau plat baja<br />3. Woven Wire Screen<br /> Terbuat dari kawat yang dianyam, berupa baja, tembaga, monel atau alloy-alloy lainnya.<br /><p> Klasifikasi screen :<br /></p>1. Fixed Screen<br /> Permukaannya sangat keras dan terbuat dari batangan baja yang dirangkai sejajar di pasang miring disesuaikan dengan angle of repose material agar material yang kecil lolos dan yang besar menggelinding. Contohnya Grizzly Screen.<br />Keuntungannya :<br />a. Harga relatif murah<br />b. Digunakan untuk material yang kasar<br />c. Peralatan sederhana<br />Kerugiannya :<br />a. Memerlukan banyak tempat<br />b. Mudah tersumbat karena tidak ada getaran<br />c. Kurang efisien<br />2. Moving Screen (ayakan bergerak)<br /> Screen bergerak sehingga memiliki efisiensi yang tinggi daripada fixed screen. Moving screen dibagi menjadi :<br />a. Vibrating screen<br /> Berdasarkan mekanisme kerjanya dibedakan menjadi :<br />- Unbalance, alat ini dilengkapi dengan per, roll, pemberat seingga pada saat roll berputar akan menimbulkan getaran pada screen<br />- Excentric, alat ini dapat bergetar karena gerakan excentric shaft sehingga menimbulkan gerakan naik turun<br />- Cam dan Spring, getarannya dikarenakan gerakan berputar dari gear yang bergerigi yang dihubungkan dengan bagian screen sehingga gerakan putaran gear diubah menjadi gerakan naik turun<br />- Electromagnetic, alat ini bergetar karena adanya gaya tarik magnet. Magnet dibuat secara induksi, yaitu dengan mengalirkan listrik pada kumparan kawat email.<br />b. Shaking Screen<br /> Shaking screen biasanya digunakan dalam preparasi batubara. Permukaannya horisontal atau sedikit miring 10o – 15o. Gerakan alat ini maju, keatas, mundur begitu seterusnya sehingga lebih menguntungkan dibandingkan dengan vibrating screen.<br />c. Trommol Screen<br /> Alat jenis ini memiliki beberapa bentuk yaitu cylindrical, conical, prismatic dan pyramidal. Umumnya berdiameter 3 – 4 ft dan panjangnya 5 – 10 ft. Shell digerakkan oleh pulley dengan perantaraan central shaft. Cylindrical dan Prismatic dipasang miring sedangkan conical dan pyramidal dipasang pada poros yang horisontal.<br /><br />B. Classifying<br /> Kecepatan pengendapan tergantung pada ukuran, bentuk dan berat jenis partikel. Dalam classifying ini partikel kasar, berat dan berbentuk bulat akan mengendap lebih cepat daripada partikel yang ringan dan berbentuk tidak teratur. Ukuran butir yang dapat dipisahkan 20# - 300#.<br /> Kecepatan pengendapan pada classifying menurut hukum stoke :<br /> <br />keterangan :<br /> g = 9,81 m/det2<br /> D = diameter partikel<br /> = densitas solid<br /> = densitas fluida<br /> = viscositas<br />Berdasarkan media pemisahnya, classifying dibagi menjadi :<br />1. Sorting Classifier menggunakan cairan kental<br /> Pada sorting classifier, kondisi pengendapannya adalah hindered settling yaitu pengendapan yang mengalami hambatan, Meskipun dalam media yang kental mineral yang mempunyai berat jenis yang berat lebih dulu mengendap bila dibandingkan dengan mineral yang mempunyai berat jenis ringan.<br /> Pemisahan dicapai atas dasar sorting, yaitu sizing yang berdasarkan berat jenis dan bentuk. Classifier ini biasanya digunakan untuk produkta yang relatif kasar.<br /> Contoh-contoh yang termasuk dalam sorting classifier adalah :<br />a. Evan Classifier<br /> Alat ini terdiri dari sloping launder (pencuci miring) yang dilengkapi dengan rectangular box yang terbuka dan terletak pada daerah pencucian BC (lihat gambar 10). Air dimasukkan melalui pipa yang diatur dengan sebuah klep F. Partikel yang mengendap lebih cepat akan dikeluarkan melalui pipa spigot G, sedangkan partikel yang pengendapannya lambat (overflow) akan dikembalikan kedaerah pencucian E. Air yang dimasukkan melalui F lebih dikenal dengan hydraulic water.<br />b. Richard Hindered Settling Classifier<br /> Pada alat ini digunakan kolom cylindrical sorting sebagai ganti dari rectangular boxes dari evan classifier. Sedangkan hydraulic water dimasukkan melalui bagian bawah kolom cylindrical sorting. Classifier ini merupakan tipe yang lebih sempurna jika dibandingkan dengan Evan Classifier.<br />c. Fahrenwald Sizer<br /> Alat ini terdiri dari tangki yang berbentuk trapesium A, dilengkapi dengan 5 buah rectangular classifying pocket dan cylindrical pocket. Masing-masing rectangular classifying pocket dan cylindrical pocket akan menghasilkan produkta melalui spigot dimana ukuran butir dari rectanguler pocket yang pertama sampai ke cylindrical semakin halus.<br />d. Hydrator Classifier<br /> Pada alat ini hindered settling cone terdapat pada bagian darar dari classifier suplement, sedangkan free settling cone terdapat pada bagian atas. Zone-zone ini terjadi akibat adanya peningkatan aliran pada zone bawah sedangkan pada zone atas tidak terjadi peningkatan kecepatan aliran.<br /> Hydrostator classifier saat ini dilengkapi dengan mesin pengontrol pulp density dan alat pemisah slime particel dari overflow dan underflow. Alat ini digunakan untuk pencucian batubara.<br />2. Sizing Classifier menggunakan cairan encer<br /> Dalam sizing classifier diperlukan penambahan air disamping air yang telah ada dalam suspensi. Sizing classifier inimenggunakan kondisi free settling yaitu pengendapan dari material secara individu yang mengendap secara langsung atau tanpa hambatan dari material lain.<br /> Sizing classifier dibagi menjadi dua macam, yaitu :<br />a. Settling Cone<br /> Settling cone merupakan conical sheet metal shell dengan puncak (apex) pada bagian bawah. Umpan dimasukkan pada bagian atas (centre) ke bagian dalam sebuah cylindrical kecil atau cylindriconical shell, yang berfungsi untuk mencegah lewatnya umpan ke overflow. Debit air yang masuk lebih besar daripada debit air yang keluar. Untuk mengatur pengeluaran underflow digunakan semacam pelampung.<br /><p> Contohnya Allen Automatic Classifier. Pada alat inipemasukan dan pengeluaran diatur secara otomatis karena mempunyai bagian yang bergerak atau pelampung (float) F, yang ditempatkan didalam cylindriconical shell yang mengelilingi feed shell A dan juga baffle B yang bekerja berlawanan dan mengakibatkan spigot J akan tertutup. Tetapi apabila level dari sedimen E telah dicapai maka untuk mencegah lolosnya pulp dari feed shell ke dalam classifier atau jika di situ ada suspensi yang telah mencapai batas maka pelampung akan naik dan spigot akan terbuka, spigot akan tertutup lagi jika batas sedimen dan densitas menjadi rendah. Pengaturan densitas dari spigot produk dilakukan dengan cara mengatur posisi pemberat K. Agar lebih jelas maka dapat dilihat pada gambar dibawah.<br /></p>b. Mechanical Classifier<br /> Mekanisme pemisahan pada mechanical classifier menghasilkan empat zone, yaitu :<br />- Zone A, merupakan zone yang pertamakali terbentuk dan lapisan ini merupakan lapisan yang tidak aktif yang berfungsi untuk melindungi lapisan dasar dari alat.<br />- Zone B, Merupakan zone bergerak, material-material yang ada mengalami penggarukan dan ukurannya agak kasar yaitu berupa pasir yang dikeluarkan sebagai underflow<br />- Zone C, merupakan quick sand yang berupa suspensi antara air dan solid yang berbeda dalam keadaan agitasi dan mempunyai daya apung sehingga seolah-olah merupakan suspensi yang mempunyai densitas yang sama. Zone ini mempunyai volume tetap. Apabila ada partikel baru yang masuk dalam zone ini yang mempunyai ukuran dan densitas yang sama maka partikel tersebut akan mendesak partikel yang ada dalam zone C untuk mengendap, sehingga partikel-partikel dalam zone ini akan tetap.<br />- Zone D, merupaka zone yang selalu bergerak dengan arah horisontal. Hal ini disebabkan karena adanya aliran media dan partikel ke arah tepi overflow discharge yang mengalirkan partikel halus.<br /><p> Faktor-faktor yang mempengaruhi pemisahan :<br /></p>- Kemiringan Classifier (slope)<br /> Untuk pemisahan yang kasar biasanya slope dibuat antara 2,5 – 3,5 inchi per feet, sedangkan yang lebih halus sekitar 1,5 -2,5 inchi per feet. Juka slope besar maka memberikan kesempatan pada partikel menjadi overflow lebih besar. Tetapi kemungkinan material yang telah digaruk kembali jatuh (mengendap) sehingga classifier akan menghasilkan produkta yang bersih.<br />- Feed Rate<br /> Ditentukan oleh kapasitas overflow dan overflow tergantung pada penjang dari bibir overflow yang memberi kesempatan pada material untuk keluar sebagai overflow.<br />Mechanical classifier dibedakan menjadi beberapa macam, yaitu :<br />i. Rake Classifier<br /> Contoh alat ini adalah :<br />- Dorr Rake Classifier<br /> Alat ini terdiri dari tangki yang biasanya terbuat dari besi, beton kayu maupun metal lainnya dan settling box yang berbentuk segiempat. Bagian atas (sand discharge end) terbuka sedangkan bagian bawah (slime overflow end) tertutup oleh tail board dan bibir overflow. Rake yang digunakan satu, dua maupun tiga buah. Rake ini degerakkan oleh head motion yang terletak pada sand discharge end. Gerakan yang dihasilkan diteruskan pada sebuah sistem dari heavy gear, pinion, crank dan exentric. Gerakan menggaruk (raking) yang diberikan oleh head motion akan disalurkan pada bidang datar vertikal yang berbentuksegiempat (indicator diagram) dengan bagian sudut atas bundar. Sesaat sebelum raking stroke dimulai, rake blade diturunkan dan akan memberikan gerakan maju ke arah depan discharge end classifier. Pada batas raking stroke maka blade akan naik dan bergerak lagi ke titik semula.<br />- Dorr Bowl Classifier<br /> Alat ini dilengkapi dengan settling tankyang luas dan berbentuk silinder dengan bagian atas dan bawah berbentuk flat cone. Dorr BowlClassifier dengan settling area yang luas digunakan untuk material berukuran sangat halus dari pada Dorr Rake Classifier. Penyekat overflow yang panjang dan settling tank yang relatif luas akan mengurangi amplitudo dari gelombang pulp dan akan menghasilkan ukuran overflow yang lebih tepat. Dorr Rake dan Dorr Bowl Classifier sangat banyak digunakan.<br />- Dorr Multizone Classifier<br /> Alat ini menggunakan dua settling cone, hindered settling atau kecepatan (zone dekat rake) dan free settling atau zone diam yang merupakan sorting zone pada ruang yang mengelilingi di atas hindered settling zone. Alat ini cocok untuk material yang relatif kasar dan slope yang diterapkan antara 2 – 3 inci/feet.<br />ii. Drag Classifier<br /> Yang termasuk alat ini adalah Esperanza Classifier. Alat ini terdiri dari sebuah bak miring yang panjang, pada dasar bak ini butiran besar dan berat akan diendapkan sedangkan butiran yang halus dan ringan akan menjadi overflow.<br />iii. Spiral Classifier<br /> Termasuk dalam alat ini adalah Akins Classifier. Peralatan ini biasanya menggunakan bak yang miring dan mechanical classifier dimana pulp ditempatkan dan digerakkan dengan sebuah atau lebih spiral ribbon yang berputar pada suatu poros (shaft).<br />Spiral ribbon ini bertindak sebagai rake pada Dorr Classifier atau scrapping flight pada Esperanza Classifier yang berfungsi tidak hanya untuk memindahkan material yang mengendap tapi juga untuk mengangkat material. Di dalam Akins Classifier endapan solid dijungkirbalikkan oleh spiral sebelum pengeluaran akhir.<br />Keuntungan dari Akins Classifier adalah :<br />- kapasitas tinggi<br />- volume settling zone besar dan luas<br />- ongkos pemakaian dan pemeliharaan rendah<br />- efisien dan mudah penanganannya<br /><p> Diameter spiral 10 -100 inchi dengan kecepatan putar untuk spiral berukuran besar adalah 6 rpm dan untuk spiral berukuran kecil yaitu 20 rpm. Spiral classifier ini dioperasikan dengan kemiringan (slope) 3 – 4 inchi/feet.<br /></p>iv. Hardinge Counter Current Classifier<br /> Bentuk alat ini berupa tabung yang didalamnya terdapat pengaduk. Alat ini diletakkan dalam keadaan sedikit miring agar overflow dapat mengalir keluar. Pada kedua sisinya terdapat lubang pengeluaran yaitu untuk overflow dan lainnya untuk underflow.<br />3. Sizing Classifier menggunakan udara<br /> Pada sizing classifier karena menggunakan udara maka classifier ini sering disebut dengan pneumatic classifier. Kebanyakan penggunaan classifier ini adalah untuk menghilangkan debu-debu dengan menggunakan hembusan udara yang dilengkapi dengan alat pengumpul debu/kotoran.<br /> Pemisahan partikel-partikel pada alat ini dipengaruhi oleh :<br />- distribusi ukuran, bentuk butir, berat jenis, kelembaban dari partikel tersebut<br />- kecepatan pengaliran udara, temperatur, kelembaban, viscositas dar udara yang dihembuskan<br />- sifat permukaan, besarnya gaya yang ditimbulkan dari alat yang digunakan<br /> Classifier dengan media udara ini dibedakan menjadi dua bagian, yaitu :<br />a. Berdasarkan Gravitasi<br /> Pemisahan yang terjadi pad classifier dengan udara berdasarka gaya gravitasi ini disebabkan karena adanya perbedaan gaya gravitasi yang ditimbulkan oleh partikel itu sendiri. Partikel yang berbutir besar akan mempunyai gaya gravitasi yang besar pula, begitu pula sebaliknya. Selain itu juga dipengaruhi oleh berat jenis dari partikel tersebut.<br /> Dengan adanay udara yang disemprotkan maka butiran-butiran partikel yang halus dan kasar akan terpisahkan. Partikel yang halus akan terlempar lebih jauh dibandingkan partikel kasar.<br />b. Berdasarkan Inersia (movement)<br /> Pada pemisahan berdasarkan inersia ini, partikel diberi gaya sehingga material ini akan terdorong atau terlempar.<br /><br /> Kapasitas classifier dipengaruhi oleh :<br />1. Kemiringan alat<br /> Untuk material kasar slope antara 2,5 – 3,5 inchi per feet<br />2. Kecepatan masuknya umpan<br />3. Dillution<br /> Yaitu perbandingan antara air dengan solid. Jika airnya banyak maka materialnya agak halus<br />4. Kecepatan penggarukan<br /> Bila terlalu cepat maka akan menimbulkan agitasi sehingga hasilnya tidak bersih<br /> <br /> Kapasitas classifier dapat dihitung dengan menggunakan rumus :<br /> <br />dimana :<br /> C = kapasitas, ton solid/jam<br /> A = luas penampang melintang, ft2<br /> v = kecepatan, ft/menit<br /> y = volume solid, %<br /> a = konstanta, nilainya = 1,875<br /> = berat jenis solid<br /><br /> Efisiensi classifier sukit ditentukan secara tepat, tapi dapat dihitung dengan rumus berikut :<br /> <br />dimana :<br /> E = efisiensi<br /> c = prosentase berat material dalam overflow yang lebih kecil dari mesh of separation<br /> f = prosentase berat material dalam umpan yang lebih kecil dari mesh of separation<br /> t = prosentase berat material dalam underflow yang lebih kecil dari mesh of separation<br />atau dengan rumus lain :<br /> <br />dimana :<br /> E = efisiensi<br /> C = tonase overflow classifier<br /> F = tonase feed classifier<br /> c = prosentase berat material dalam overflow yang lebih kecil dari mesh of separation<br /> f = prosentase berat material dalam umpan yang lebih kecil dari mesh of separation<br /><br />Contoh soal berkaitan dengan kolam pengendapan :<br /><br /> Bijih yang masuk dalam proses pengolahan sebesar 5000 tpd (ton per day), bila nosbah konsentrasi 10 : 1, serta tailingnya mengandung 20% solid, hitunglah volume tailing yang masuk ke settling pond (kolam pengendapan). Berat jenis bijih adalah 3 ton/m3 (dalam tailing). Hitung pula kecepatan terminal partikel berdiameter 2 micron yang BJ = 2,8 gr/cc. Jika tailing dimasukkan dalam kolam pengendapan, berapa luas kolam pengendapan.<br /><br />Jawab :<br /><br />Nisbah konsentrasi = 10, berarti berat konsentrat = 5000/10 = 500 ton, berat tailing = 5000-500 = 4500 ton<br />% solid = 20%, maka berat air dalam tailing = (80/20)x4500 = 18.000 ton<br />volume tailing keseluruhan = (4500/3)+(18.000/1) = 19.500 m3/hari<br />Kecepatan pengendapan pada classifying menurut hukum stoke :<br /> <br />dimana :<br /> g = 9,81 m/det2<br /> D = diameter partikel<br /> = densitas solid (2,8 gr/cc)<br /> = densitas fluida<br /> = viscositas (1 centipoise = 0,01), 1000 centipoise = 1 kg/m det<br /> <br /> <br />Kecepatan pengendapan tailing :<br /> = 3,92 x 10-4 cm/det<br /> = 3,92 x 104 x 102 m/det <br /> = (3,92 x 106) x (24x60x60) m/hari<br /> = 0,3387 m/hari<br />Luas kolam yang diperlukan untuk menampung tailing :<br /> <br /><br />Sketsa Alat<br /><br />Feeder<br />Macam – macam feeder :<br />1. Apron feeder<br />Jumlah pemasukan material (kapasitas muatan) dikontrol oleh peningkatan dan penurunan gerbang (gate) atau dengan merubah kecepatan feeder.<br />Gambar:<br /> <br />2. Chain feeders<br />Chain feeders digunakan untuk memasukkan umpan ke dalam jaw crusher. Alat ini terdiri dari sebuah bin kecil dengan bagian depan yang terhalang oleh sebuah heavy chain. Jumlah muatan dikontrol oleh kecepatan chain yang berbeda-beda.<br /> <br /> <br /><br /><br /><br /><br />Classifier<br />Macam-macam classifier:<br />1. Akins classifier<br /> Akin classifier merupakan jenis classifier yang memilki kemiringan dimana proses agitasi pulp di jaga oleh satu atau lebih spiral yang terletak sejajar. <br /> Gambar:<br /> <br /> <br />2. Pneumatic classifiers <br /> Pneumatic classifiers menggunakan medium yang memiliki kekentalan lima puluh hingga seratus kali lebih besar dari air. Settling velocity dari pneumatic classifier kira-kira 100 kali lebih besar dari water classifier. <br /> Gambar:<br /> Kuliah D3 Fatekhttp://www.blogger.com/profile/00648521442957317360noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-2692759167563707489.post-86490661146725787942009-05-22T06:36:00.000-07:002009-05-22T08:18:19.565-07:00BAB III Pengolahan Bahan Galian<span style="color:#33ff33;"><strong><span style="font-family:arial;"><span style="font-size:85%;">BAB III</span></span><span style="font-family:arial;"><span style="font-size:85%;"></span><span style="font-size:85%;"><br /></span></span><span style="font-family:arial;"><span style="font-size:85%;">SAMPLING DAN ANALISA AYAK</span></span></strong></span><span style="font-family:arial;"><span style="font-size:85%;"></span><span style="font-size:85%;"><br /></span></span><span style="font-family:arial;"><span style="font-size:85%;"></span><span style="font-size:85%;"><br /></span></span><span style="font-family:arial;"><span style="font-size:85%;"></span><span style="font-size:85%;"><br /></span></span><span style="font-family:arial;"><span style="color:#ffff00;"><span style="font-size:85%;">A. Sampling</span></span></span><span style="font-family:arial;"><span style="font-size:85%;"></span><span style="font-size:85%;"><br /></span></span><span style="font-family:arial;"><span style="font-size:85%;"> Sampling (pengambilan conto) merupakan tahap awal dari suatu analisis. Pengambilan conto harus efektif, cukup seperlunya tapi representatif (mewakili). Sampling harus dilakukan dalam tahapan yang benar sehingga hasil sampling yang didapat mampu mewakili material yang begitu banyak dan dapat dipakai sebagai patokan untuk mengontrol apakah proses pengolahan tersebut berjalan dengan baik atau tidak. Untuk hasil lebih baik dilakukan analisa mikroskop.</span></span><span style="font-family:arial;"><span style="font-size:85%;"></span><span style="font-size:85%;"><br /></span></span><span style="font-family:arial;"><span style="font-size:85%;"> Increment adalah jumlah satuan mineral yang dikumpulkan dari populasi sebagai bagian dari contoh yang diperoleh dengan sekali pengambilan contoh.</span></span><span style="font-family:arial;"><span style="font-size:85%;"></span><span style="font-size:85%;"><br /></span></span><p><span style="font-family:arial;"><span style="font-size:85%;"> </span></span></p><p><span style="font-family:arial;"><span style="font-size:85%;">Dari mekanismenya, pengambilan contoh dapat dibagi dua, yaitu :</span></span><span style="font-family:arial;"><span style="font-size:85%;"></span><span style="font-size:85%;"><br /></span></span></p><span style="font-family:arial;"><span style="font-size:85%;">1. Hand sampling</span></span><span style="font-family:arial;"><span style="font-size:85%;"></span><span style="font-size:85%;"><br /></span></span><span style="font-family:arial;"><span style="font-size:85%;"> Pengambilan contoh dilakukan dengan tangan, sehingga hasilnya sangat tergantung pada ketelitian operator</span></span><span style="font-family:arial;"><span style="font-size:85%;"></span><span style="font-size:85%;"><br /></span></span><span style="font-family:arial;"><span style="font-size:85%;">a. Grab sampling</span></span><span style="font-family:arial;"><span style="font-size:85%;"></span><span style="font-size:85%;"><br /></span></span><span style="font-family:arial;"><span style="font-size:85%;"> Pengambilan sampel pada material yang homogen dan dilakukan dengan interval tertentu dengan menggunakan sekop. Contoh yang diperoleh biasanya kurang representatif.</span></span><span style="font-family:arial;"><span style="font-size:85%;"></span><span style="font-size:85%;"><br /></span></span><span style="font-family:arial;"><span style="font-size:85%;">b. Shovel sampling</span></span><span style="font-family:arial;"><span style="font-size:85%;"></span><span style="font-size:85%;"><br /></span></span><span style="font-family:arial;"><span style="font-size:85%;"> Pengambilan sampel dengan menggunakan shovel, keuntungan cara ini lebih murah, waktu pengambilan cepat dan memerlukan tempat yang tidak begitu luas. Material conto yang diambil berukuran kurang dari 2 inchi.</span></span><span style="font-family:arial;"><span style="font-size:85%;"></span><span style="font-size:85%;"><br /></span></span><span style="font-family:arial;"><span style="font-size:85%;">c. Stream sampling</span></span><span style="font-family:arial;"><span style="font-size:85%;"></span><span style="font-size:85%;"><br /></span></span><span style="font-family:arial;"><span style="font-size:85%;"> Alat yang digunakan Hand sampling cutter. Conto yang diambil berupa pulp (basah) dan pengambilan searah dengan aliran (stream).</span></span><span style="font-family:arial;"><span style="font-size:85%;"></span><span style="font-size:85%;"><br /></span></span><span style="font-family:arial;"><span style="font-size:85%;">d. Pipe sampling</span></span><span style="font-family:arial;"><span style="font-size:85%;"></span><span style="font-size:85%;"><br /></span></span><span style="font-family:arial;"><span style="font-size:85%;"> Alat yang digunakan pipa/tabung dengan diameter 0.5, 1.0, dan 1.5 inchi. Salah satu ujung pipa runcing untuk dimasukkan ke material. Terdiri dari dua pipa (besar dan kecil) sehingga terdapat rongga diantaranya untuk tempat conto.</span></span><span style="font-family:arial;"><span style="font-size:85%;"></span><span style="font-size:85%;"><br /></span></span><span style="font-family:arial;"><span style="font-size:85%;">Digunakan pada material padat yang halus dan tidak terlalu keras.</span></span><span style="font-family:arial;"><span style="font-size:85%;"></span><span style="font-size:85%;"><br /></span></span><span style="font-family:arial;"><span style="font-size:85%;">e. Coning and quatering</span></span><span style="font-family:arial;"><span style="font-size:85%;"></span><span style="font-size:85%;"><br /></span></span><span style="font-family:arial;"><span style="font-size:85%;">Langkah-langkah yang dilakukan :</span></span><span style="font-family:arial;"><span style="font-size:85%;"></span><span style="font-size:85%;"><br /></span></span><span style="font-family:arial;"><span style="font-size:85%;">- Material dicmapur sehingga homogen</span></span><span style="font-family:arial;"><span style="font-size:85%;"></span><span style="font-size:85%;"><br /></span></span><span style="font-family:arial;"><span style="font-size:85%;">- Diambil secukupnya dan dibuat bentuk kerucut</span></span><span style="font-family:arial;"><span style="font-size:85%;"></span><span style="font-size:85%;"><br /></span></span><span style="font-family:arial;"><span style="font-size:85%;">- Ujung kerucut ditekan sehingga membentuk kerucut terpotong dan dibagi empat bagian sama besar</span></span><span style="font-family:arial;"><span style="font-size:85%;"></span><span style="font-size:85%;"><br /></span></span><span style="font-family:arial;"><span style="font-size:85%;">- Dua bagian yang berseberangan diambil untuk dijadikan conto yang dianalisis</span></span><span style="font-family:arial;"><span style="font-size:85%;"></span><span style="font-size:85%;"><br /></span></span><span style="font-family:arial;"><span style="font-size:85%;"> </span></span><span style="font-family:arial;"><span style="font-size:85%;"></span><span style="font-size:85%;"><br /></span></span><span style="font-family:arial;"><span style="font-size:85%;">2. Mechanical sampling</span></span><span style="font-family:arial;"><span style="font-size:85%;"></span><span style="font-size:85%;"><br /></span></span><span style="font-family:arial;"><span style="font-size:85%;"> Digunakan untuk pengambilan conto dalam jumlah yang besar dengan hasil yang lebih representatif dibandingkan hand sampling.</span></span><span style="font-family:arial;"><span style="font-size:85%;"></span><span style="font-size:85%;"><br /></span></span><span style="font-family:arial;"><span style="font-size:85%;"> Alat yang dipergunakan, antara lain :</span></span><span style="font-family:arial;"><span style="font-size:85%;"></span><span style="font-size:85%;"><br /></span></span><span style="font-family:arial;"><span style="font-size:85%;">a. Riffle sampler</span></span><span style="font-family:arial;"><span style="font-size:85%;"></span><span style="font-size:85%;"><br /></span></span><span style="font-family:arial;"><span style="font-size:85%;"> Alat ini bentuknya persegi panjang dan didalamnya terbagi beberapa sekat yang arahnya berlawanan. Riffle-riffle ini berfungsi sebagai pembagi conto agar dapat terbagi sama rata.</span></span><span style="font-family:arial;"><span style="font-size:85%;"></span><span style="font-size:85%;"><br /></span></span><span style="font-family:arial;"><span style="font-size:85%;">b. Vein sampler</span></span><span style="font-family:arial;"><span style="font-size:85%;"></span><span style="font-size:85%;"><br /></span></span><span style="font-family:arial;"><span style="font-size:85%;"> Pada bagian dalam dilengkapi dengan revolving cutter, yaitu pemotong yang dapat berputar pada porosnya sehingga akan membentuk area yang bundar sehingga dapat memotong seluruh alur bijih.</span></span><span style="font-family:arial;"><span style="font-size:85%;"></span><span style="font-size:85%;"><br /></span></span><span style="font-family:arial;"><span style="font-size:85%;"> Langkah selanjutnya setelah sampling adalah analisa yang meliputi penimbangan, pengayakan, mikroskopis dan analisis kimiawi jika diperlukan.</span></span><span style="font-family:arial;"><span style="font-size:85%;"></span><span style="font-size:85%;"><br /></span></span><span style="font-family:arial;"><span style="font-size:85%;"></span><span style="font-size:85%;"><br /></span></span><span style="font-family:arial;"><span style="font-size:85%;">B. Analisis Ayak</span></span><span style="font-family:arial;"><span style="font-size:85%;"></span><span style="font-size:85%;"><br /></span></span><span style="font-family:arial;"><span style="font-size:85%;"> Tujuan analisis ayak adalah untuk mengetahui :</span></span><span style="font-family:arial;"><span style="font-size:85%;"></span><span style="font-size:85%;"><br /></span></span><span style="font-family:arial;"><span style="font-size:85%;">1. Jumlah produksi suatu alat</span></span><span style="font-family:arial;"><span style="font-size:85%;"></span><span style="font-size:85%;"><br /></span></span><span style="font-family:arial;"><span style="font-size:85%;">2. Distribusi partikel pada ukuran tertentu</span></span><span style="font-family:arial;"><span style="font-size:85%;"></span><span style="font-size:85%;"><br /></span></span><span style="font-family:arial;"><span style="font-size:85%;">3. Ratio of concentration</span></span><span style="font-family:arial;"><span style="font-size:85%;"></span><span style="font-size:85%;"><br /></span></span><span style="font-family:arial;"><span style="font-size:85%;">4. Recovery suatu mineral pada setiap fraksi</span></span><span style="font-family:arial;"><span style="font-size:85%;"></span><span style="font-size:85%;"><br /></span></span><span style="font-family:arial;"><span style="font-size:85%;"> Peralatan yang diperlukan dalam analisis ayak antara lain ayakan, timbangan, mikroskop dan alat sampling. Untuk melakukan analisis lebih baik digunakan dua ayakan dengan salah satunya dipakai sebagai pembanding.</span></span><span style="font-family:arial;"><span style="font-size:85%;"></span><span style="font-size:85%;"><br /></span></span><span style="font-family:arial;"><span style="font-size:85%;"> </span></span><span style="font-family:arial;"><span style="font-size:85%;"></span><span style="font-size:85%;"><br /></span></span><p><span style="font-family:arial;"><span style="font-size:85%;">Standar ukuran ayakan (screen)</span></span><span style="font-family:arial;"><span style="font-size:85%;"></span><span style="font-size:85%;"><br /></span></span></p><span style="font-family:arial;"><span style="font-size:85%;"> Ukuran yang digunakan bisa dinyatakan dengan mesh maupun mm (metrik). Yang dimaksud mesh adalah jumlah lubang yang terdapat dalam satu inchi persegi (square inch), sementara jika dinyatakan dalam mm maka angka yang ditunjukkan merupakan besar material yang diayak.</span></span><span style="font-family:arial;"><span style="font-size:85%;"></span><span style="font-size:85%;"><br /></span></span><p><span style="font-family:arial;"><span style="font-size:85%;"> Perbandingan antara luas lubang bukaan dengan luas permukaan screen disebut prosentase opening.</span></span></p><p><span style="font-family:arial;"><span style="font-size:85%;">Pelolosan material dalam ayakan dipengaruhi oleh beberapa hal, yaitu :</span></span><span style="font-family:arial;"><span style="font-size:85%;"></span><span style="font-size:85%;"><br /></span></span></p><span style="font-family:arial;"><span style="font-size:85%;">1. Ukuran material yang sesuai dengan lubang ayakan</span></span><span style="font-family:arial;"><span style="font-size:85%;"></span><span style="font-size:85%;"><br /></span></span><span style="font-family:arial;"><span style="font-size:85%;">2. Ukuran rata-rata material yang menembus lubang ayakan</span></span><span style="font-family:arial;"><span style="font-size:85%;"></span><span style="font-size:85%;"><br /></span></span><span style="font-family:arial;"><span style="font-size:85%;">3. Sudut yang dibentuk oleh gaya pukulan partikel</span></span><span style="font-family:arial;"><span style="font-size:85%;"></span><span style="font-size:85%;"><br /></span></span><span style="font-family:arial;"><span style="font-size:85%;">4. Komposisi air dalam material yang akan diayak</span></span><span style="font-family:arial;"><span style="font-size:85%;"></span><span style="font-size:85%;"><br /></span></span><span style="font-family:arial;"><span style="font-size:85%;">5. Letak perlapisan material pada permukaan sebelum diayak </span></span><p><span style="font-family:arial;"><span style="font-size:85%;">Kapasitas screen secara umum tergantung pada :</span></span><span style="font-family:arial;"><span style="font-size:85%;"></span><span style="font-size:85%;"><br /></span></span></p><span style="font-family:arial;"><span style="font-size:85%;">1. Luas penampang screen</span></span><span style="font-family:arial;"><span style="font-size:85%;"></span><span style="font-size:85%;"><br /></span></span><span style="font-family:arial;"><span style="font-size:85%;">2. Ukuran bukaan</span></span><span style="font-family:arial;"><span style="font-size:85%;"></span><span style="font-size:85%;"><br /></span></span><span style="font-family:arial;"><span style="font-size:85%;">3. Sifat dari umpan seperti ; berat jenis, kandungan air, temperatur</span></span><span style="font-family:arial;"><span style="font-size:85%;"></span><span style="font-size:85%;"><br /></span></span><span style="font-family:arial;"><span style="font-size:85%;">4. Tipe mechanical screen yang digunakan</span></span><span style="font-family:arial;"><span style="font-size:85%;"></span><span style="font-size:85%;"><br /></span></span><span style="font-family:arial;"><span style="font-size:85%;"> Efisiensi screen dalam mechanical engineering didefinisikan sebagai perbandingan dari energi keluaran dengan eneri masukan. Dengan demikian dalam screening bukannya efisiensi melainkan ukuran keefektifan dari operasi.</span></span><p><span style="font-family:arial;"><span style="font-size:85%;">Faktor-faktor yang mempengaruhi effisiensi screen :</span></span><span style="font-family:arial;"><span style="font-size:85%;"></span><span style="font-size:85%;"><br /></span></span></p><span style="font-family:arial;"><span style="font-size:85%;">1. Lamanya umpan berada dalam screen</span></span><span style="font-family:arial;"><span style="font-size:85%;"></span><span style="font-size:85%;"><br /></span></span><span style="font-family:arial;"><span style="font-size:85%;">2. Jumlah lubang yang terbuka</span></span><span style="font-family:arial;"><span style="font-size:85%;"></span><span style="font-size:85%;"><br /></span></span><span style="font-family:arial;"><span style="font-size:85%;">3. Kecepatan umpan</span></span><span style="font-family:arial;"><span style="font-size:85%;"></span><span style="font-size:85%;"><br /></span></span><span style="font-family:arial;"><span style="font-size:85%;">4. Tebalnya lapisan umpan</span></span><span style="font-family:arial;"><span style="font-size:85%;"></span><span style="font-size:85%;"><br /></span></span><span style="font-family:arial;"><span style="font-size:85%;">5. Cocoknya lubang ayakan dengan bentuk dan ukuran rata-rata material yang diolah.</span></span><span style="font-family:arial;"><span style="font-size:85%;"></span><span style="font-size:85%;"><br /></span></span><span style="font-family:arial;"><span style="font-size:85%;"> </span></span><span style="font-family:arial;"><span style="font-size:85%;"></span><span style="font-size:85%;"><br /></span></span><span style="font-family:arial;"><span style="font-size:85%;"></span><span style="font-size:85%;"><br /></span></span><span style="font-family:arial;"><span style="font-size:85%;"> Dari hasil pengayakan dilakukan analisa mikroskop sehingga didapatkan hasil bahwa pada ukuran butir yang paling kecil derajat liberasinya makin besar. Dengan demikian berarti makin kecil ukuran butir makin sempurna material terliberasi atau terbebaskan dari ikatan gangue mineral.</span></span><span style="font-family:arial;"><span style="font-size:85%;"></span><span style="font-size:85%;"><br /></span></span><span style="font-family:arial;"><span style="font-size:85%;"> Selain itu dari hasil pengayakan yang dilakukan dengan dua ayakan akan dapat dibandingkan satu sama lainnya sehingga dapat diketahui efisiensi pengayakan yang paling baik.</span></span><span style="font-family:arial;"><span style="font-size:85%;"></span><span style="font-size:85%;"><br /></span></span><span style="font-family:arial;"><span style="font-size:85%;"> Derajat liberasi adalah perbandingan antara jumlah berat mineral bebas dan berat mineral yang sama seluruhnya (bebas dan terikat).</span></span><span style="font-family:arial;"><span style="font-size:85%;"></span><span style="font-size:85%;"><br /></span></span><span style="font-family:arial;"><span style="font-size:85%;"> Efisiensi yaitu perbandingan antara undersize yang lolos dengan undersize yang seharusnya lolos.</span></span><span style="font-family:arial;"><span style="font-size:85%;"></span><span style="font-size:85%;"><br /></span></span><span style="font-family:arial;"><span style="font-size:85%;"> </span></span><span style="font-family:arial;"><span style="font-size:85%;"></span><span style="font-size:85%;"><br /></span></span><span style="font-family:arial;"><span style="font-size:85%;">Contoh :</span></span><span style="font-family:arial;"><span style="font-size:85%;"></span><span style="font-size:85%;"><br /></span></span><span style="font-family:arial;"><span style="font-size:85%;">Dalam suatu analisis secara grain counting didapatkan data sebagai berikut :</span></span><span style="font-family:arial;"><span style="font-size:85%;"></span><span style="font-size:85%;"><br /></span></span><p><span style="font-family:arial;"><span style="color:#33ff33;"><span style="font-size:85%;"> Ukuran Berat Jumlah Butir Mineral A Jumlah Butir Mineral B </span></span></span></p><p><span style="font-family:arial;"><span style="color:#33ff33;"><span style="font-size:85%;">(mesh) (gram) Bebas Terikat Bebas Terikat</span></span></span></p><p><span style="font-family:arial;"><span style="font-size:85%;"> +28 20 4 6,5 6 2,5 </span></span></p><p><span style="font-family:arial;"><span style="font-size:85%;"> +35 50 10 12,25 8 6,75 </span></span></p><p><span style="font-family:arial;"><span style="font-size:85%;">-35 30 12 2 10 2 </span></span><span style="font-family:arial;"><span style="font-size:85%;"></span><span style="font-size:85%;"><br /></span></span></p><span style="font-family:arial;"><span style="font-size:85%;">Hitung derajat liberasi bijih maupun kadar bijih bila BJ mineral A = 7 dan BJ mineral B = 2,5</span></span><span style="font-family:arial;"><span style="font-size:85%;"></span><span style="font-size:85%;"><br /></span></span><span style="font-family:arial;"><span style="font-size:85%;">Jawab :</span></span><span style="font-family:arial;"><span style="font-size:85%;"></span><span style="font-size:85%;"><br /></span></span><p><span style="font-family:arial;"><span style="font-size:85%;"> Derajat Liberasi fraksi (+28#) mineral A = 4x7 x100%/(10,5x7) = 38,09</span></span><span style="font-family:arial;"><span style="font-size:85%;"></span><span style="font-size:85%;"><br /></span></span></p><span style="font-family:arial;"><span style="font-size:85%;"> Kadar mineral A pada fraksi (+28#) = 10,5x7 x100%/((10,5x7)+(8,25x2,5)) = 77,57</span></span><span style="font-family:arial;"><span style="font-size:85%;"></span><span style="font-size:85%;"><br /></span></span><span style="font-family:arial;"><span style="font-size:85%;"></span><span style="font-size:85%;"><br /></span></span><span style="font-family:arial;"><span style="font-size:85%;"></span><span style="font-size:85%;"><br /></span></span><p><span style="font-family:arial;"><span style="font-size:85%;">Dengan cara yang sama dapat dihitung kadar (KD) maupun Derajat Liberasi (DL) tiap fraksi.</span></span></p><p><span style="font-family:arial;"><span style="color:#33ff33;"><span style="font-size:85%;">Ukuran Berat DL Fraksi Kadar Fraksi DL x Berat KD x Berat</span></span></span></p><p><span style="font-family:arial;"><span style="font-size:85%;"> + 28 20 39,09 77,57 781,8 1551,45</span></span><span style="font-family:arial;"><span style="font-size:85%;"></span><span style="font-size:85%;"><br /></span></span></p><p><span style="font-family:arial;"><span style="font-size:85%;">+ 35 50 44,94 80,87 2247,19 4042,83</span></span></p><p><span style="font-family:arial;"><span style="font-size:85%;">- 35 30 85,71 75,82 2571,43 2274,66</span></span><span style="font-family:arial;"><span style="font-size:85%;"></span><span style="font-size:85%;"><br /></span></span></p><span style="font-family:arial;"><span style="font-size:85%;">Jumlah 100 Jumlah 5600,42 7869,94</span></span><span style="font-family:arial;"><span style="font-size:85%;"></span><span style="font-size:85%;"><br /></span></span><span style="font-family:arial;"><span style="font-size:85%;"></span><span style="font-size:85%;"><br /></span></span><span style="font-family:arial;"><span style="font-size:85%;">Derajat Liberasi bijih = jumlah kolom 5 : jumlah kolom 2 = 5600,42 : 100 = 56%</span></span><span style="font-family:arial;"><span style="font-size:85%;"></span><span style="font-size:85%;"><br /></span></span><span style="font-family:arial;"><span style="font-size:85%;">Kadar Bijih = jumlah kolom 6 : jumlah kolom 2 = 7869,94 : 100 = 78,699 %</span></span><span style="font-family:arial;"><span style="font-size:85%;"></span><span style="font-size:85%;"><br /></span></span><span style="font-family:arial;"><span style="font-size:85%;"></span><span style="font-size:85%;"><br /></span></span><span style="font-family:arial;"><span style="font-size:85%;"> Dalam mencari kadar bijih jangan sampai kadar tiap fraksi dijumlahkan dan hasilnya dibagi tiga. Hal ini salah karena berat tiap fraksi tidak sama.</span></span><span style="font-family:arial;"><span style="font-size:85%;"></span><span style="font-size:85%;"><br /></span></span><span style="font-family:arial;"><span style="font-size:85%;"></span><span style="font-size:85%;"><br /></span></span><span style="font-family:arial;"><span style="font-size:85%;"></span><span style="font-size:85%;"><br /></span></span><span style="font-family:arial;"><span style="font-size:85%;"></span><span style="font-size:85%;"><br /></span></span><span style="font-family:arial;"><span style="font-size:85%;"></span><span style="font-size:85%;"><br /></span></span><span style="font-family:arial;"><span style="font-size:85%;"> </span></span><span style="font-family:arial;"><span style="font-size:85%;"></span><span style="font-size:85%;"><br /></span></span><span style="font-family:arial;"><span style="font-size:85%;"> </span></span>Kuliah D3 Fatekhttp://www.blogger.com/profile/00648521442957317360noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-2692759167563707489.post-78984121271158321882009-05-22T06:12:00.000-07:002009-05-22T06:28:55.544-07:00BAB II Pengolahan Bahan Galian<span style="color:#33ff33;">BAB II<br />KOMINUS</span>I<br /><br /><br /> Kominusi adalah proses mereduksi ukuran butir atau proses meliberasi bijih. Yang dimaksud dengan proses meliberasi bijih adalah proses melepaskan bijih tersebut dari ikatnnya yang merupakan gangue mineral dengan menggunakan alat crusher atau grinding mill. Kominusi terbagi dalam 3 tahap, yaitu primary crushing, secondary crushing dan fine crushing.<br /><br /><span style="color:#33ff33;">A. Primary Crushing</span><br /> Merupakan tahap penghancuran yang pertama, dimana umpan berupa bongkah-bongkah besar yang berukuran +/- 84 x 60 inchi dan produkta berukuran 4 inchi. Beberapa alat untuk primary crushing antara lain :<br />1. Jaw Crusher<br /> Alat ini mempunyai dua jaw, yang satu dapat digerakkan (swing jaw) dan yang lainnya tidak bergerak (fixed jaw). Berdasarkan porosnya jaw crusher terbagi dalam dua macam :<br />a. Blake Jaw Crusher, dengan poros di atas<br />b. Dodge Jaw Crusher, dengan poros di bawah<br /><p>Perbandingan Dodge dengan Blake Jaw Crusher, yaitu :<br /></p>a. Ukuran produkta pada Blake Jaw lebih heterogen dibandingkan dengan Dodge Jaw yang relatif seragam<br />b. Pada Blake Jaw porosnya di atas sehingga gaya yang terbesar mengenai partikel yang terkecil<br />c. Pada Dodge Jaw porosnya di bawah sehingga gaya yang terbesar mengenai partikel yang terbesar sehingga gaya mekanis dari Dodge Jaw lebih besar doibandingkan dengan Blake Jaw<br />d. Kapasitas Dodge Jaw jauh lebih kecil dari Blake Jaw pada ukuran yang sama<br />e. Pada Dodge Jaw sering terjadi penyumbatan<br /><p>Istilah-istilah pada Jaw Crusher, antara lain :<br /></p>a. Setting Block, bagian dari jaw crusher untuk mengatur agar lubang ukuran sesuai dengan yang dikehendaki. Bila setting block dimajukan, maka jarak antara fixed jaw dengan swing jaw menjadi lebih pendek atau lebih dekat, dan sebaliknya.<br />b. Toggle, bagian dari jaw crusher yang berfungsi untuk mengubah gerakan naik turun menjadi maju mundur<br />c. Pitman, berfungsi untuk merubah gerakan berputar dari maju mundur menjadi gerakan naik turun<br />d. Swing Jaw, bagian dari jaw crusher yang dapat bergerak akibat gerakan atau dorongan toggle<br />e. Fixed Jaw, bagian dari jaw crusher yang tidak bergerak/diam<br />f. Mouth, bagian mulut jaw crusher yang berfungsi sebagai lubang penerimaan umpan<br />g. Throat, bagian paling bawah yang berfungsi sebagai lubang pengeluaran<br />h. Gate, adalah jarak mendatar pada mouth<br />i. Set, adalah jarak mendatar pada throat<br />j. Closed Setting, adalah jarak antara fixed jaw dengan swing jaw pada saat swing jaw ekstrim ke depan<br />k. Open Setting, adalah jarak antara fixed jaw dengan swing jaw pada saat swing jaw ekstrim ke belakang<br />l. Throw, selisih jarak pelemparan antara open setting dengan close setting<br />m. Nip Angle, sudut yang dibentuk dengan garis singgung yang dibuat melalui titik singgung antara jaw dengan batuan<br /><p> </p><p> Khusus untuk gape adalah jarak mendatar pada mouth yang diukur pada bagian mouth dimana umpan yang dimasukkan bersinggungan dengan mouth. Jadi besarnya gape selalu berubah-ubah menurut besarnya umpan.<br /></p> Pecahnya batuan dari jaw crusher karena adanya :<br />a. Daya tahan batuan lebih keci dari gaya yang menekan<br />b. Nip angle<br />c. Resultante gaya yang arahnya ke bawah<br /><p>Gaya-gaya yang ada pada jaw crusher, adalah :<br /></p>a. Gaya tekan (aksi)<br />b. Gaya gesek<br />c. Gaya gravitasi<br />d. Gaya yang menahan (reaksi)<br /> Arah-arah gaya tergantung dari kemiringan atau sudutnya. Resultante gaya akhir arahnya harus ke bawah, yang berarti material itu dapat dihancurkan. Tapi jika gaya itu arahnya ke atas maka material itu hanya meloncat-loncat ka atas saja.<br /><p> </p><p>Faktor-faktor yangmempengaruhi efisiensi jaw crusher :<br /></p>a. Lebar lubang bukaan<br />b. Variasi dari throw<br />c. Kecepatan<br />d. Ukuran umpan<br />e. Reduction ratio (RR)<br />f. Kapasitas yang dipengaruhi oleh jumlah umpan per jam dan berat jenis umpan<br /> Reduction ratio merupakan perbandingan antar ukuran umpan dengan ukuran produk. Reduction ratio yang baik untuk ukuran primary crushing adalah 4 – 7, sedangkan untuk secondary crushing adalah 14 – 20 dan fine crushing (mill) adalah 50 -100.<br /><p> </p><p>Terdapat empat macam reduction ratio, yaitu :<br /></p>a. Limiting Reduction Ratio<br /> Yaitu perbandingan antara tebal/lebar umpan dengan tebal/lebar produk<br /> <br /> dimana :<br /> tF = tebal umpan<br /> tP = tebal produk<br /> wF = lebar umpan<br /> wP = lebar produk<br />b. Working Reduction Ratio<br /> Perbandingan antara tebal partikel umpan (tF) yang terbesar dengan efective set (Se) dari crusher.<br /> <br />c. Apperent Reduction Ratio<br /> Perbandingan antara effective gate (G) dengan effective set (So)<br /> <br />d. Reduction Ratio 80 (R80)<br /> Perbandingan antara lubang ayakan umpan dengan lubang ayakan produk pada kumulatif 80%.<br />Kapasitas jaw crusher dipengaruhi oleh :<br />a. Gravitasi<br />b. Kekerasan material<br />c. Keliatan material<br />d. Kandungan air/kelembaban<br />Menurut Taggart, kapasitas jaw crusher dinyatakan dalam suatu rumus empiris :<br /> T = 0,6 LS<br />dimana : T = kapasitas, ton/jam<br /> L = panjang dari lubang penerimaan<br /> S = lebar dari lubang pengeluaran<br /><br />2. Gyratory Crusher<br /> Crusher jenis ini mempunyai kapasitas yang lebih besar jika dibandingkan dengan jaw crusher. Gerakan dari gyratory crusher ini berputar dan bergoyang sehingga proses penghancuran berjalan terus menerus tanpa selang waktu. Berbeda dengan jaw crusher yang proses penghancurannya tidak continue, yaitu pada waktu swing jaw bergerak ke belakang sehingga ada material-material yang tidak mengalami penggerusan.<br /><p> </p><p>Macam-macam gyratory crusher :<br /></p>a. Suspended Spindel Gyratory Crusher<br />b. Pararell Pinch Crusher<br /> Perbedaan utama jenis ini dari suspended spindel, terletak pada gerakan crushing head-nya. Gerakan crushing head pada prarell pinch menghasilkan bentuk cone yang tajam dengan puncak dalam keadaan menggantung sehingga menghasilkan gerakan berputar yang dapat menghancurkan umpan sepanjang daerah permukaan crushing head.<br /><p> Bentuk-bentuk head dan concave pada gyratory crusher adalah :<br /></p>a. Straight head and concave<br />b. Curved head and concave<br /><p> </p><p> Kedua jenis head dan concave ini perbedaanya hanya pada permukaannya, yaitu yang pertama adalah rata dan yang kedua melengkung.Kapasitas gyratory crusher lebih besar disbanding dengan jaw crusher pada ukuran umpan yang sama. Oleh Taggart, kapasitas gyratory dihitung dengan rumus :<br /></p> <br />dimana :<br /> T = kapasitas, ton/jam<br /> G = gape, inch<br /><p> So = open set,</p><p>Kapasitas gyratory crusher tergantung pada :<br /></p>a. sifat alamiah material yang dihancurkan, seperti kekerasan, keliatan dan kerapuhan<br />b. permukaan concave dan crushing head terhadap umpan akan mempengaruhi gesekan antara material dengan bagian pemecah (concave dan head)<br />c. Kandungan air, seting, putaran dan gape<br />Perbedaan antara gyratory dan jaw crusher adalah :<br />a. Pemasukan umpan, jaw crusher pemasukannya tidak kontinyu sedangkan gyratory kontinyu<br />b. Gyratory alatnya lebih besar dan bagian-bagiannya tidak mudah dilepas<br />c. Kapasitas gyratory lebih besar dari jaw crusher, karena pemasukan umpan dapat kontinyu dan penghancurannya merata<br />d. Pemecahan pada jaw lebih banyak tekanan, tetapi pada gyratory crusher gaya geseknya lebih besar walaupun ada gaya tekannya. Pada gyratory kalau berputarnya cepat, produkta yang dihasilkan relatif kecil.<br /><br />B. Secondary Crushing<br /> Merupakan tahap penghancuran kelanjutan dari primary crushing, dimana umpan berukuran lebih kecil dari 6 inchi produkta berukuran 0.5 inchi. Beberapa alat untuk secondary crushing antara lain :<br />1. Jaw Crusher (kecil)<br />2. Gyratory Crusher (kecil)<br />3. Cone Crusher<br /> Alat ini merupakan secondary crusher yang penggunaannya lebih ekonomis. Cone crusher hampir sama dengan gyratory crusher, perbedaannya terletak pada :<br />a. crushing surface terluar bekerja sedemikian rupa sehingga luas lubang pengeluaran dapat bertambah<br />b. crushing surface terluar bagian atasnya dapat diangkat sehingga material yang tidak dapat dihancurkan dapat dikeluarkan<br /><p>Macam-macam cone crusher :<br /></p>a. Simon Cone Crusher<br /> Alat ini dibagi menjadi dua jenis, yaitu :<br />- standart crusher type, yaitu untuk mereduksi umpan yang berukuran kasar<br />- short head crusher type, yaitu untuk mereduksi umpan berukuran halus<br />b. Telsmith Gyrasphere Crusher<br /> Crushing head dari alat ini berbentuk bulat (sphere) yang terbuat dari baja dengan cutter shell bergerak naik turun. Dalan cone crusher crushing head adalah rata dan perbandingan antara tinggi dengan diameternya 1 : 3. Unpan dari cone crusher harus dalam keadaan kering karena jika basah akan mengakibatkan choking.<br /><p>4. Hammer Mill<br /></p><p> Hammer mill dipakai dalam secondary crusher untuk memperkecil produk dari primary crushing dengan ukuran umpan yang diperbolehkan adalah kurang dari satu inch. Alat ini merupakan satu-satunya alat yang berbeda cara penghancurannya dibandingkan alat secondary crushing lainnya. Pada hammer mill proses penghancuran menggunakan shearing stress, sedangkan pada secondary crushing lainnya menggunakan compressive stress.<br /></p><p>5. Roll Crusher<br /></p> Alat ini terdiri dari dua silinder baja dan masing-masing dihubungkan pada as (poros) sendiri-sendiri. Silinder ini hanya satu saja yang berputar dan lainnya diam, tapi karena adnya material yang masuk dan pengaruh silinder lainnya maka silinder ini ikut berputar juga. Putaran masing-masing silinder tersebut berlawanan arah sehingga material yang ada diatas roll akan terjepit dan hancur.<br /> Bentuk dari roll crusher ada dua macam, yaitu :<br />a. Rigid Roll<br /> Alat ini pada porosnya tidak dilengkapi dengan pegas, sehingga kemungkinan patah pada poros sangat besar. Roll yang berputar hanya satu saja, tapi ada juga yang keduanya berputar.<br />b. Spring Roll<br /> Alat ini dilengkapi dengan pegas sehingga kemungkinan porosnya patah sangat kecil sekali. Dengan adanya pegas maka roll dapat mundur dengan sendirinya bila ada material yang sangat keras, sehingga tidak dapat dihancurkan dan material itu akan jatuh.<br /> Dari gambar diatas diketahui diameter roll (D) dan diameter material (d), gaya normal (N), gaya tangensial (T) dan resultante (R) dari gaya normal dan gaya tangensial, nip angle (n), setting (s). Jika resultan arahnya ke bawah maka material akan dapat dihancurkan karena terjepit oleh roll.<br /> Persamaan komponen-komponen vertikal dari gaya normal dan gaya tangensial menggambarkan batas kondisi untuk crushing.<br /> <br /> <br /> untuk Nv = Tv maka persamaan menjadi :<br /> <br /> atau,<br /> <br /> adalah koefisien gesek , maka agar terjadi crushing harus lebih kecil atau sama dengan .<br /> Hubungan antara n, s, d dan D :<br /> atau <br /> dari hubungan formula diatas dengan koefisien gesek akan dapat menentukan diameter roller.<br /> Contoh :<br /> Diketahui : koefisien gesek = 0,4, mereduksi 1,5” menjadi 0,5”<br /> Ditanya : diameter minimum roll (Dm)<br /> Jawab : = 0,4<br /> : <br /> jadi : <br /> : D = 12,5 inchi<br /> Kapasitas roller tergantung pada kecepatan roler, lebar permukaan roller, diameter dan jarak antara roller yang satu dengan lainnya. Roller biasanya digunakan untuk batuan lunak seperti shale, lempung dan material lengket sampai setengah keras.<br /> Kapasitas roller dinyatakan dengan rumus sebagai berikut :<br /> C = 0,0034 N x D x W x G x s<br />dimana :<br /> N = jumlah putaran, rpm<br /> D = diameter roll, inchi<br /> W = lebar permukaan roll, inchi<br /> G = berat jenis material<br /> s = jarak antar roll, inchi<br />Hancurnya material dalam roll crushing dibedakan menjadi :<br />a. Choke Crushing<br /> Penghancuran material tidak hanya dilakukan oleh permukaan roll tetapi juga aoleh sesama material<br />b. Free Crushing<br /> Yaitu material yang masuk langsung dihancurkan oleh roll.<br />Kecepatan crushing tergantung pada kecepatan pemberian umpan (feed rate) dan macam reduksi yang diinginkan.<br /><br /><br />Roll Crusher<br /><br /><br />C. Fine Crushing (Grinding Mill)<br /> Milling merupakan proses kelanjutan dari primary crushing dan secondary crushing. Proses penghancuran dalam milling menggunakan shearing stress.<br />Milling diklasifikasikan menjadi beberapa macam berdasarkan :<br />1. Bentuk cell<br />a. Cylinder (produk yang ada masih kasar)<br /> Contoh untuk mill bentuk silinder adalah tube mill. pada tube mill ini produktanya masih agak kasar dan dalam proses penghancurannya perlu ditambahkan air sehingga bercampurnya dengan material menjadi pulp.<br />b. Conical (produk halus)<br /> Contoh untuk mill bentuk conical adalah hardinge conical mill. Produktanya halus, lebih halus daripada produkta yang dihasilkan cylinder mill. Untuk akhir penghancuran memerlukan bola baja dengan diameter 2 – 3 inchi. Jumlah bola-bola baja dalam ball mill berkisar antara 50% - 60% dari volume mill dan kadang-kadang mencapai 80%.<br />d. Cylindro Conical <br /> Mill jenis ini produktanya ada yang halus dan ada yang kasar, bentuk cell merupakan penggabungan antara bentuk cylinder dan conical.<br />2. Grinding Media<br />a. Ball Mill (bola-bola baja)<br /> Contoh untuk mill ini adalah ball mill, yang telah diuraikan pada keterangan conical mill.<br />b. Peable Mill (batu api/flint)<br />c. Rod Mill (batang-batang Baja).<br /> Grinding media pada rod mill adalah batang-batang baja, umpan yang dimasukkan ukurannya lebih kecil dari ¾ inchi dan produktanya berukuran -14 sampai -18 mesh. Umpan berukuran kecil, karena bila materialnya terlalu besar maka akan menimbulkan cataracting akibatnya batangan baja akan patah.<br /> Dengan adanya rod maka tidak akan mengalami over grinding, hal ini karena rod tersebut saling sejajar sehingga umpan yang telah halus tidak akan mengalami penghancuran lagi. Hal ini dapat dilihat pada distribusi partikel pada rod mill.<br /> <br /> Pada bagian (A) terlihat penyebaran material itu teratur dari besar di sebelah kiri dan yang kecil disebelah kanan. Pada bagian (B) penyebaran partikel ini acak-acakan ada yang besar <br /><br />Ball Mill<br /><br /><br /> dan ada yang kecil, tetapi di sini dapt dilihat bahwa partikel yang relatif besar saja yang mengalami penghancuran sampai akhirnya berukuran relatif sama sehingga tidak akan terjadi over grinding. Pada bagian (C) terlihat pada bagian kiri terdapat partikel yang besar (terlalu besar) sedangkan disebelah kanan partikelnya kecil. Hal ini menyebabkan timbulnya cataracting dan dapat menyebabkan patahnya rod.<br /><p>3. Cara Memasukkan Umpan<br /></p>a. Scoop Feeder<br />b. Drum Feeder<br />c. Scoop and Drum Feeder<br /> Cara pemasukan umpan melalui kombinasi antara scoop dan drum.<br /><p>4. Lubang Pengeluaran<br /></p>a. Grate Discharge<br /> Proses penghancurannya dilakukan dalam keadaan basah dan pada lubang pengeluaran diberi saringan sehingga diharapkan hasilnya seragam. Kelemahanya kemungkinan grinding media yang kecil menutupi lubang saringan sehingga saringan tersumbat.<br />b. Overflow Discharge <p>Mill jenis ini mirip dengan grate mill diatas, hanya saja pada mill ini tidak dilengkapi dengan saringan sehingga hasilnya tidak seragam.<br /></p>5. Kecepatan Putar Cell<br />a. Kecepatan Kritis<br /> Yaitu kecepatan putar cell pada operasi milling dimana pada saat itugrinding media menempel pada dinding cell sehingga tidak terjadi proses abrasi maupun impact.<br />b. Cataracting<br /> Adalah kecepatan putar dari cell mill dimana grinding media akan menimbukan impact yang lebih besar dibandingkan abrasi.<br />c. Cascading<br /> Yaitu kecepatan putar pada cell mill pada operasi milling yang mengakibatkan grinding media lebih dominan bekerja secara abrasi maupun impact.<br /> Rumus kecepatan kritis adalah sebagai berikut :<br /> <br /> dimana :<br /> N = putaran, rpm<br /> D = diameter cell mill, ft<br /> r = jari-jari mill, ft<br /> S = diameter mill, ft<br /> s = diameter bola baja/grimding media, ft<br /> Setiap mill bagian dari cell dilapisi oleh liner. Hal ini berguna untuk melindungi cell agar tidak aus dan rusak, selain itu juga membantu kerja dari grinding media. Liner ini jika sudah aus harus diganti dengan yang baru agar tidak merusak bagian mill. Lapisan pengganti (liner) biasanya terbuat dari baja campuran dan terdapat dalam beberapa tipe, yaitu ; shiplap. wedge bar dan ribbed plate.<br /> Dalam pemakaian mill perlu diperhatikan kekerasan material yang akan dihancurkan karena liner yang dipasang harus lebih keras dari material yang akan dihancurkan. Operasi mill dapat dilakukan secara tertutup maupun terbuka. Untuk yang tertutup biasanya diombinasikan dengan classifier. Pada operasi ini terdapat istilah-istilah sebagai berikut :<br />- Circulating Load Ratio<br /> yaitu perbandingan antara material yang dikembalikan dari classifier ke mill dengan umpan yang masuk ke mill.<br /> <br /> dimana :<br /> d = persen berat kumulatif yang ada pada ukuran tertentu yang ada pada umpan<br /> o = persen berat kumulatif yang ada dalam overflow pada classifier<br /> s = persen berat kumulatif dalam underflow pada classifierKuliah D3 Fatekhttp://www.blogger.com/profile/00648521442957317360noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-2692759167563707489.post-91107812242744217292009-05-22T04:21:00.000-07:002009-05-22T04:44:09.493-07:00Bab I Pengolahan Bahan Galian<div align="left"><span style="color:#ff0000;"><strong>BAB I<br />PENDAHULUAN</strong></span><br /><br /><br /> Bahan Galian digunakan sebagai salah satu baku dalam suatu industri, dengan persyaratan tertentu. Untuk itu harus dilakukan pengolahan sebelum dipergunakan.<br /><br />A. Macam Bahan Galian<br /> Bahan galian menurut pemanfaatannya dikelompokkan atas :<br />1. Bahan Galian Logam/Bijih/Ore<br /> Dari pengolahan dapat diambil dan dimanfaatkan logamnya, seperti timah putih, besi, tembaga, nikel, emas, perak, dll.<br />Pengolahan tahap pertama biasanya disebut dengan Ore Dressing karena yang diolah adalah ore/bijih, disebut juga Mineral Processing karena hasil dari proses masih berupa mineral, dan disebut juga sebagai Unit Operation karena proses ini berdasarkan sifat mineralnya.<br />2. Bahan Galian Energi<br /> Merupakan bahan galian yang dimanfaatkan untuk energi, seperti minyak bumi dan batubara. Agar batubara dapat memenuhi kriteria pasar maka harus dilakukan pengolahan dengan pencucian.<br />3. Bahan Galian Industri<br /> Merupakan bahan galian yang dimanfaatkan untuk industri, seperti : Asbes, aspal, bentonit, batugamping, batupasir dll. Untuk pengolahan dilakukan peremukan, penggilingan , pengayakan maupun klasifikasi. Untuk pengotor bersifat logam dilakukan dengan Flotasi atau Magnetic Separator.<br /><br />B. Definisi Pengolahan Bahan Galian<br /> Pengolahan Bahan Galian merupakan proses pemisahan mineral berharga dari mineral tidak berharga (gangue), yang dilakukan secara mekanis, menghasilkanproduk yang kaya mineral berharga (konsentrat) dan produk yang mineralnya berkadar rendah (tailing). Proses pemisahan ini didasarkan atas sifat fisik mineral maupun sifat kimia fisika permukaan mineral dan diupayakan menguntungkan.<br />Keuntungan dari Pengolahan Bahan Galian adalah :<br />1. Secara Ekonomis</div><div align="left"><br />a. Mengurangi ongkos angkut tiap ton logam dari lokasi penambangan ke pabrik pengolahan, karena sebagian mineral tidak berharga (waste mineral) telah terbuang selama proses pengolahan dan kadar bijih sudah ditingkatkan.<br />b. Mengurangi jumlah Flux yang ditambahkan dalam peleburan serta mengurangi metal yang hilang bersama Slag.<br />c. Mengurangi biaya peleburan tiap ton logam yang dihasilkan, sebab dalam peleburan tonase logan yang dihasilkan lebih banyak (dalam waktu yang sama) bila dibandingkan dengan peleburan tanpa diawali dengan Pengolahan Bahan Galian.</div><div align="left"><br />2. Secara Teknis<br />a. Pengolahan Bahan Galian akan menghasilkan konsentrat yang mempunyai kadar mineral berharga relatif tinggi, sehingga lebih memudahkan untuk mengambil metalnya.<br />b. Ada kemungkinan konsentratnya mengandung lebih dari satu mineral berharga, maka ada kemungkinan dapat diambil logam yang lain sebagai hasil sampingan.<br /><br /><br />C. Studi Bahan Baku<br /> Proses Pengolahan Bahan Galian merupaka jembatan antara penambangan dengan eksstaksi logam (metallurgi ekstraksi). Karena Pengolahan Bahan Galian mendasarkan atas sifat fisik mineral, maka informasi mengenai mineral yang terkandung dalam bahan galian sangan diperlukan, misalnya :<br />1. Macam dan komposisi mineral dalam bahan galian<br />2. Kadar masing-masing mineral<br />3. Besar kecilnya ukuran (distribusi ukuran)<br />4. Derajat liberasi (kebebasan) dari mineral<br /> Derajat Liberasi adalah perbandingan antara mineral yang terliberasi sempurana dengan jumlah mineral yang sama keseluruhan.<br />5. Sifat fisik mineral, antara lain :<br />a. Hardness (kekerasan), Structure dan Fracture<br />Sifat ini diperlukan dalam menentukan alat penghancur<br />b. Ikatan mineral dan besar kecilnya kristal<br /> Berkaitan dengan derajat liberasi. Semakin tinggi derajat liberasi akan semakin sempurna proses pengolahan<br />c. Warna dan Kilap<br /> Berkaitan dengan proses pengolahan secara hand sortng/hand picking, yaitu pemisahan yang dilakukan secara manual (tangan biasa)<br />d. Spesific Grafity (SG)<br />Berkaitan dengan pengolahan konsentrasi gravitasi<br />e. Magnetic Suceptibility (sifat kemagnetan)<br />Berkaitan dengan pengolahan Magnetic Separator<br />f. Electro Conductivity (daya hantar listrik)<br />Berkaitan dengan pengolahan Electristatic Separation atau High Tension Separation<br />g. Sifat permukaan (senang tidaknya terhadap udara)<br />Berkaitan dengan pengolahan Flotasi<br /><br />D. Tahapan Pengolahan Bahan Galian <br /> Dalam kegiatan Pengolahan Bahan Galian terdapat beberapa tahap yang dilakukan, yaitu :<br />1. Preparasi</div><div align="left"><br />a. Kominusi</div><div align="left"><br /> Adalah proses meredksi ukuran butir sehingga menjadi lebih kecil dari ukuran semula. Hal ini dapat dilakukan dengan crushing (peremukan) untuk proses kering, sedangkan grinding (penggilingan) digunakan untuk proses basah dan kering. Selain untuk mereduksi ukuran butir, kominusi juga untuk meliberasi bijih, yaitu proses melepaskan mineral bijih dari ikatannya yang merupakan gangue mineral. Alat yang digunakan dalam proses ini adalah crusher dan grinding mill. </div><div align="left"><br />b. Sizing</div><div align="left"><br /> Merupakan pengelompokan mineral yang dilakikan dengan cara :<br />- Screening<br /> Adalah pemisahan butir mineral berdasarkan lubang ayakan sehingga hasilnya seragam. Alat yang digunakan disebut screen<br />- Classsfying<br /> Adalah pemisahan butir mineral yang mendasarkan pada kecepatan jatuhnya material dalam suatu media (air atau udara) sehingga hasilnya tidak seragam. Alat yang dipergunakan adalah classifier. Kecepatan jatuh mineral dipengaruhi oleh ; SG, volume dan bentuk mineral.<br /></div><div align="left"></div><div align="left">2. Konsentrasi</div><div align="left"><br /> Merupakan proses pemisahan antara mineral berharga dengan mineral tidak berharga sehingga didapat kadar yang lebih tinggi dan menguntungkan. Ada beberapa cara pemisahan yang mendasarkan sifat fisik mineral, diantaranya adalah :<br />a. Warna, Kilap, Bentuk Kristal<br /> Konsentrasi yang dilakukan dengan tangan biasa (hand picking)<br />b. Spesific Gravity (Gravity Concentration)<br /> adalah konsentrasi berdasarkan berat jenis material. Oleh karena itu untuk mengetahui berhasil atau tidaknya proses konsentrasi gravimetri, harus di cek harga kriteria konsentrasinya.<br /> <br /> Bila KK > 2,5 atau harganya negatif, maka antar mineral berat dengan mineral ringan dalam bahan galian mudah untuk dipisahkan secara konsentrasi gravimetri.<br /> Bila KK = 1,75, maka pemisahan dapat berjalan baik manakala ukuran butirnya 60# - 100#<br /> Bila KK = 1,50, agak sulit dipisahkan, namum dapat dilakukan pemisahan bila ukurannya 10#<br /> Bila KK <= 1,0, maka minerl sulit dilakukan pemisahan dengan konsentrasi gravimetri.<br /> Gravimetri concentration ada tiga macam, yaitu : <br />- Flowing Film Concentration<br /> Merupakan proses konsentrasi berdasarkan berat jenisnya melalui aliran fluida yang tipis. Alat yang dipergunakan adalah :<br />- Shaking Table (meja goyang)<br />- Humphrey Spiral<br />- Sluice Box (palong)<br />- Log Washer<br /> Gaya-gaya yang berpengaruh dalam flowing film concentration adalah :<br />- Gaya gesek antara partikel dengan dasar alat<br />- Gaya dorong air terhadap partikel<br />- Gaya gravitasi<br />- Gaya sentripetal <br />- Vertical Flowing Concentration (aliran air vertikal)<br /> Merupakan proses konsentrasi mendasarkan pada aliran air ke atas. Pemisahan pada jig terjadi karena perbedaan SG, yang mana tiap mineral akan mengalami tiga peristiwa, yaitu ; hindered settling, differential acceleration dan consolidation trickling. Agar proses pemisahan continue diperlukan adanya suction dan pulsion, dimana pada waktu terjadi suction diperlukan under water agar besarnya suction tereliminir.<br /> Jig dibagi beberapa macam, yaitu :<br />- berdasarkan atas screen/sieve, movable sieve jig dan fixed sieve jig<br />- berdasarkan penimbul suction dan pulsion, plunger, diaphragma, pulsator dan air pulsator<br />- SG Heavy Media Density<br /> Adalah pemisahan berdasarkan SG cairan media dan SG mineral. Sebagai media adalah cairan berat yang pada umumnya tidak bereaksi langsung dengan material yang akan dipisahkan. Ada dua proses, yaitu heavy media separation dan heavy liquid separation.<br /> Media heavy media separation berupa suspensi atau pseudo liquid yang merupakan campuran antara :<br />- magnetic (SG = 5,1) dan air (H2O)<br />- ferro silicon (SG = 6,7 – 6,9) dengan komposisi 82% Fe dan 1,5% Si<br /> Media heavy liwuid separation adalah cairan dengan berat jenis yang besarnya kecil, biasanya cairan organik.<br />- tetra bromethane (C2H2Br4) SG = 2,96<br />- ethylene dibromide (C2H4Br2) SG = 2,17</div><div align="left"><br />c. Magnetic Susceptibility (sifat kemagnetan)<br /> Setiap mineral mempunyai sifat kemagnitan yang berbeda, yaitu ada yang kuat, lemah bahkan ada yang tidak sama sekali tertarik oleh magnet. Berdasarkan sifat kemagnetan yang berbeda-beda itulah mineral dapat dipisahkan dengan alat yang disebut magnetic separator. Alat ini bekerja berdasarkan pada kuat lemahnya mineral tersebut tertarik oleh magnet sehingga dapat terpisah antara mineral magnetik dan non magnetik. Pemisahan dapat dilakukan dalam keadaan kering atau basah.</div><div align="left"><br />d. Electric Conductivity (daya hantar listrik)<br /> Mineral memiliki sifat konduktor dan non konduktor. Untuk memisahkan mineral jenis ini digunakan alat yang disebut high tension separator atau electrostatic separator dan hasilnya berupa mineral konduktor dan non konduktor. Proses selalu dalam keadaan kering.</div><div align="left"><br />e. Sifat permukaan mineral<br /> Permukaan mineral ada yang bersifat senang dan tidak senang terhadap gelembung udara. Mineral yang senang terhadap udara akan menempel pada gelembung udara sedangkan mineral yang senagn terhadap air tidak akan menempel pada gelembung udara. Untuk mengubah agar mineral yang senang terhadap air menjadi senang terhadap udara diperlukan suatu reagent kimia. Biasanya ada tiga reagent kimia yang ditambahkan, yaitu ; collector, modifier dan frother. Reagent ini hanya menyelimuti permukaan mineral itu saja (tidak bereaksi dengan mineral). Dengan memberikan gelembung udara maka mineral akan terpisah, sehingga antara mineral yang dikehendaki dengan yang tidak dikehendaki dapat dipisahkan. Proses pemisahan semacam ini disebut flotasi. </div><div align="left"><br />3. Dewatering<br /> Merupakan proses pemisahan antara cairan dengan padatan. Proses ini tidak dapat dilakukan sekaligus tetapi harus secara bertahap, yaitu dengan cara :<br />a. Thickening<br /> Yaitu proses pemisahan antara padatan dengan cairan yang mendasarkan atas kecepatan mengendap partikel atau mineral tersebut dalam suatu pulp. Alat yang digunakan adalah thickener, yang mana alat ini mencapai % solid sebesar 50% (solid factor = 1)<br />b. Filtrasi<br /> Adalah proses pemisahan antara padatan dengan cairan dengan cara menyaring (dengan filter) sehingga didapatkan solid factor sama dengan empat (persen solid = 80%)<br />c. Drying<br /> Adalah proses penghilangan air dari padatan dengan cara pemanasan sehingga padatan benar-benar bebas dari cairan (% solid = 100%)<br /><br />E. Material Balance dan Metallurgical Balance<br /> MaterialBalance adalah suatu neraca kesetimbangan pada Pengolahan Bahan Galian dimana jumlah partikel umpan yang masuk dalam alat pengolahan hasilnya sama dengan jumlah material yang keluar.<br /> F = C + T<br />Keterangan :<br /> F = Berat material umpan/Feed (ton)<br /> C = Berat konsentrat (ton)<br /> T = Berat tailing (ton)<br /> <br /> Metallurgical Balance adalah neraca kesetimbangan material bijih dimana berat bijih umpan yang masuk dengan kadarnya akan sama dengan produk dengan kadarnya.<br /> Ff = Cc + Tt<br />Keterangan :<br /> Ff = Kadar umpan (%)<br /> Cc = Kadar konsentrat (%)<br /> Tt = Kadar tailing (%)<br /><br />1. Nisbah Konsentrasi<br /><br /> Adalah perbandingan berat feed dengan berat konsentrat.<br /> <br />Berasal dari :<br /> Ff = Cc + Tt<br /> Ft = Ct + Tt<br /><br /> F(f-t) = C (c-t)<br /> F/C = (c-t)/(f-t)<br /><br />2. Angka Perolehan (% Recovery)<br /> Adalah perbandingan antara logam berharga dalam konsentrat dengan berat logam berharga dalam umpan yang dinyatakan dalam persen (%).<br /><br /> <br /> <br /><br /> <br /><br /><br /></div>Kuliah D3 Fatekhttp://www.blogger.com/profile/00648521442957317360noreply@blogger.com2